Benih dikatakan dormansi apabila benih itu sebenarnya hidup (viable) tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi perkecambahan dan periode dormansi ini dapat berlangsung semusim atau tahunan tergantung pada tipe dormansinya (Sutopo, 2002) atau bisa juga dikatakan dormansi benih bisa menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viable) tetapi gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk perkecambahan, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Tait and Zeiger, 1998).
Ada beberapa tipe dari dormansi dan kadang-kadang lebih dari satu tipe terjadi didalam benih yang sama. Di alam, dormansi dipatahkan secara perlahan-lahan atau disuatu kejadian lingkungan yang khas. Tipe dari kejadian lingkungan yang dapat mematahkan dormansi tergantung pada tipe dormansi.
Benih yang dorman dapat menguntungkan atau merugikan dalam penanganan benih. Keuntungannya benih yang dorman adalah dapat mencegah agar tidak berkecambah selama penyimpanan. Sesungguhya benih-benih yang tidak dorman seperti benih rekalsitran sagat sulit untuk ditangani, karena perkecambahan dapat terjadi selama pengangkutan atau penyimpanan sementara. Di suatu sisi, apabila dormansi sangat kompleks dan benih membutuhkan perlakuan awal yang khusus, kegagalan untuk mengatasai masalah ini dapat bersifat kegagalan perkecambahan.
Tipe Dormansi Benih
Ada beberapa tipe dormansi, yaitu dormansi Fisik dan dormansi Fisiologis.
1. Dormansi Fisik
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural terhadap perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah:
a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras contohnya seperti pada famili Leguminoceae, Malvaceae, Solanaceae, disini pengambilan air terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak akibat pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan cendawan dapat membantu memperpendek masa dormansi benih.
b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam keadaan dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan segera, tipe dormansi ini biasanya dijumpai pada beberapa species gulma seperti Amaranthus sp. Tipe dormansi ini juga umumnya dijumpai pada beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia, Eucalyptus ( Doran, 1997). Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara (1) Dengan melunakkan secara bertahap pericap atau kulit biji untuk memungkinkan embrio dapat berkebang, dengan perlakuan suhu tapi lamanya skarifikasi tergantung dari jenis dan tingkat dormansi, tetapi umumnya berkisar antara tiga dan lima minggu. (2) Dengan mengekstrasi benih dari pericarp (Boland et al., 1997 dalam Schmidt, 2002).
c. Adanya zat penghambat
Sejumlah jenis mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau benih yang mencegah perkecambahan. Penghambat perkecambahn terdapat dibeberapa tempat dalam buah atau biji. Zat penghambat yang paling sering dijumpai ditemukan dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut harus diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-zat penghambat.
2. Dormasi fisiologis (embrio)
Pada tipe dormasi ini penyebabnya ada dalam benih yang dibedakan atas morfologi dan fisiologi.
a. Morfologi
Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau belum matang. Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis benih. Benih dengan embrio yang belum sempurna dijumpai contohnya pada Aracaceae (palm) dan Ginko biloba. (Borrner et al., 1997 dalam Schmidt, 2002). menemukan Pinus sp. yang tumbuh pada daerah lintang utara dan selatan dilaporkan mempunyai dormansi fisiologis. Pada benih-benih dengan tipe dormansi ini karena embrionya belum sempurna, sehingga perkecambahannya perlu ditunda, untuk itu benih-benih ini sebaiknya ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah.
b. Fisiologis (ketidak masakan embrio)
Benih-benih dengan tipe dormansi secara fisiologis belum masak, artinya belum mampu membentuk zat yang diperlukan untuk perkecambahan, misalnya zat tumbuh seperti giberallin, dapat juga zat tumbuh telah ada tetapi tidak aktif karena adanya hambatan yang berupa zat –zat penghambat. Ada juga dijumpai tanaman tertentu yang mempunyai biji dimana perkembangan embrionya tidak secepat jaringan disekelilingnya sehingga perkecambahan dari benih-benih demikian perlu ditunda. Benih-benih ini biasanya ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun tergantung jenis benih.
Perlakuan Awal Dormansi Fisik
Kebanyakan jenis dari famili leguminosae menunjukkan dormansi fisik, yang disebabkan oleh struktur morfologis dari kulit biji yang rumit. Kondisi kedap air kulit biji legum relatif dalam arti bahwa bermacam-macam jenis, bermacam-macam tingkatan kemasakan dan bermacam-macam individu dalam lot benih homogen menunjukkan tingkat ketahanan terhadap penyerapan air (imbibisi) yang berbeda.
Strutur kulit biji tersebut terdiri dari 4 lapisan yang sangat berbeda, yaitu:
Ada beberapa tipe dari dormansi dan kadang-kadang lebih dari satu tipe terjadi didalam benih yang sama. Di alam, dormansi dipatahkan secara perlahan-lahan atau disuatu kejadian lingkungan yang khas. Tipe dari kejadian lingkungan yang dapat mematahkan dormansi tergantung pada tipe dormansi.
Benih yang dorman dapat menguntungkan atau merugikan dalam penanganan benih. Keuntungannya benih yang dorman adalah dapat mencegah agar tidak berkecambah selama penyimpanan. Sesungguhya benih-benih yang tidak dorman seperti benih rekalsitran sagat sulit untuk ditangani, karena perkecambahan dapat terjadi selama pengangkutan atau penyimpanan sementara. Di suatu sisi, apabila dormansi sangat kompleks dan benih membutuhkan perlakuan awal yang khusus, kegagalan untuk mengatasai masalah ini dapat bersifat kegagalan perkecambahan.
Tipe Dormansi Benih
Ada beberapa tipe dormansi, yaitu dormansi Fisik dan dormansi Fisiologis.
1. Dormansi Fisik
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural terhadap perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah:
a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras contohnya seperti pada famili Leguminoceae, Malvaceae, Solanaceae, disini pengambilan air terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak akibat pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan cendawan dapat membantu memperpendek masa dormansi benih.
b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam keadaan dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan segera, tipe dormansi ini biasanya dijumpai pada beberapa species gulma seperti Amaranthus sp. Tipe dormansi ini juga umumnya dijumpai pada beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia, Eucalyptus ( Doran, 1997). Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara (1) Dengan melunakkan secara bertahap pericap atau kulit biji untuk memungkinkan embrio dapat berkebang, dengan perlakuan suhu tapi lamanya skarifikasi tergantung dari jenis dan tingkat dormansi, tetapi umumnya berkisar antara tiga dan lima minggu. (2) Dengan mengekstrasi benih dari pericarp (Boland et al., 1997 dalam Schmidt, 2002).
c. Adanya zat penghambat
Sejumlah jenis mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau benih yang mencegah perkecambahan. Penghambat perkecambahn terdapat dibeberapa tempat dalam buah atau biji. Zat penghambat yang paling sering dijumpai ditemukan dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut harus diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-zat penghambat.
2. Dormasi fisiologis (embrio)
Pada tipe dormasi ini penyebabnya ada dalam benih yang dibedakan atas morfologi dan fisiologi.
a. Morfologi
Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau belum matang. Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis benih. Benih dengan embrio yang belum sempurna dijumpai contohnya pada Aracaceae (palm) dan Ginko biloba. (Borrner et al., 1997 dalam Schmidt, 2002). menemukan Pinus sp. yang tumbuh pada daerah lintang utara dan selatan dilaporkan mempunyai dormansi fisiologis. Pada benih-benih dengan tipe dormansi ini karena embrionya belum sempurna, sehingga perkecambahannya perlu ditunda, untuk itu benih-benih ini sebaiknya ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah.
b. Fisiologis (ketidak masakan embrio)
Benih-benih dengan tipe dormansi secara fisiologis belum masak, artinya belum mampu membentuk zat yang diperlukan untuk perkecambahan, misalnya zat tumbuh seperti giberallin, dapat juga zat tumbuh telah ada tetapi tidak aktif karena adanya hambatan yang berupa zat –zat penghambat. Ada juga dijumpai tanaman tertentu yang mempunyai biji dimana perkembangan embrionya tidak secepat jaringan disekelilingnya sehingga perkecambahan dari benih-benih demikian perlu ditunda. Benih-benih ini biasanya ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun tergantung jenis benih.
Perlakuan Awal Dormansi Fisik
Kebanyakan jenis dari famili leguminosae menunjukkan dormansi fisik, yang disebabkan oleh struktur morfologis dari kulit biji yang rumit. Kondisi kedap air kulit biji legum relatif dalam arti bahwa bermacam-macam jenis, bermacam-macam tingkatan kemasakan dan bermacam-macam individu dalam lot benih homogen menunjukkan tingkat ketahanan terhadap penyerapan air (imbibisi) yang berbeda.
Strutur kulit biji tersebut terdiri dari 4 lapisan yang sangat berbeda, yaitu:
- Kuticula adalah lapisan yang paling luar yang berlilin yang bersifat menolak air.
- Macrosclereids atau lapisan palisade yang terdiri dari sel-sel bentuk panjang, sempit, terbungkus rapat, vertikal.
- Osteosclereids yaitu lapisan yang terdiri dari sekelompok sel yang terbungkus longgar.
- Lapisan parenchyma yang tersusun oleh lapisan sel yang sedikit terdifrensiasi.
Impermeabilitas ditentukan oleh dua lapisan luar, sekali lapisan-lapisan tersebuat dapat tembus air, benih dapat mudah menyerapnya. Ketebalan kulit biji dan ketebalan masing-masing lapisan berfariasi menurut jenis (Del, 1980 dalam Schmidt 2002). Karena benih kehilangan air selama proses memasakan, sel-sel palisade dari kulit biji menjadi impermeable.
Perlakuan awal adalah perlakuan sebelum penaburan untuk menambah kecepatan dan keseragaman perkecambahan benih yang ditabur di persemaian, lapangan atau untuk pengujian. Perlakuan awal semata-mata mempercepat proses alami pemecahan dormansi.
Dormansi fisik disebabkan oleh kulit buah yang keras dan impermeable atau penutup buah yang menghalangi imbibisi dan pertukaran gas. Fenomena ini sering disebut sebagai benih keras, istilah yang biasanya digunakan untuk benih leguminosae yang kedap air. Dormansi tipe ini adalah yang paling banyak ditemukan didaerah tropis. Karena struktur buahnya, sifat dormansi fisik untuk semua jenis sama dan perlukuan awal yang sama dapat diberikan. Tetapi karena perbedaan anatomi antara kulit biji atau pericarp, maka sifat dari perlakuan awal mungkin berbeda. Bebagai macam metode telah dikembangkan untuk mengatasi tipe dormansi ini, semua metode menggunakan perinsip yang sama yakni melubangi biji sedemikian rupa sehingga air dapat masuk dan penyerapan dapat berlangsung.
Perlakuan awal terhadap berbagai jenis harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik.
a. Skarifikasi
Skarifikasi manual kulit biji melalui penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani secara manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak.
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan (Kremer, 1990).
b. Air Panas
Air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui teganganyang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids (Brant et. al, 1971). Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.
Percobaan pada Casia siamea di Thailand, menunjukkan bahwa perendaman selama (1 sd 2) menit dalam air hangat 85oC atau perendaman pada suhu air 85°C yang diikuti dengan pendinginan selama (12 sd 36) jam menghasilkan persen kecambah antara (82 sd 89) persen, sedangkan perendaman lebih lama pada suhu 85°C sedikit menurunkan persen kecambah. Untuk jenis ini perendaman sesaat pada suhu yang tinggi atau perendaman pada suhu 85oC dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan kerusakan (Kombo and Hellum, 1984 dalam Schmidt 2002).
c. Perlakuan dengan Larutan Asam
Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legum. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu:
Perlakuan awal adalah perlakuan sebelum penaburan untuk menambah kecepatan dan keseragaman perkecambahan benih yang ditabur di persemaian, lapangan atau untuk pengujian. Perlakuan awal semata-mata mempercepat proses alami pemecahan dormansi.
Dormansi fisik disebabkan oleh kulit buah yang keras dan impermeable atau penutup buah yang menghalangi imbibisi dan pertukaran gas. Fenomena ini sering disebut sebagai benih keras, istilah yang biasanya digunakan untuk benih leguminosae yang kedap air. Dormansi tipe ini adalah yang paling banyak ditemukan didaerah tropis. Karena struktur buahnya, sifat dormansi fisik untuk semua jenis sama dan perlukuan awal yang sama dapat diberikan. Tetapi karena perbedaan anatomi antara kulit biji atau pericarp, maka sifat dari perlakuan awal mungkin berbeda. Bebagai macam metode telah dikembangkan untuk mengatasi tipe dormansi ini, semua metode menggunakan perinsip yang sama yakni melubangi biji sedemikian rupa sehingga air dapat masuk dan penyerapan dapat berlangsung.
Perlakuan awal terhadap berbagai jenis harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik.
a. Skarifikasi
Skarifikasi manual kulit biji melalui penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani secara manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak.
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan (Kremer, 1990).
b. Air Panas
Air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui teganganyang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids (Brant et. al, 1971). Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.
Percobaan pada Casia siamea di Thailand, menunjukkan bahwa perendaman selama (1 sd 2) menit dalam air hangat 85oC atau perendaman pada suhu air 85°C yang diikuti dengan pendinginan selama (12 sd 36) jam menghasilkan persen kecambah antara (82 sd 89) persen, sedangkan perendaman lebih lama pada suhu 85°C sedikit menurunkan persen kecambah. Untuk jenis ini perendaman sesaat pada suhu yang tinggi atau perendaman pada suhu 85oC dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan kerusakan (Kombo and Hellum, 1984 dalam Schmidt 2002).
c. Perlakuan dengan Larutan Asam
Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legum. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu:
- kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi.
- larutan asam tidak mengenai embrio.
Pada Casia siamea, (Kombo and Hellum, 1984 dalam Schmidt 2002) menemukan bahwa perendaman selama (15 sd 45) menit dalam larutan asam sulfat pekat (95 persen), menghasilkan perkecambahan 98 persen sedangkan perendaman (1 sd 10) menit terlalu cepat untuk mematahkan dormansi, sedangkan perendaman selama 60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan.
Perlakuan asam pada Enterolobiom cyclocarpum selama 15 menit terbukti efektif, sedangkan lebih lama (20 sd 25) menit memberikan hasil yang kurang baik (Barahman, 1996). Suginingsih, 1989 meneliti pengaruh perlakuan awal terhadap perkecambahan benih Aleurites moluccana Willd, dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa perendaman dengan larutan asam (H2SO4 ) selama 10 menit dengan konsentrasi 25 persen adalah yang paling baik dengan menghasilkan perkecambahan sebesar 76 persen sedangkan perendaman dengan konsentrasi 75 persen sama sekali benih tidak tumbuh.
Perlakuan asam pada Enterolobiom cyclocarpum selama 15 menit terbukti efektif, sedangkan lebih lama (20 sd 25) menit memberikan hasil yang kurang baik (Barahman, 1996). Suginingsih, 1989 meneliti pengaruh perlakuan awal terhadap perkecambahan benih Aleurites moluccana Willd, dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa perendaman dengan larutan asam (H2SO4 ) selama 10 menit dengan konsentrasi 25 persen adalah yang paling baik dengan menghasilkan perkecambahan sebesar 76 persen sedangkan perendaman dengan konsentrasi 75 persen sama sekali benih tidak tumbuh.
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar