Benih dikatakan berkecambah apabila sudah dapat dilihat atribut
perkecambahannya yaitu plumula dan radikel yang keduanya tumbuh normal
dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan ISTA (Kuswanto, 1996).
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari
perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia (Sutopo, 2002).
Proses metabiolisme terdiri dari proses katabiolisme dan anabiolisme
dimana pada katabiolisme terjadi proses terjadi perombakan cadangan
makanan sehingga menghasilkan energi ATP sedangkan pada anabiolisme
terjadi sintesa senyawa protein untuk pembentukan sel-sel baru pada
embrio. Kedua proses ini terjadi secara berurutan pada tempat yang
berbeda (Sadjad, 1994; Kuswanto, 1996)
Menurut (Sadjad,1994) tahap awal
metabiolisme untuk tumbuh benih dapat diungkapkan sebagai tiga tipe
yaitu perombakan bahan cadagan, translokasi dari bagian benih kesatu
bagian yang lain dan sintesa bahan-bahan yang baru. (Sutopo (2002)
menjelaskan tahapan proses perkecambahan sebagai berikut:
- Tahap pertama dimulai dengan penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi oleh protoplasma.
- Tahap kedua dimulai dengan kegitan sel-sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih.
- Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh.
- Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah terurai di daerah meristematik untuk menghasilkan energi dari kegiatan pembentukan komponen dalam pertumbuhan sel-sel baru.
- Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh, pertumbuhan kecambah ini tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji.
Proses penyerapan air oleh
biji merupakan proses imbibisi yang disebabkan oleh perbedaan potensi
air antara benih dengan media sekitarnya (Lakitan, 1996), sehingga
kadar air dalam benih mencapai presentase tertentu yaitu (50 sd 60)
persen dan akan meningkat lagi pada saat munculnya radikel sampai
jaringan penyimpan dan kecambah yang sedang tumbuh mempunyai kandungan
air (70 sd 90) persen (Ching, 1972 dalam Sutopo, 2002). Akibat terjadinya imbibisi, kulit biji akan menjadi lunak dan retak-retak (Kuswanto,1996).
Proses perkecambahan dapat
terjadi jika kulit benih permeable terhadap air dengan tekanan osmosis
tertentu (Kuswanto, 1996). Serapan air dan berbagai proses biokimia
yang berlangsung pada benih pada akhirnya akan tercermin pada
pertumbuhan dan perkembangan kecambah menjadi tanaman muda (bibit),
kecuali jika benih tersebut dalam keadaan dorman (Lakitan,1996).
Pengaruh Suhu Selama Penyimpanan Terhadap Daya Kecambah Benih
Untuk menghambat deteriorasi maka benih harus disimpan dengan metode tertentu agar benih tidak mengalami kerusakan ataupun penurunan mutu. Manan, (1978) menyatakan bahwa penyimpanan benih adalah usaha pengawetan benih yang berdaya hidup, semenjak pengumpulan hingga di lapangan. Maksud penyimpanan benih adalah agar benih dapat ditanam pada musim yang sama dilain tahun atau pada musim yang berlainan dalam tahun yang sama, atau untuk tujuan pelestarian benih dari suatu jenis tanaman (Sutopo, 2002)
Menurut Justice and Bass, (1994), suhu penyimpanan dan kadar air merupa+kan faktor penting yang mempengaruhi masa hidup benih pada kisaran suhu tertentu, umur penyimpanan benih menurun dengan meningkatnya suhu, kecuali pada benih-benih tertentu yang biasanya berumur pendek.
Temperatur yang terlalu tinggi pada saat penyimpanan dapat membahayakan dan mengakibatkan kerusakan pada benih. Karena akan memperbesar terjadinya penguapan zat cair dari dalam benih, sehingga benih akan kehilangan daya imbibisi dan kemampuan untuk berkecambah. Protoplasma dari embrio dapat mati akibat keringnya sebagian atau seluruh benih. (Sutopo, 2002)
Temperatur optimum untuk penyimpanan benih jangka panjang terletak antara 0 – 32o F (-8 sd 0°C). Semakin rendah suhu kemunduran viabilitas benih dapat dikurangi, sedangkan semakin tinggi temperatur, semakin meningkat laju kemunduran viabilitas benih. Setiap kenaikan temperatur 5°C maka umur benih akan menjadi setengahnya selanjutnya dengan penurunan temperatur penyimpanan sampai 50°F (10°C) atau lebih rendah lagi, akan sangat membantu memperpanjang umur benih yang disimpan. (Sutopo, 2002).
Harington, (1972) dalam Justice and Bass, (1994) mengajukan kaidah yang disebut Thumb Rules yang menghubungkan kadar air benih dan suhu dengan masa hidup benih. Kaidahnya menyatakan bahwa setiap kenaikan 1 persen kadar air benih, maka masa hidup benihnya diperpendek setengahnya, kaidah tersebut tidak boleh digunakan untuk penyimpanan dibawah 0°C .
Vivekanandan, (1978) menemukan bahwa perkecambahan benih Swietenia macriphylla menurun dengan tajam setelah( 2 sd 4) bulan disimpan pada suhu 0°C dan 30°C, tetapi menurun secara perlahan pada suhu 15°C. Hasil penelitian ini menunjukkan keuntungan penyimpanan pada suhu 10°C dan 15°C untuk jangka waktu lebih dari setahun, dengan hasil terbaik pada suhu 10°C.
Untuk menghambat deteriorasi maka benih harus disimpan dengan metode tertentu agar benih tidak mengalami kerusakan ataupun penurunan mutu. Manan, (1978) menyatakan bahwa penyimpanan benih adalah usaha pengawetan benih yang berdaya hidup, semenjak pengumpulan hingga di lapangan. Maksud penyimpanan benih adalah agar benih dapat ditanam pada musim yang sama dilain tahun atau pada musim yang berlainan dalam tahun yang sama, atau untuk tujuan pelestarian benih dari suatu jenis tanaman (Sutopo, 2002)
Menurut Justice and Bass, (1994), suhu penyimpanan dan kadar air merupa+kan faktor penting yang mempengaruhi masa hidup benih pada kisaran suhu tertentu, umur penyimpanan benih menurun dengan meningkatnya suhu, kecuali pada benih-benih tertentu yang biasanya berumur pendek.
Temperatur yang terlalu tinggi pada saat penyimpanan dapat membahayakan dan mengakibatkan kerusakan pada benih. Karena akan memperbesar terjadinya penguapan zat cair dari dalam benih, sehingga benih akan kehilangan daya imbibisi dan kemampuan untuk berkecambah. Protoplasma dari embrio dapat mati akibat keringnya sebagian atau seluruh benih. (Sutopo, 2002)
Temperatur optimum untuk penyimpanan benih jangka panjang terletak antara 0 – 32o F (-8 sd 0°C). Semakin rendah suhu kemunduran viabilitas benih dapat dikurangi, sedangkan semakin tinggi temperatur, semakin meningkat laju kemunduran viabilitas benih. Setiap kenaikan temperatur 5°C maka umur benih akan menjadi setengahnya selanjutnya dengan penurunan temperatur penyimpanan sampai 50°F (10°C) atau lebih rendah lagi, akan sangat membantu memperpanjang umur benih yang disimpan. (Sutopo, 2002).
Harington, (1972) dalam Justice and Bass, (1994) mengajukan kaidah yang disebut Thumb Rules yang menghubungkan kadar air benih dan suhu dengan masa hidup benih. Kaidahnya menyatakan bahwa setiap kenaikan 1 persen kadar air benih, maka masa hidup benihnya diperpendek setengahnya, kaidah tersebut tidak boleh digunakan untuk penyimpanan dibawah 0°C .
Vivekanandan, (1978) menemukan bahwa perkecambahan benih Swietenia macriphylla menurun dengan tajam setelah( 2 sd 4) bulan disimpan pada suhu 0°C dan 30°C, tetapi menurun secara perlahan pada suhu 15°C. Hasil penelitian ini menunjukkan keuntungan penyimpanan pada suhu 10°C dan 15°C untuk jangka waktu lebih dari setahun, dengan hasil terbaik pada suhu 10°C.
Penyimpanan Benih
Perlakuan yang terbaik pada benih ialah menanam benih atau disemaikan segera setelah benih-benih itu dikumpulkan atau dipanen, jadi mengikuti cara-cara alamiah, namun hal ini tidak selalu mungkin kareana musim berbuah tidak selalu sama, untuk itu penyimpanan benih perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan benih saat musim tanam tiba.
Tujuan penyimpanan :
Perlakuan yang terbaik pada benih ialah menanam benih atau disemaikan segera setelah benih-benih itu dikumpulkan atau dipanen, jadi mengikuti cara-cara alamiah, namun hal ini tidak selalu mungkin kareana musim berbuah tidak selalu sama, untuk itu penyimpanan benih perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan benih saat musim tanam tiba.
Tujuan penyimpanan :
- menjaga biji agar tetap dalam keadaan baik (daya kecambah tetap tinggi)
- melindungi biji dari serangan hama dan jamur.
- mencukupi persediaan biji selama musim berbuah tidak dapat mencukupi kebutuhan.
Ada dua faktor yang penting selama penyimpanan benih yaitu, suhu dan kelembaban udara.
Umumnya benih dapat dipertahankan tetap baik dalam jangka waktu yang cukup lama, bila suhu dan kelembaban udara dapat dijaga maka mutu benih dapat terjaga. Untuk itu perlu runag khusus untuk penyimpanan benih.
Umumnya benih dapat dipertahankan tetap baik dalam jangka waktu yang cukup lama, bila suhu dan kelembaban udara dapat dijaga maka mutu benih dapat terjaga. Untuk itu perlu runag khusus untuk penyimpanan benih.
- Untuk benih ortodoks : Benih ortodoks dapat disimpan lama pada kadar air 6-10% atau dibawahnya. Penyimpanan dapat dilakukan dengan menggunakan wadah seperti : karung kain, toples kaca/ plastik, plastik, laleng, dll. Setelah itu benih dapat di simpan pada suhu kamar atau pada temperature rendah “cold storage” umumnya pada suhu 2-5ÂșC.
- Untuk benih rekalsitran : Benih rekalsitran mempunyai kadar air tinggi, untuk itu dalam penyimpanan kadar air benih perlu dipertahankan selama penyimpanan. Penyimpanan dapat menggunakan serbuk gergaji atau serbuk arang. Caranya yaitu dengan memasukkan benih kedalam serbuk gergaji atau arang.
Periode Simpan Benih
Dalam periode simpan terdapat perbedaan antara benih yang kuat dan benih yang lemah. Karena periode simpan merupakan fungsi dari waktu maka perbedaan antara benih yang kuat dan lemah terletak pada kemampuannya untuk dimakan waktu (Sadjad, 1976). Seperti kehidupan lainnya, benih juga mempunyai umur (jangkauan umur) artinya bahwa suatu ketika benih juga akan mati. Dengan demikian amat penting untuk mengetahui berapa lama benih dapat disimpan sebelum digunakan. Seringkali umur benih dikaikan dengan daya simpan benih (Kuswanto, 1996)
Justice and Bass, (1994) menyatakan bahwa masa hidup benih atau masa simpan benih berbagai spesis tanaman berbeda-beda. Masa hidup benih tumbuhan air dan sebagian tumbuhan kehutanan sangat pendek, sedangkan benih dari famili legum dan beberapa jenis tanaman lainnya mampu hidup selama lebih dari seratus tahun.
Copeland, (1979) menyatakan faktor lingkungan yang berpengaruh yaitu, kelembaban nisbi udara, suhu, komposisi udara dan lingkungan penyimpanan sedangkan factor benih yang berpengaruh berupa keadaan fisik dan fisiologisnya. Selama periode simpan, viabilitas benih dipengaruhi oleh benih itu sendiri dan juga lingkungan ( Justice and Bass, 1994).
Dalam periode simpan terdapat perbedaan antara benih yang kuat dan benih yang lemah. Karena periode simpan merupakan fungsi dari waktu maka perbedaan antara benih yang kuat dan lemah terletak pada kemampuannya untuk dimakan waktu (Sadjad, 1976). Seperti kehidupan lainnya, benih juga mempunyai umur (jangkauan umur) artinya bahwa suatu ketika benih juga akan mati. Dengan demikian amat penting untuk mengetahui berapa lama benih dapat disimpan sebelum digunakan. Seringkali umur benih dikaikan dengan daya simpan benih (Kuswanto, 1996)
Justice and Bass, (1994) menyatakan bahwa masa hidup benih atau masa simpan benih berbagai spesis tanaman berbeda-beda. Masa hidup benih tumbuhan air dan sebagian tumbuhan kehutanan sangat pendek, sedangkan benih dari famili legum dan beberapa jenis tanaman lainnya mampu hidup selama lebih dari seratus tahun.
Copeland, (1979) menyatakan faktor lingkungan yang berpengaruh yaitu, kelembaban nisbi udara, suhu, komposisi udara dan lingkungan penyimpanan sedangkan factor benih yang berpengaruh berupa keadaan fisik dan fisiologisnya. Selama periode simpan, viabilitas benih dipengaruhi oleh benih itu sendiri dan juga lingkungan ( Justice and Bass, 1994).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKECAMBAHAN BENIH
Perkecambahan benih dapat diartikan sebagai dimulainya proses pertumbuhan embrio dari benih yang sudah matang ( Taiz and Zeiger 1998). Benih dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor pendukung selama terjadinya proses perkecambahan.
Perkembangan benih dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal).
Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :
a. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002). Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologis atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapat berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979)
b. Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo, 2002). Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002).
c. Dormansi
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Lambers 1992, Schmidt 2002).
d. Penghambat perkecambahan
Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
Faktor luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya :
a. Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972) dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979). Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002).
Menurut Kamil (1979), kira-kira 70 persen berat protoplasma sel hidup terdiri dari air dan fungsi air antara lain:
Perkecambahan benih dapat diartikan sebagai dimulainya proses pertumbuhan embrio dari benih yang sudah matang ( Taiz and Zeiger 1998). Benih dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor pendukung selama terjadinya proses perkecambahan.
Perkembangan benih dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal).
Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :
a. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002). Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologis atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapat berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979)
b. Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo, 2002). Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002).
c. Dormansi
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Lambers 1992, Schmidt 2002).
d. Penghambat perkecambahan
Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
Faktor luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya :
a. Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972) dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979). Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002).
Menurut Kamil (1979), kira-kira 70 persen berat protoplasma sel hidup terdiri dari air dan fungsi air antara lain:
- Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi pengembangan embrio dan endosperm.
- Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.
- Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai fungsinya.
- Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.
b. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh gibberallin.
c. Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979) umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29 persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen.
d. Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979). Menurut Adriance and Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya.
e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan tanah.
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh gibberallin.
c. Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979) umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29 persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen.
d. Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979). Menurut Adriance and Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya.
e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan tanah.
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar