Author : Siti Napisah (D1D010010)
Jurusan Kehutanan Universitas Jambi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh
pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di
wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung
karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus
hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek
biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita
dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim
dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di
benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama
pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup
luas.
Rumpang atau gap merupakan kejadian alam yang umum ditemukan di hutan
tropika. Celah terjadi akibat dari pohon yang patah, mati, rebah batang
atau dahan pohon oleh berbagai faktor seperti mati karena usia, angin,
penebangan pohon dan lain sebagainya.
Permudaan dalam celah adalah suatu mekanisme penting dalam memelihara
populasi dan komunitas dalam hutan. Karakteristik celah berupa ukuran
dan kepadatan celah kanopi sangat besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan permudaan.
Berbagai spesies akan berbeda keberhasilannya dalam celah dari
berbagai ukuran, karenanya ukuran celah merupakan suatu hal penting yang
berpegaruh terhadap komposisi jenis dan pola spasial dalam hutan.
1.2. Tujuan
- Untuk mengetahui penyebab terjadinya gap atau rumpang
- Untuk mengetahui keadaan semai yang ada pada gap atau rumpang
- Untuk mengetahui perbedaan antara daerah gap dengan daerah non gap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rumpang atau gap merupakan kejadian alam yang umum ditemukan di hutan
tropika. Celah terjadi akibat dari pohon yang patah, mati, rebah batang
atau dahan pohon oleh berbagai faktor seperti mati karena usia, angin,
penebangan pohon dan lain sebagainya (Hartshorn, 1986).
Selanjutnya Whitmore (1986) mengungkapkan bahwa selain terbentuknya
celah rebahnya pohon-pohon besar akan menghasilkan gundukan-gundukan
atau lubang pada tanah oleh akar pohon yang rebah. Terbentuknya celah
merupakan titik kritis bagi permudaan dan perkembangan dari banyak jenis
pohon penyusun tajuk hutan.
Celah di hutan oleh Halle (1976) dibagi menjadi tiga bagian: (a) The
crown gap (celah yang disebabkan tajuk pohon), (b) The epicenter (daerah
yang menerima tumbukan batang pohon dan dahan-dahan besar), dan (c) The
periphery around the epicenter (daerah tumbukan ranting-ranting kecil
dan daun). Pada daerah crown gap, cahaya matahari akan langsung mengenai
vegetasi yang ada dan pembentukan hutan akan cepat tanpa melalui tahap
pionir. Pada daerah epicenter, tanah akan langsung mendapat cahaya
matahari, bahkan pohon-pohon muda banyak yang rusak, karena daerah ini
merupakan bagian yang kuat mendapat tumbukan tajuk. Pada daerah
epicenter, silvigenesis dimulai dari tumbuhan herba pada waktu selama
dua tahun.
Terbukanya celah mengakibatkan pengurangan kompetisi akar dan
perubahan iklim mikro seperti peningkatan kualitas dan kuantitas cahaya,
peningkatan temperatur dan menurunnya kelembaban (Hartshorn, 1986).
Celah juga dapat meningkatkan kandungan hara dengan membusuknya
tanaman yang mati, mengurangi kompetisi akar, serta merubah relief mikro
dan profil tanah (Whitmore, 1986).
Hal lain yang penting adalah dengan terbentuknya celah berarti
berkurang atau hilangnya pengendalian oleh jenis dominan terhadap anakan
pohon yang da di bawahnya. Keberadaan dan pertumbuhan dari berbagai
spesies pohon sangat berkaitan erat dengan ukuran celah dan posisi
spesies dalam celah, terutama pada tingkat semai. Ketahanan dan
keberadaan pohon pada tingkat semai adalah lebih besar pada selah
dibandingkan kanopi tertutup (Gray & Spies, 1996).
Permudaan dalam celah adalah suatu mekanisme penting dalam memelihara
populasi dan komunitas dalam hutan. Karakteristik celah berupa ukuran
dan kepadatan celah kanopi sangat besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan permudaan (Yamamoto, 1995).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
1.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan di areal hutan di Universitas Jambi kampus
Pinang Masak, Mendalo Darat, Muaro Jambi. Praktikum ini dilaksanakan
pada hari Jumat tanggal 20 April 2012. Praktikum dimulai pada pukul
09.30 sampai dengan pukul 11.00 WIB.
1.2. Alat dan Bahan
- Alat tulis
- Kamera (Handphone)
- Meteran
1.3. Cara Kerja
- Mendeteksi 3 buah rumpang dan satu lokasi non rumpang
- Mengidentifikasi penyebab terjadinya rumpang
- Mengukur diameter rumpang dan mengukur luasnya
- Mengidentifikasi pertumbuhan semai yang ada di bawahnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
Rumpang atau Gap 1
Rumpang atau gap pertama yang ditemukan memiliki diameter 33 m. Dengan demikian luas dari rumpang tersebut adalah 854,86 m2.
Penyebab terjadinya rumpang adalah karena adanya pohon yang tumbang
sehingga menyebabkan adanya cahaya matahari yang masuk di sekitar daerah
bekas tumbangnya pohon.
Pada rumpang atau gap pertama ini banyak terdapat tumbuhan medang
merah, senduduk, Kelat, Terap, Jambu-jambuan, Leban, dan Mahang. Semua
tumbuhan tersebut masih berada dalam stadia semai. Tumbuhan-tumbuhan
tersebut juga dalam keadaan tumbuh dengan subur. Hal ini mungkin karena
tumbuhan-tumbuhan yang ada pada rumpang tersebut membutuhkan cahaya
matahari untuk tumbuh dengan baik.
Rumpang atau Gap 2
Rumpang atau gap kedua yang ditemukan memiliki diameter 8,7 m. Dengan demikian luas dari rumpang tersebut adalah 59,41 m2.
Penyebab terjadinya rumpang adalah karena tajuk yang kurang bersatu
sehingga menyebabkan cahaya matahari masuk melalui celah-celah yang ada.
Pada rumpang atau gap kedua ini banyak terdapat tumbuhan
kacang-kacangan, kelat, senduduk, bulian, kopi-kopian, dan pulai.
Tumbuhan-tumbuah tersebut berada dalam stadia semai, kecuali pulai yang
masuk ke dalam stadia pancang. Semua tumbuhan yang ada di rumpang kedua
ini juga tumbuh dengan subur. Kemungkinan hal ini terjadi karena
tumbuhan-tumbuhan yang ada di rumpang ini juga membutuhkan cahaya
matahari untuk tumbuh dengan baik.
Rumpang atau Gap 3
Rumpang atau gap ketiga yang ditemukan memiliki diameter 4,69 m. Dengan demikian luas dari rumpang tersebut adalah 17,26 m2.
Penyebab terjadinya rumpang adalah karena tajuk yang kurang bersatu
sehingga menyebabkan cahaya matahari dapat masuk melalui celah-celah
yang ada.
Pada rumpang atau gap ketiga ini banyak terdapat senduduk, mahang,
terap, pulai, kopi-kopian, medang, merapuyan, dan siluk.
Tumbuhan-tumbuhan tersebut berada dalam stadia semai, kecuali terap yang
masuk dalam stadia tiang. Tumbuhan tersebut dapat dikatakan dalam
kondisi subur, kecuali pulai, karena tumbuhan ini ditemukan dalam
keadaan sudah mati.
Non Rumpang
Pada daerah dengan kondisi non gap atau tidak ada rumpang, ditemukan
tumbuhan seperti bulian, terap, senduduk, kacang-kacangan, leban dan
juga jambu-jambuan. Tumbuhan-tumbuhan ini juga tumbuh dengan subur dan
baik. Hal ini mungkin dikarenakan tumbuhan tersebut membutuhkan naungan
saat tumbuh. Daerah yang berada di kawasan non gap ini memiliki tanah
yang lembab dan juga banyak terdapat serasah.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Rumpang atau gap merupakan kejadian alam yang umum ditemukan di hutan
tropika. Celah terjadi akibat dari pohon yang patah, mati, rebah batang
atau dahan pohon oleh berbagai faktor seperti mati karena usia, angin,
penebangan pohon dan lain sebagainya.
Hal lain yang penting adalah dengan terbentuknya celah berarti
berkurang atau hilangnya pengendalian oleh jenis dominan terhadap anakan
pohon yang da di bawahnya. Keberadaan dan pertumbuhan dari berbagai
spesies pohon sangat berkaitan erat dengan ukuran celah dan posisi
spesies dalam celah, terutama pada tingkat semai. Ketahanan dan
keberadaan pohon pada tingkat semai adalah lebih besar pada selah
dibandingkan kanopi tertutup.
Permudaan dalam celah adalah suatu mekanisme penting dalam memelihara
populasi dan komunitas dalam hutan. Karakteristik celah berupa ukuran
dan kepadatan celah kanopi sangat besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan permudaan.
DAFTAR PUSTAKA
Elfisuir.blogspot.com
Id.wikipedia.com/Hutan
0 komentar:
Posting Komentar