skip to main | skip to sidebar

Silva Dream

Konsep Bumi Kita

  • Home
  • Gallery
  • Contact me
  • About Me

Senin, 25 November 2013

Flamboyan (Delonix regia)

Diposting oleh Maysatria Label: Flora dan Fauna
Klasifikasi :

Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Rosales
Famili : Fabaceae/ Leguminoceae/ Leguminosae
Sub Famili : Caesalpiniaceae
Genus : Delonix
Spesies : Delonix regia
 
 

Deskripsi :
Daun pohon 6-8 m tinggi dengan mahkota berbentuk Parasol dan batang sangat sedikit bengkok dengan kulit abu-abu, agak kasar. Bipinnate daun 20-40 cm panjang, dengan 10-15 pasang pinnae, masing-masing memiliki 12-20 pasang selebaran lonjong, apeks dan basis bulat, sessile, sedikit tomentose, hijau, dengan punggung lebih jelas. Bunga-bunga merah, muncul ketika pohon tidak memiliki daun, dan cluster disusun di sisi. Setiap bunga ukuran 10-12 cm dan memiliki kelopak berbulu dengan 5 sepal, mahkota dengan 5 kelopak yang tidak setara dan androecium dengan 10 benang sari panjang, ramping, merah. Kacang-kacangan yang sangat kasar, 40-50 cm, datar, coklat pada saat jatuh tempo. Buah tetap tergantung di pohon selama satu tahun penuh.

Data Tanaman: 
Sistem akar pohon adalah agresif, sehingga Anda harus memiliki cukup ruang untuk memperluas akar mereka. Sangat sensitif terhadap dingin, sehingga hanya dapat dibudidayakan di Kepulauan Canary dan di beberapa titik di pantai Malaga, dan masih perlu banyak sinar matahari dan suhu ringan untuk mekar deras. Hal mengalikan dengan biji, yang tunduk pada pra-perawatan untuk melembutkan menabur selimut. Ketika mekar yang spektakuler. Digunakan sebagai spesimen terisolasi, dalam kelompok atau keberpihakan jalan-jalan.

Referensi :
Gembong Tjitrosoepomo.1989.Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta).Gadjah Mada University    Press.Yogyakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/flamboyan)
Van Steenis, C.G.G.J, 1975, Flora untuk Sekolah di Indonesia, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

0 komentar

Mengenal Jenis dan Ciri Kayu Yang Sering Digunakan Sebagai Bahan Konstruksi

Diposting oleh Maysatria Label: Forestry
Kayu merupakan salah satu material bahan bangunan yang sering digunakan dalam konstruksi. Setiap kayu memiliki sifat dan ciri tersendiri baik dalam segi keindahan serat, kadar air, keawetan, berat jenis, kerapatan, dan kekuatan. Maka dalam memilih kayu yang akan dipergunakan ada baiknya kita mengenal Jenis dan Ciri Kayu Yang Sering Digunakan Sebagai Bahan Konstruksi. Selain agar kita dapat mengetahui kayu yang cocok dengan kriteria dan spesifikasi yang kita inginkan, tentunya juga agar kita tidak tertipu dengan jenis-jenis kayu lainnya. Berikut beberapa macam kayu yang sering digunakan sebagai bahan konstruksi.
1. Kayu Jati

Kayu jati sering dianggap sebagai kayu dengan serat dan tekstur paling indah. Karakteristiknya yang stabil, kuat dan tahan lama membuat kayu ini menjadi pilihan utama sebagai material bahan bangunan. Termasuk kayu dengan Kelas Awet I, II dan Kelas Kuat I, II. Kayu jati juga terbukti tahan terhadap jamur, rayap dan serangga lainnya karena kandungan minyak di dalam kayu itu sendiri. Tidak ada kayu lain yang memberikan kualitas dan penampilan sebanding dengan kayu jati.

Pohon Jati bukanlah jenis pohon yang berada di hutan hujan tropis yang ditandai dengan curah hujan tinggi sepanjang tahun. Sebaliknya, hutan jati tumbuh dengan baik di daerah kering dan berkapur di Indonesia, terutama di pulau Jawa. Jawa adalah daerah penghasil pohon Jati berkualitas terbaik yang sudah mulai ditanam oleh Pemerintah Belanda sejak tahun 1800 an, dan sekarang berada di bawah pengelolaan PT Perum Perhutani. Semua kayu jati kami disupply langsung dari Perhutani dari TPK daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kami tidak memakai kayu jati selain dari 2 daerah tersebut.
Harga kayu jati banyak dipengaruhi dari asal, ukuran dan kriteria batasan kualitas kayu yang ditoleransi, seperti: ada mata sehat, ada mata mati, ada doreng, ada putih. Penentuan kualitas kayu jati yang diinginkan seharusnya mempertimbangkan type aplikasi finishing yang dipilih. Selain melindungi kayu dari kondisi luar, finishing pada kayu tersebut diharapkan dapat memberikan nilai estetika pada kayu tersebut dengan menonjolkan kelebihan dan kekurangan kualitas kayu tersebut.
2. Kayu Merbau

Kayu Merbau termasuk salah satu jenis kayu yang cukup keras dan stabil sebagai alternatif pembanding dengan kayu jati. Merbau juga terbukti tahan terhadap serangga. Warna kayu merbau coklat kemerahan dan kadang disertai adanya highlight kuning. Merbau memiliki tekstur serat garis terputus putus. Pohon merbau termasuk pohon hutan hujan tropis. Termasuk kayu dengan Kelas Awet I, II dan Kelas Kuat I, II. Merbau juga terbukti tahan terhadap serangga. Warna kayu merbau coklat kemerahan dan kadang disertai adanya highlight kuning. Kayu merbau biasanya difinishing dengan melamin warna gelap / tua. Merbau memiliki tekstur serat garis terputus putus. Pohon merbau termasuk pohon hutan hujan tropis. Pohon Merbau tumbuh subur di Indonesia, terutama di pulau Irian / Papua. Kayu merbau kami berasal dari Irian / Papua.

3. Kayu Bangkirai/Yellow Balau
 
Kayu Bangkirai termasuk jenis kayu yang cukup awet dan kuat. Termasuk kayu dengan Kelas Awet I, II, III dan Kelas Kuat I, II. Sifat kerasnya juga disertai tingkat kegetasan yang tinggi sehingga mudah muncul retak rambut dipermukaan. Selain itu, pada kayu bangkirai sering dijumpai adanya pinhole. Umumnya retak rambut dan pin hole ini dapat ditutupi dengan wood filler. Secara struktural, pin hole ini tidak mengurangi kekuatan kayu bangkirai itu sendiri. Karena kuatnya, kayu ini sering digunakan untuk material konstruksi berat seperti atap kayu. Kayu bangkirai termasuk jenis kayu yang tahan terhadap cuaca sehingga sering menjadi pilihan bahan material untuk di luar bangunan / eksterior seperti lis plank, outdoor flooring / decking, dll. Pohon Bangkirai banyak ditemukan di hutan hujan tropis di pulau Kalimantan. Kayu berwarna kuning dan kadang agak kecoklatan, oleh karena itulah disebut yellow balau. Perbedaan antara kayu gubal dan kayu teras cukup jelas, dengan warna gubal lebih terang. Pada saat baru saja dibelah/potong, bagian kayu teras kadang terlihat coklat kemerahan.

4. Kayu kamper

kayu kamper telah lama menjadi alternatif bahan bangunan yang harganya lebih terjangkau. Meskipun tidak setahan lama kayu jati dan sekuat bangkirai, kamper memiliki serat kayu yang halus dan indah sehingga sering menjadi pilihan bahan membuat pintu panil dan jendela. Karena tidak segetas bangkirai, retak rambut jarang ditemui. Karena tidak sekeras bangkirai, kecenderungan berubah bentuk juga besar, sehingga, tidak disarankan untuk pintu dan jendela dengan desain terlalu lebar dan tinggi. Termasuk kayu dengan Kelas Awet II, III dan Kelas Kuat II, I. Pohon kamper banyak ditemui di hutan hujan tropis di kalimantan. Samarinda adalah daerah yang terkenal menghasilkan kamper dengan serat lebih halus dibandingkan daerah lain di Kalimantan.


5. Kayu Kelapa

Kayu kelapa adalah salah satu sumber kayu alternatif baru yang berasal dari perkebunan kelapa yang sudah tidak menghasilkan lagi (berumur 60 tahun keatas) sehingga harus ditebang untuk diganti dengan bibit pohon yang baru. Sebenarnya pohon kelapa termasuk jenis palem. Semua bagian dari pohon kelapa adalah serat /fiber yaitu berbentuk garis pendek-pendek. Anda tidak akan menemukan alur serat lurus dan serat mahkota pada kayu kelapa karena semua bagiannya adalah fiber. Tidak juga ditemukan mata kayu karena pohon kelapa tidak ada ranting/ cabang. Pohon kelapa tumbuh subur di sepanjang pantai Indonesia. Namun, yang paling terkenal dengan warnanya yang coklat gelap adalah dari Sulawesi. Pohon kelapa di jawa umumnya berwarna terang.

6. Kayu Meranti Merah

Kayu meranti merah termasuk jenis kayu keras, warnanya merah muda tua hingga merah muda pucat, namun tidak sepucat meranti putih. selain bertekstur tidak terlalu halus, kayu meranti juga tidak begitu tahan terhadap cuaca, sehingga tidak dianjurkan untuk dipakai di luar ruangan. Termasuk kayu dengan Kelas Awet III, IV dan Kelas Kuat II, IV. Pohon meranti banyak ditemui di hutan di pulau kalimantan


7. Kayu Karet

Botanical Name: Hevea brasiliensis

Family Name: Euphorbiaceae

Kayu Karet, dan oleh dunia internasional disebut Rubber wood pada awalnya hanya tumbuh di daerah Amzon, Brazil. Kemudian pada akhir abad 18 mulai dilakukan penanaman di daerah India namun tidak berhasil. Lalu dibawa hingga ke Singapura dan negara-negara Asia Tenggara lainnya termasuk tanah Jawa.

Warna Kayu
Kayu karet berwarna putih kekuningan, sedikit krem ketika baru saja dibelah atau dipotong. Ketika sudah mulai mengering akan berubah sedikit kecoklatan.
Tidak terdapat perbedaan warna yang menyolok pada kayu gubal dengan kayu teras. Bisa dikatakan hampir tidak terdapat kayu teras pada rubberwood.

Densitas
Kayu karet tergolong kayu lunak - keras, tapi lumayan berat dengan densitas antara 435-625 kg/m3 dalam level kekeringan kayu 12%.
Kayu Karet termasuk kelas kuat II, dan kelas awet III, sehingga kayu karet dapat digunakan sebagai substitusi alternatif kayu alam untuk bahan konstruksi


8 Kayu gelam

Kayu gelam sering digunakan pada bagian perumahan, perahu,
Kayu bakar, pagar, atau tiang tiang sementara. Kayu gelam dengan diameter kecil umumnya dikenal dan dipakai sebagai steger pada konstruksi beton, sedangkan yang berdiameter besar biasa dipakai untuk cerucuk pada pekerjaan sungai dan jembatan. Kayu ini juga dapat dibuat arang atau arang aktif untuk bahan penyerap.


9. Kayu Ulin/bulian

Kayu ini banyak digunakan untuk bahan bangunan rumah, kantor, gedung, serta bangunan lainnya. Berdasarkan catatan, kayu ulin merupakan salah satu jenis kayu hutan tropika basah yang tumbuh secara alami di wilayah Sumatera Bagian Selatan dan Kalimantan.
Jenis ini dikenal dengan nama daerah ulin, bulian, bulian rambai, onglen, belian, tabulin dan telian.
Pohon ulin termasuk jenis pohon besar yang tingginya dapat mencapai 50 m dengan diameter samapi 120 cm, tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 400 m. Kayu Ulin berwarna gelap dan tahan terhadap air laut.
Kayu ulin banyak digunakan sebagai konstruksi bangunan berupa tiang bangunan, sirap (atap kayu), papan lantai,kosen, bahan untuk banguan jembatan, bantalan kereta api dan kegunaan lain yang memerlukan sifat-sifat khusus awet dan kuat. Kayu ulin termasuk kayu kelas kuat I dan Kelas Awet I.

10. Kayu Akasia

Kayu Akasia (acacia mangium), mempunyai berat jenis rata-rata 0,75 berarti pori-pori dan seratnya cukup rapat sehingga daya serap airnya kecil. Kelas awetnya II, yang berarti mampu bertahan sampai 20 tahun keatas, bila diolah dengan baik. Kelas kuatnya II-I, yang berarti mampu menahan lentur diatas 1100 kg/cm2 dan mengantisipasi kuat desak diatas 650 kg/cm2. Berdasarkan sifat kembang susut kayu yang kecil, daya retaknya rendah, kekerasannya sedang dan bertekstur agak kasar serta berserat lurus berpadu, maka kayu ini mempunyai sifat pengerjaan mudah, sehingga banyak diminati untuk digunakan sebagai bahan konstruksi maupun bahan meibel-furnitur.
0 komentar

Sokola Rimba, Sebuah Potret Kekuatan Perempuan Bangkitkan Anak Rimba

Diposting oleh Maysatria Label: Lain lain, News
Sokola Rimba, sebuah kisah inspiratif tentang kehidupan anak-anak Rimba dan sebuah kekuatan dari komitmen untuk melakukan perubahan. Sumber: Miles Film

Mulai 21 November 2013 pecinta film di Indonesia dapat menyaksikan film Sokola Rimba berdurasi 90 menit di bioskop. Film ini diangkat dari kisah nyata Saur Marlina “Butet” Manurung yang mengajar anak-anak rimba di hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Kisah itu diterbitkan Butet dalam buku berjudul Sokola Rimba.
Ketika duet Riri Riza dan Mira Lesmana mengangkatnya ke layar lebar, banyak orang berharap mereka mengulang sukses mengangkat kisah anak-anak Belitong dari novel Laskar Pelangi. Sokola Rimba merupakan film keempat yang mereka adaptasi dari buku, setelah Gie (2005) yang dibuat berdasarkan buku Catatan Seorang Demonstran karya So Hok Gie (1983), serta Laskar Pelangi (2008) dan Sang Pemimpi (2009) dari novel karya Andrea Hirata.
Tokoh Butet diperankan Prisia Nasution. Seperti Laskar Pelangi, Riri kembali melibatkan orang lokal dalam filmnya kali ini. Mereka adalah Nyungsang Bungo, Beindah, dan Nengkabau, serta dibantu sekitar 80 anak rimba yang berasal dari pedalaman hutan Bukit Dua Belas. Meski bukan aktor profesional, Riri mengaku tidak mengalami kesulitan dalam mengarahkan peran mereka.
Sang produser, Mira Lesmana mengatakan film yang memakan waktu 14 hari syuting itu menelan biaya sebesar Rp 4,6 miliar. Selain melibatkan 80 orang kru Orang Rimba, film ini juga melibatkan 35 kru film dari Jakarta, 15 kru dari Jambi. Syuting film 95 persen di Provinsi Jambi yakni di Kabupaten Merangin dan Tebo.
Orang Rimba adalah masyarakat adat yang hidup berkelompok dan berpindah-pindah di pedalaman Jambi. Dengan memegang teguh adat-istiadat, mereka mencoba bertahan meski tanah tempat mereka berdiam tak serimbun dulu. Binatang buruan semakin langka. Orang-orang Rimba hanya bisa menatap ketika satu per satu pohon madu raksasa yang selama ini mereka keramatkan roboh dihajar gergaji mesin.
Segulung kertas berisi surat perjanjian yang kadung diberi cap jempol oleh kepala adat membuat mereka tak berdaya. Surat yang tak pernah mereka ketahui isinya lantaran mereka buta huruf itu jadi tameng bagi orang terang – sebutan bagi orang kota – untuk mengeksploitasi tanah leluhur mereka.

Butet, yang lahir pada 1972, bertekad membuat masyarakat Rimba menjadi pintar supaya tak gampang dibodohi. Tak sekedar membuat mereka melek huruf dan bisa berhitung. Dia juga menyelenggarakan pendidikan yang membuat Orang Rimba bisa “bersuara” dan memberdayakan diri. Tentu itu tak mudah. Bagi Orang Rimba, pendidikan merupakan hal tabu dan melanggar adat mereka. Butet tak pernah menyerah.
Tentu tak semua pengalaman Butet yang kaya warna di bukunya setebal 348 halaman itu divisualkan. Ada keterbatasan durasi. Inti film berpijak pada tokoh Butet dan Nyungsang Bungo, anak Rimba yang tinggal di Hilir Sungai Makekal. Dia adalah remaja cerdas dan serius ingin belajar. Dari Nyungsang inilah konflik dibangun.
Film ini diawali saat Butet, yang telah tiga tahun mengajar anak Rimba di hilir Sungai Makekal Ulu, terserang malaria. Dia pingsan di tepi sungai di tengah belantara dan ditolong seorang anak Rimba dari hilir. Inilah pertemuan awal Butet dan Nyungsang.
Nyungsang diam-diam memperhatikan Butet mengajar. Keinginan kuat untuk bisa membaca dan menulis mendorong Butet memperluas wilayah kerjanya ke hilir Sungai Makekal, tempat tinggal Nyungsang. Muncul masalah. Tidak hanya memanaskan hubungan Butet dengan atasannya. Butet juga mesti berhadapan dengan sikap sinis orang-orang Rimba di hilir yang menentang kehadirannya.
Butet diceritakan sebagai pekerja di Wanaraya, sebuah lembaga konservasi yang memberikan pendidikan alternatif bagi anak rimba. Tanpa disangka, perkelanaan Butet di tengah rimba itu berkembang menjadi tak sebatas kewajiban semata. Dia malah menjadi ‘abdi’ bagi ratusan anak rimba.
Dalam sebuah adegan tergambar ketegangan pecah. Menggetarkan wilayah rombong (kelompok) Tumenggung (tetua) Belaman Badai. Nyungsang bergegas menyongsong susudungan (pondok kecil) di jantung hutan Bukit Dua Belas, Jambi. Dengan wajah gusar, ia meluapkan kemarahan. ”Ke mano Bu Guru Butet pegi? Akeh ndok bolajor pado Bu Guru,” ujar Nyungsang meradang.
Anggota Orang Rimba yang masih remaja ini tidak bisa merima sikap Tumenggung Badai yang mengusir secara halus sang ibu guru. Dalam adat Orang Rimba, belajar atau sokola adalah pantangan. Mereka yakin, sokola akan mendatangkan bala, kutukan, bahkan kematian.
Bungo lari dari rombong-nya. Diam-diam ia menyusuri hutan demi ikut sokola. Di tangannya sudah ada pensil dan buku. Tapi masih saja ia ragu mengutarakan niat ingin belajar. Tekadnya itu dipantang oleh hukum adat. ”Bungo, ayo bolajor,” suara lirih Guru Butet mengajaknya bergabung belajar bersama anak rimba lainnya. Butet sadar dilema dalam diri Bungo yang terlanjur mencintai sokola, tapi juga terlahir untuk mencintai adat, kaum, dan tanah pusakanya.
Potret kehidupan Orang Rimba tersaji apik dalam film ini. Mulai dari kondisi hutan Orang Rimba yang dikepung kelapa sawit, gelondongan-gelondongan kayu bergelimpangan di sana-sini, hasil buruan yang makin berkurang seiring dengan masifnya pembabatan hutan, sampai pada transaksi ekonomi di pasar yang kerap menipu orang-orang rimba.
Riri mengungkapkan, agar bisa mendapat gambaran utuh tentang kehidupan Orang Rimba, ia dan timnya riset turun ke lapangan sebelum memulai rangkaian proses pengambilan gambar. Mereka tinggal berhari-hari di dalam hutan, merasakan hidup bersama Orang Rimba. Mira Lesmana, produser Sokola Rimba, mengaku sudah lama mengenal dan kagum pada sosok Butet Manurung. ”Ada perempuan yang mau tinggalkan kehidupannya di kota demi mengajar Suku Anak Dalam,” katanya.
Berbeda dengan novel Laskar Pelangi, buku Sokola Rimba bukanlah fiksi, yang semua adegan dan deskripsinya sudah tersaji. Dramatisasi juga tidak ada. Artinya Riri mesti membuat sendiri pengadeganannya agar muncul cerita. Di banyak tempat, Prisia Nasution yang memerankan Butet terdengar “berceramah”, menarasikan apa yang seharusnya diadegankan.
Pada tayangan premier 21 November 2013 lalu, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) memborong 700 tiket empat teater bioskop 21 WTC, Jambi. Hasan Basri, Riri Riza, Butet Manurung, Prisia Nasution bersama kru film Sokola serta 568 siswa SD dan SMP yang ada di Kota Jambi cukup antusias menonton bareng.
Kepala Biro Humas Pemprov Jambi, Rahmad Hidayat berpendapat menonton Sokola Rimba seperti menonton film dokumenter National Geographic. Namun kata Rahmad, bagaimanapun juga film sarat pesan dan dapat memberi gambaran secara utuh kehidupan sehari-hari Orang Rimba. “Pak Gubernur juga bilang bahwa belajar itu bisa di mana saja dan kapan saja, termasuk di hutan. Ayo generasi muda rajinlah belajar. Film ini jelas memotivasi kita,” kata Rahmad kepada Mongabay Indonesia.
Sebagai sebuah film cerita, Sokola Rimba memang memasukkan tokoh rekaan dan dramatisasi. Tapi itu tak membuat Riri menghilangkan narasi. Dia mungkin punya alasan lain. Dengan membuatnya seperti film dokumenter, kita justru bisa melihat kehidupan anak Rimba yang natural. Misalnya cara mereka bicara, berpakaian, berburu, dan berhubungan dengan orang lain, hingga ritual adat. Apa yang mereka ungkapkan dalam film terasa betul murni dari hati.
Butet sampai mendidik Orang Rimba itu karena bekerja untuk Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi sejak 1999 hingga 2003. Setelah Butet resign, dia mendirikan SOKOLA RIMBA – sebuah lembaga yang concern di bidang pendidikan dan belakangan menyebar hingga ke Makasar, Aceh, Papua, dan Kupang.
Sayang pihak KKI Warsi belum satu orang pun yang menonton film Sokola Rimba sehingga belum bisa berkomentar atas film itu. “Saya belum tahu jika film itu sudah beredar. Bagaimanapun karya seni harus diapreasiasi. Karya seni ya karya seni,” kata Rakhmat Hidayat, Direktur KKI WARSI kepada Mongabay Indonesia.
Dewi, seorang guru yang ikut nonton bareng juga berkata bahwa film tersebut sangat bagus dan mendidik serta banyak pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik. “Filmnya luar bisa bagus. Yang paling berkesan yaitu seorang guru yang mengajar anak Rimba yang awalnya sama sekali tidak mengenal baca tulis. Akhirnya mereka bisa membaca dan menulis. Itu pesan penting bagi kalangan guru agar tanpa pamrih mendidik anak muridnya,” kata guru SMP ini.
Beindah dan Nengkabau mampu mencuri perhatian penonton lewat tingkah polahnya yang mengundang tawa. Terlebih umpatan mereka,”rajo penyakit” dan “melawon”. Seusai menonton, para siswa masih saja tertawa teringat dengan dua kata tersebut.

Source : link
0 komentar

Penanaman Kembali Hutan Mangrove Akan Tekan Dampak Badai Tropis di Indonesia

Diposting oleh Maysatria Label: News
Wajah angkasa dari hutan mangrove yang masih baik di pulau Kalimantan.  Foto: Rhett Butler

Wajah angkasa dari hutan mangrove yang masih baik di pulau Kalimantan. Foto: Rhett Butler

Penanaman kembali kawasan mangrove di Asia Tenggara memiliki nilai yang sangat penting untuk mencegah dampak mematikan dari serangan badai tropis seperti yang kini tengah terjadi di Filipina dan bencana tsunami yang menghantam pesisir Aceh bulan Desember 2004 silam. Penanaman kembali mangrove di wilayah Samar bagian utara, sekitar 160 kilometer dari kota Tacloban yang kini hancur lebur dihantam badai tropis, telah membantu menekan dampak kerusakan serangan badai tanggal 8 November 2013 silam, menurut keterangan dari Trowel Development Foundation yang melakukan penanaman ini.
Sementara di Sumatera, dimana tsunami sudah menelan 170.000 korban jiwa, sejumlah perusahaan seperti Danone dan Credit Agricole SA yang sudah berinvestasi sebesar 4 juta dollar sebagai karbon offset di Aceh, telah melakukan kembali penanaman mangrove.
Pohon-pohon yang hidup di hutan mangrove mampu menyerap karbon dioksida untuk menekan laju perubahan iklim dan melindungi kawasan pesisir dari gelombang besar yang mengikuti badai tropis, seperti yang terjadi di Filipina dan memakan mengakibatkan 3.900 orang tewas. Bencana di Filipina ini, menjadi salah satu topik bahasan yang penting, seperti yang dilansir oleh harian Australia,  Sidney Morning Herald.
Hutan mangrove, adalah benteng terbaik mencegah abrasi laut yang parah. Kehilangan hutan mangrove, maka daratan akan tergerus dan jutaan ton kandungan karbon akan lepas ke udara. Foto: Aji Wihardandi
Hutan mangrove, adalah benteng terbaik mencegah abrasi laut yang parah. Kehilangan hutan mangrove, maka daratan akan tergerus dan jutaan ton kandungan karbon akan lepas ke udara. Foto: Aji Wihardandi
“JIka kita melindungi hutan mangrove dari penebangan liar dan jika kita tidak menanami wilayah di sekitar pertambakan ikan dengan tanaman-tanaman hutan mangrove, maka badai tropis berkekuatan tinggi sudah menghancurkan semuanya,” ungkap Leonardo Rosario, seorang konsultan pembangunan di proyek Samar bagian utara ini, seperti dilansir oleh Sidney Morning Herald.
Kehancuran kota Tacloban yang mengalami penderitaan paling parah akibat badai tropis dseibabkan karena wilayah ini sangat terbuka tanpa perlindungan hutan mangrove yang menjadi tameng alami. “Badai tropis menghancurkan smeuanya karena tidak ada hutan mangrove yang mampu memperlambat kecepatannya dan menekan kekuatannya,” ungkapnya lebih lanjut. “Saya berharap sekarang pemerintah menyadari pentingnya hutan mangrove untuk melindungi keberadaan manusia, dan kehidupan di wilayah pesisir.”
Hutan mangrove di Filipina hilang sebanyak 1 persen setiap tahunnya, ungkap pakar kehutanan di CIFOR Bogor, Daniel Murdiyarso kepada Sidney Morning Herald. Hutan mangrove di pesisir akan membantu kawasan pesisir untuk menghadapi kenaikan permukaan laut dengan meningkatkan sedimentasi. Pohon-pohon di hutan mangrove beradaptasi terhadap kenaikan permukaan air dengan tumbuhnya akar beberapa beberapa sentimeter di atas permukaan tanah.
Hutan mangrove di belakang SMA 8 Balikpapan. Indah, teduh, hijau dan nyaman. Foto: Aji Wihardandi
Hutan mangrove di belakang SMA 8 Balikpapan. Indah, teduh, hijau dan nyaman. Foto: Aji Wihardandi
Sementara, belajar dari kasus tsunami yang terjadi di Aceh yang telah membunuh ratusan ribu orang yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, menunjukkan bahwa 30 pohon di pesisir setiap seratus meter persegi akan menekan gelombang tsunami sebanyak 90%, menurut sebuah laporan yang dirilis pada tahun 2005 di jurnal ilmiah Science.
Proyek di Aceh yang diinisiasi oleh lembaga Yagasu yang berbasis di Medan akan merestorasi lahan mangrove di pesisir utara Pulau Sumatera seluas 5.000 hektar. Program ini akan membantu mengembangkan metodologi untuk program bagi sejumlah perusahaan di Indonesia untuk membeli kredit karbon untuk program menekan emisi gas rumah kaca, ungkap Bambang Suprayogi pendiri Yagasu dalam wawancara dengan harian Australia ini 18 November silam.
Delegasi Indonesia dan Filipina adalah dua diantara 200 negara yang menghadiri pertemuan COP di Warsawa, Polandia pekan ini. Indonesia, negara terbesar di Asia Tenggara tidak memiliki kewajiban apapun di bawah Protokol Kyoto tahun 1997 yang mengharuskan negara-negara berkembang menjadi tempat bagi proyek untuk mereduksi emisi gas rumah kaca dan memperolah insentif melalui kredit karbon yang dihasilkan oleh negara-negara maju.
Sementara, negara seperti Amerika Serikat tidak pernah menandatangani Protokol Kyoto, dan negara-negara seperti Jepang, Rusia, Kanada dan Selandia Baru sudah menyatakan tidak memperpanjang komitmen mereka melalui Protokol Kyoto. PBB sendiri belum menyatakan bagaimana kredit karbon dari proyek-proyek reforestasi atau penghutanan kembali ini akan dilakukan secara teknis.

Klik pada gambar untuk memperbesar
Lembaga Yagasu melalui proyek mereka di pantai utara Sumatera ini berharap bisa menyelamatkan 9 juta ton karbon dalam proyek sepanjang 20 tahun ini. Kendati proyek ini sudah didaftarkan untuk validasi di PBB, lembaga ini berharap bahwa sebagian besar kredit karbon ini akan terjual melalui program penekanan emisi karbon secara sukarela untuk menghindari lamanya proses validasi di PBB dan ketidapastian proses persetujuan di lembaga antara-negara dunia tersebut.
Saat ini Indonesia memiliki 141 proyek yang telah disetujui untuk menekan emisi karbon sebanyak 249 juta ton, dan saat ini Indonesia tengah mendesain program dan metodologi mereka sendiri seperti diungkapkan oleh penasihat presiden bidang perubahan iklim, Agus Purnomo. Rencana nasional ini akan bergantung pada pembelian karbon offset secara sukarela oleh perusahaan-perusahaan yang ada di tanah air.
“Sebagian besar investor di Yagasu adalah pihak perusahaan dan akan menggunakan kredit karbon tersebut sebagai offset mereka dalam proyek perusahaan menekan emisi karbon,” ungkap kepala Komunikasi eksternal Danone di Paris, Charlotte Pasternak.
Hal ini menjadi penting mengingat laju deforestasi di Indonesia justru meningkat berdasarkan analisis peta global terhadap perubahan tutupan hutan di Indonesia, yaitu sebanyak 20.000 kilometer persegi per tahun di tahun 2011 dan 2012. Angka ini empat kali lebih besar daripada angka yang dirilis oleh pemerintah RI melalui Departemen Kehutanan RI yaitu sebanyak 450.000 hektar atau 4.500 kilometer persegi  di periode yang sama.
Data luasan mangrove di Indonesia. Tabel: http://mbojo.wordpress.com/2009/01/01/hutan-mangrove-dan-luasannya-di-indonesia/
Data luasan mangrove di Indonesia. Tabel: http://mbojo.wordpress.com/2009/01/01/hutan-mangrove-dan-luasannya-di-indonesia/
Secara global, Indonesia meruapakan negara yang kehilangan luasan hutan terbesar, ungkap laporan tersebut. Total emisi karbon di Indonesia mencapai 2,9 juta ton karbon ekuivalen dengan proyeksi tahun 2020 di bawah skema business as usual, ungkap Agus Purnomo.  Sementara Kementrian Lingkungan Hidup RI memaparkan bahwa emisi karbon Indonesia adalah 1,79 juta ton di tahun 2005, dengan 63% emisi berasal dari alihfungsi lahan, sektor kehutanan dan kebakaran lahan gambut. Sementara Bank Dunia merilis angka 3 juta ton emisi karbon Indonesia, di tahun yang sama.
Sebagian besar kawasan mangrove Indonesia, kini sudah berubah menjadi tambak udang dan menjadi kawasan pertanian, namun dengan ditinggalkannya pertambakan udang di sejumlah tempat maka proses penanaman kembali kini bisa dilakukan.
Pantai utara Sumatera memiliki 200.000 hektar hutan mangrove di tahun 1987 dan kini tersisa 83.000 hektar, menurut data Livelihood, sebuah organisasi yang fokus pada ekosistem pedesaan yang berkelanjutan yang menjadi bagian dari proyek yang dilakukan oleh lembaga Yagasu.

Source : link
0 komentar

Foto: Kisah Keunikan Si Ikan Badut dan Anemon Perairan Indonesia

Diposting oleh Maysatria Label: Flora dan Fauna, News
Clown fish dan anemon. Foto: Wisuda

                                               Clown fish dan anemon. Foto: Wisuda

Menyebut anemon, ingatan kita mungkin akan melayang mengingat ikan badut atau sering disebut clown fish yang hidup di sela-sela ribuan anemon. Bahkan industri film hollywood, sampai membuat film bertema ikan bergaris-garis merah putih ini dalam film “Finding Nemo” yang terkenal itu. Keduanya, memang seperti tidak terpisahkan.
Anemon sendiri,  memang sekilas terlihat seperti tumbuhan, tapi jika diamati lebih jauh, anemon laut merupakan jenis hewan dari keluarga Anthozoa. Bentuk tubuh anemon yang seperti bunga,membuatnya juga disebut sebagai mawar laut. Lipatan yang bundar di antara badan dan keping mulut membagi binatang ini kedalam kapitulum di bagian atas dan scapus bagian bawah. Di antara lengkungan seperti leher (collar) dan dasar dari kapitulum terdapat “fossa”. Kepingmulut bentuknya datar, melingkar, kadang-kadang mengkerut, dan dilengkapi dengan tentakel kecuali pada jenis limnactinia keping mulut tidak dilengkapi dengan  tentakel. Beberapa anemon laut dapat bergerak seperti siput, bergerak secara perlahan dengan cara menempel. .Sebagian besar anemon laut memiliki sel penyengat yang berguna untuk melindungi dirinya dari predator.
Anemon . Foto: Wisuda
Ikan badut yang bersembunyi diantara anemon . Foto: Wisuda
Dan sel penyengat inilah yang dimanfaatkan oleh beberapa mahluk hidup untuk melindungi diri mereka dari para predator. Pada umumnya anemon sendiri dapat dijumpai di daerah terumbu karang yang dangkal, di goba atau di lereng terumbu tapi ada juga yang hidup di tepian padanglamun, tetapi tidak sedikit pula yang memilih tinggal di pasir. Bahkan Carlgren (1956) dalam penelitiannya menemukan beberapa jenis dari anemon yang hidup di kedalaman 6000 meter dan bahkan lebih dari 10.000 meter. Anemon jarang dijumpai pada daerah terumbu karang yang persentase tutupan karang batunya tinggi.
Ada lebih dari 1000 jenis anemon yang tersebar di seluruh dunia, yang diantaranya juga banyak terdapat di perairan Indonesia.
Foto: Wisuda
Pink anemon. Foto: Wisuda
Tentakel anemon mengeluarkan lendir yang melindungi diri dari sengatan antar tentakelnya. Dan lendir inilah yang juga digunakan oleh ikan badut untuk melindungi dirinya dari sengatan si anemon. Ikan badut, mempunyai cara agar kebal terhadap racun anemon. Yaitu dengan melumasi tubuhnya dengan lendir yang ada di tentakel anemon.
Antara anemon dan ikan badut, atau disebut juga ikan giru, terjalin hubungan symbiosis mutualisme, yaitu saling menguntungkan.ikan badut akan mengusir para predator anemon seperti ikan kupu-kupu, ketika hendak memangsa anemon, selain juga membersihkan sisa makanan dan  parasit dari anemon dengan memakannya. Demikian juga sebaliknya, anemon adalah rumah yang sangat aman bagi ikan badut, karena sengatan tentakelnya.
Ikan Badut, Jumlahnya Terus Berkurang di Habitat Asli
Ikan badut adalah ikan dari anak suku Amphiprioninae dalam suku Pomacentridae. Ada dua puluh delapan yang biasa dikenali, salah satunya adalah genus Premnas, sementara sisanya termasuk dalam genus Amphiprion.Mereka tersebar di lautan Pasifik, Laut Merah, lautan India, dan karang besar Australia. Spesies terbesar mencapai panjang 18 cm, sementara yang terkecil hanya 6 cm. Pada saat menetas, semua ikan badut adalah jantan. Dan ketika si betina, yang hanya ada satu di setiap anemonnya, mati, maka jantan terbesar akan merubah kelaminnya menjadi betina.
Bubble anemon. Foto: Wisuda
Bubble anemon. Foto: Wisuda
Selain ikan-ikan besar, ikan badut juga mempunyai musuh kecil yang tidak berbahayanya. Musuh itu berupa crustacea kecil yang menjadi parasit bagi ikan badut. Mereka tinggal di dalam tubuh ikan badut dan menghisap nutrisi si ikan badut, sampai akhirnya lemas dan kemudian mati.
Dewasa ini, ikan badut mulai banyak dicari orang untuk dijadikan binatang peliharaan. Beberapa penelitian dan budidaya sudah dilakukan terhadap ikan badut. Tetapi  walaupun begitu, kuota penangkapan di alam liarnya belum dijangkau oleh regulasi yang khusus, memang saat ini jumlahnya di alam masih sangat melimpah, tapi perlu juga dipikirkan keberlangsungannya, agar hewan lucu ini tidak menghilang dan langka. Selain juga agar ekosistem di laut tetap terjaga dan lestari.
Pink anemon. Foto: Wisuda
Pink anemon. Foto: Wisuda

source : link
0 komentar

Komodo Ternyata Juga Hidup di Daratan Flores Bagian Barat

Diposting oleh Maysatria Label: Flora dan Fauna, Konservasi, News
Komodo (varanus komodoensis) ditemukan di l

Komodo (varanus komodoensis) ditemukan di luar Taman Nasional Komodo. Foto: Burung Indonesia

Salah satu satwa khas Indonesia, Varanus komodoensis atau yang kita kenal dengan komodo, ternyata memiliki penyebaran yang lebih luas di sekitar Nusa Tenggara Timur. Satwa ini, berdasarkan survey yang dilakukan oleh Burung Indonesia, tidak hanya terdapat di Taman Nasional Komodo yang  meliputi Pulau Rinca dan Pulau Padar, Manggarai Barat, NTT. Berdasarkan hasil rekam kamera jebak (camera trap) yang direkam oleh tim survey, satwa ini berhasil ditemukan juga di Pulau Flores, yaitu di Cagar Alam Wae Wuul, Kabupaten Manggarai Barat, serta Cagar Alam Wolotadho dan Cagar Alam Riung di Pulau Ontoloe, Riung, Kabupaten Ngada.
Sebelumnya, keberadaan komodo di pulau lainnya ini masih menimbulkan perdebatan, karena keberadaan reptil besar di pulau lainnya ini hanya dianggap sebagai jenis biawak besar dan berbeda dengan komodo. Namun dari survey yang digelar mulai bulan Juni hingga September 2013 ini, berhasil menyimpulkan keberadaan komodo di dua lokasi lainnya tersebut.
Kamera jebak berhasil menangkap keberadaan komodo di dua lokasi di luar TN Komodo. Foto: Burung Indonesia
Kamera jebak berhasil menangkap keberadaan komodo di dua lokasi di luar TN Komodo. Foto: Burung Indonesia
Survei yang dilakukan di Golo Mori, Kecamatan Komodo, 30 Juni hingga 3 Juli 2013, dan di Tanjung Kerita Mese, Kecamatan Lembor Selatan, Manggarai Barat ini dilakukan pada tanggal 24 hingga 27 September 2013, menggunakan 7 unit kamera jebak yang diikat di pohon dan disebar secara acak teratur dengan jarak kurang lebih 500 meter. Kamera ini diaktifkan selama tiga hari untuk mendapatkan enam sesi pengulangan pada pagi dan sore hari.
Golo Mori dan Tanjung Kerita Mese adalah bagian dari bentang alam Mbeliling, yang meliputi kawasan di sekitar hutan Mbeliling dan Sesok, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. “Temuan ini mempertegas bahwa bentang alam Mbeliling adalah habitat penting bagi keanekaragaman hayati”, demikian Tim Leader Burung Indonesia Program Mbeliling, Tiburtius Hani.
Foto: Burung Indonesia
Golo Mori dan Tanjung Kerita Mese merupakan habitat penting bagi komodo dan 4 jenis burung endemik dan terancam punah di Indonesia. Foto: Burung Indonesia
Bentang alam Mbeliling (BAM) mempunyai peran yang sangat penting sebagai tempat hidup beragam kekayaan hayati yang khas dan unik. Selain keberadaan komodo, kawasan ini juga menjadi habitat bagi empat spesies burung endemik dan terancam punah, serta beberapa jenis tumbuhan langka. Badan dunia FAO/UNDP mengusulkan kawasan Mbeliling sebagai suaka margasatwa karena nilai flora, fauna, dan perlindungan hidrologisnya. Departemen Kehutanan pun telah menetapkan hutan Mbeliling sebagai hutan lindung.
Lokasi survey keberadaan komodo. Foto: Burung Indonesia. silakan klik untuk memperbesar peta

source : link
0 komentar

Temuan Peta Hutan Google: Laju Deforestasi Meningkat di Indonesia

Diposting oleh Maysatria Label: News

Hilangnya hutan di Indonesia telah meningkat tajam selama 12 tahun terakhir, demikian laporan sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Jurnal Science.
Penelitian yang dipimpin oleh Matt Hansen dari University of Maryland, menemukan bahwa Indonesia kehilangan 15,8 juta hektar antara tahun 2000 dan 2012, peringkat kelima di belakang Rusia, Brasil, Amerika Serikat, dan Kanada dalam hal hilangnya hutan. Adapun sekitar 7 juta hektar hutan ditanam selama periode tersebut.
Namun dari lima negara hutan di atas, berdasarkan persentase, maka Indonesia berada di peringkat pertama dari laju kehilangan hutan yaitu 8,4 persen. Sebagai perbandingan, Brasil hanya kehilangan separuh dari proporsi tersebut.
Dari 98 persen kehilangan hutan di Indonesia, deforestasi terjadi di wilayah hutan berkerapatan tinggi yang ada di Sumatera dan Kalimantan, lokasi dimana konversi akibat hutan tanaman industri dan perkebunan sawit berkembang amat marak selama 20 tahun terakhir. Propinsi Riau adalah yang tertinggi, seperti yang dirilis oleh para peneliti dalam animasi sebagai berikut:
Deforestasi juga meningkat di Indonesia.  Pada tahun 2011/2012 tingkat kehilangan hutan mencapai level tertinggi sejak akhir tahun 1990-an meskipun pemerintah telah mengeluarkan larangan jeda tebang (moratorium) untuk kawasan 65 juta hektar kawasan hutan primer, lahan gambut, dan hutan lindung. Data menunjukkan moratorium kehutanan, yang dilaksanakan sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, mungkin gagal seperti tujuan semula yang diharapkan.
Hasil penelitian yang dirilis ini sangat bertolak belakang dengan angka yang dirilis pada awal tahun ini oleh Kementerian Kehutanan Indonesia, yang mengklaim bahwa deforestasi tahunan telah jauh menurun sejak 2005/2006. Angka tersebut dapat terjadi karena perbedaan perhitungan metodologis.
Kementerian Kehutanan mengabaikan estimasi deforestasi di lahan di luar wilayah kawasan hutan dan tidak memasukkan konversi hutan alam menjadi hutan tanaman industri, yang tetap diangap oleh Kementerian Kehutanan dalam klasifikasi wilayah “hutan.”
Data baru, yang didasarkan pada hasil render 650.000 gambar citra NASA Landsat oleh Google Earth Engine, melalui model komputasi awan, diterbitkan sebagai database komprehensif peta hutan global interaktif. Data ini tersedia sebagai konten gratis di http://earthenginepartners.appspot.com/science-2013-global-forest
Hansen, yang telah menerbitkan sejumlah makalah tentang deforestasi, mengatakan ia berharap peta dapat membantu negara-negara untuk mengembangkan kebijakan yang lebih baik untuk mengurangi hilangnya hutan.
“Ini adalah upaya pertama untuk menyediakan peta perubahan hutan yang konsisten baik secara global maupun untuk tingkat lokal,” demikian Hansen dalam sebuah pernyataannya.  “Brasil menggunakan data Landsat untuk mendokumentasikan laju deforestasinya, juga menggunakan informasi ini dalam perumusan kebijakan dan implementasinya. Mereka juga berbagi data ini, sehingga memungkinkan pihak lain untuk menilai dan mengkonfirmasi keberhasilan mereka. ”
“Sebelumnya data-data tersebut belum tersedia untuk umum untuk bagian lain dunia. Sekarang dengan pemetaan global ini kami dapat memberikan informasi tentang perubahan hutan dimana setiap negara dapat memiliki akses ke informasi ini, baik untuk negara mereka sendiri maupun untuk seluruh dunia.”

CITATION:
Matt Hansen et al. High-Resolution Global Maps of 21st-Century Forest Cover Change. SCIENCE VOL 342 15 NOVEMBER 2013

source : link
0 komentar

Sponsored

  • banners
  • banners
  • banners
  • banners

Kategori

  • Flora dan Fauna (128)
  • Forestry (312)
  • Mangrove (82)

Archive

  • ►  2015 (20)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (17)
  • ►  2014 (43)
    • ►  Agustus (13)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (8)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (7)
  • ▼  2013 (309)
    • ►  Desember (14)
    • ▼  November (97)
      • Flamboyan (Delonix regia)
      • Mengenal Jenis dan Ciri Kayu Yang Sering Digunakan...
      • Sokola Rimba, Sebuah Potret Kekuatan Perempuan Ban...
      • Penanaman Kembali Hutan Mangrove Akan Tekan Dampak...
      • Foto: Kisah Keunikan Si Ikan Badut dan Anemon Pera...
      • Komodo Ternyata Juga Hidup di Daratan Flores Bagia...
      • Temuan Peta Hutan Google: Laju Deforestasi Meningk...
      • Spesies Baru Ikan Flasher Wrasse Ditemukan di Nusa...
      • Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran T...
      • Kisah Kearifan Lokal Desa Les Melestarikan Terumbu...
      • Buah Nona (Annona reticulata L.)
      • Sirsak (Annona muricata L.)
      • Asam Keranji (Dialium indum L.)
      • Rukam (Flacourtia rukam Zoll.& Mor.)
      • Uyung (Schefflera octophylla (Lour.) Harms)
      • Menzai/Buah Kanis (Carallia brachiata (Lour.) Merr.)
      • Bintangur (Calophyllum soulattri Burman f., Fl.)
      • Medang (Blumeodendron kurzii (Hook.f.) J.J.Sm.)
      • Beriang (Ploiarium alternifolium (Vahl) Melchior)
      • Ketepeng (Smilax macrocarpa BL.)
      • Kayu Pahit (Quassia indica (Gaertn.) Nooteboom)
      • Ki Beusi (Rhodamnia cinerea Jack.)
      • Kayu Ara (Ficus aurata (Miq.) Miq)
      • Buah Pasat (Heynea trijuga Sims)
      • Ki Cankuda (Fagraea racemosa Jack ex Wall.)
      • Bengkinang (Elaeocarpus glaber Bl.)
      • Sawo hutan (Diospyros macrophylla Bl,)
      • Simpur Air (Dillenia suffruticosa Griff. ex Hook)
      • Cnestis platantha
      • Merambung (Vernonia arborea Schreb. Ham.)
      • Buku-Buku (Licania splendens (Korth.))
      • Bongang/Kayu gegah (Tabernaemontana macrocarpa Jack,)
      • Ampunjit (Neouvaria foetida (Maing. Hook.f. & Thom...
      • Mareme (Glochidion arborescens Blume)
      • Kanyere Badak (Bridelia glauca Blume )
      • Menteng Utan (Baccaurea lanceolata (Miq.) Mull.Arg...
      • Tutup Putih (Mallotus paniculatus (Lam.) Mull.Arg,)
      • Mara (Macaranga tanarius (L.) Mull.Arg, Di DC
      • Macaranga trichocarpa (Reichb.f & Inch..) Mull.Arg...
      • Kareumbi Homalanthus populneus (Giesel.) Pax)
      • Sili-silihan (Deeringia amaranthoides (Lam.) Merr.)
      • Canar (Smilax leucophylla)
      • Aur-aur (Commelina nudiflora L.)
      • Gewor (Commelina benghalensis L.)
      • Pinang (Areca catechu L.)
      • Meniran (Phyllanthus niruri L.)
      • Cecendet (Physalis minima Linn)
      • Pungpulutan (Urena lobata L.)
      • Sembung (Blumea balsamifera [L.] DC.)
      • Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack.)
      • Ilalang (Imperata cylindrica (L.) Beauv.)
      • Beluntas (Pluchea indica (L.) Less.)
      • Laban (Vitex pinnata.)
      • Kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd)
      • Bandotan (Ageratum conyzoides L.)
      • Sirih (Piper betle)
      • Kirinyuh (Eupatorium inulifolium Kunth.)
      • Kamboja Putih (Plumeria alba )
      • Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl)
      • Daun Kentut (Paederia scandens )
      • Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
      • Trenggulun (Protium javanicum Burm.)
      • Pilang (Acacia leucophloea Willd.)
      • Ketapang Hutan (Terminalia copelandii Elmer)
      • Kluwak (Pangium edule Reinw)
      • Petanang (Dryobalanops oblongifolia Dyer.)
      • Gandaria (Bouea macrophylla Griff.)
      • Kayu Semidra (Acronychia pedunculata (L.) Miq.)
      • Pohon Saeh (Broussonetia papyrifera (L.) Vent.)
      • Congkok (Curculigo cavitulata Gaertn.)
      • Paku Rawa (Ceratopteris thalictroides Brongn.
      • Paku Laut (Acrostichum aureum L)
      • Paku Simbar Layangan (Drynaria sparsisora Moore )
      • Paku Leyat (Phymatodes longissima (Bl.) J.Sm )
      • Paku Udang (Stenochlaena palustris Bedd.)
      • Semanggi (Marsilea crenata Presl)
      • Paku Sayur (Diplazium esculentum Swartz)
      • Paku Harupat (Nephrolepis bisserata (Sw.) Schott)
      • Paku Hata (Lygodium circinatum (Burm.) Sw.
      • Teratai Besar (Nelumbium nelumbo Linn.)
      • Bambu (Bambusa vulgaris Schrad. ex J.C.)
      • Rotan (Daemonorops longipes (Griff.) Mart. )
      • Rasamala (Altingia excelsa Noronha)
      • Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban)
      • Nangsi (Villebrunea rubescens BL)
      • Getah Ara (Ficus fistulosa REINW.)
      • Penelitian: Kucing Liar Langka Endemik Kalimantan ...
      • Bumblebee Shrimp Yang Semakin Langka
      • Penelitian: Pemanasan Global Bisa Mengubah Pola Hu...
      • Bunga Bangkai Raksasa Mekar di Desa Ranggitgit, De...
      • Pohon Ki Hujan/Trembesi (Samanea saman)
      • Jabon (Anthocephalus cadamba)
      • kayu Putat (Planchonia valida Bl.)
      • Pulai (Alstonia scholaris)
      • Perbedaan Tanaman C3, C4 dan CAM
      • Meranti merah (Shorea leprosula)
      • Mahoni (Swietenia macrophylla)
    • ►  Oktober (28)
    • ►  September (36)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Juli (20)
    • ►  Juni (19)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (20)
    • ►  Februari (19)
    • ►  Januari (25)
  • ►  2012 (97)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (25)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (15)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (19)
    • ►  Januari (16)
  • ►  2011 (323)
    • ►  Desember (52)
    • ►  November (27)
    • ►  Oktober (12)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (16)
    • ►  Maret (24)
    • ►  Februari (122)
    • ►  Januari (44)
  • ►  2010 (105)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (22)
    • ►  Agustus (79)

_______________

_______________

 

© My Private Blog
designed by Website Templates | Bloggerized by Yamato Maysatria |