Kalau kita berbicara mengenai ”cendana” siapa sih yang tidak tau ”cendana” setiap orang pasti sudah tau mengenai cendana. Tetapi melihat situasi perkembangan zaman yang serba canggih ini mungkin di antara kita semua ada yang tidak tau mengenai “cendana”.
Dalam sejarah “cendana” sudah mulai di perdagangkan sejak abad ke-3 dan terus berlanjut pada abad ke-4 sampai abad ke-14 masehi.(zaman dimana kita belum lahir). Cendana merupakan tumbuhan asli Indonesia yang ada di NTT. Penyebaran cendana ini pun merata di setiap pulau yang ada di NTT. Di mana-mana ada cendana dan orang-orang pada zaman dulu pun tidak kesulitan mencari cendana. Karena cendana bisa dilihat atau bisa di jumpai di setiap pelosok NTT.
Cendana adalah jenis pohon yang beraroma harum, (harumnya itu bisa membuat orang klepak-klepak kayak cacing kepanasan hehe..) dan harganya mahal. Karena keharumannya itu lho yang membuat NTT terkenal di seluruh penjuru dunia sejak abad ke-4 masehi. Bahkan pada abad ke-14 “cendana” NTT mampu memenuhi catatan para pedagang China. Masyarakat di dunia terutama China dan India pernah menyebut NTT sebagai penghasil cendana yang berkualitas dan istimewa.
Pada zaman penjajahan Belanda “pohon cendana” di NTT di tebang secara besar-besaran untuk di kirim ke Belanda. Sehingga pada saat itu NTT dikenal sebagai penghasil, pengekspor kayu cendana dan minyak cendana terbesar di dunia. Karena NTT merupakan satu-satunya daerah di Indonesia dan satu-satunya daerah di dunia yang mampu mengekspor kayu dan minyak cendana ke berbagai negera di dunia seperti China, Hongkong, Korea, Taiwan, Jepang dan negara-negara Eropa dan Amerika.
Lain dulu lain sekarang. Populasi cendana di NTT mendadak berubah 180 derajat setelah dikeluarkannya Peraturan Daerah (Perda) NTT Nomor 16 Tahun 1986 Tentang Pengelolaan Cendana. Perda tersebut antara lain menyatakan “POHON CENDANA YANG TUMBUH DI PEKARANGAN RUMAH PENDUDUK ADALAH MILIK PEMERINTAH”. Akibat peraturan konyol inilah masyarakat memilih menebang semua pohon-pohon cendana yang mereka miliki dan di jual dengan harga yang murah.
Cendana yang harum dan wangi merupakan kebanggaan masyarakat NTT pada umum kini sulit di temukan atau di jumpai. Produksi cendana di NTT pada tahun 1980-an masih berkisar 15 ribu ton mulai menurun pada tahun 2000 produksi cendana di NTT hanya berkisar 100 ton dan produksi cendana di NTT terhenti pada tahun 2004 karena sudah habis di tebang dan sudah habis di curi orang untuk di jual.
Pada saat itu juga Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengakui terjadi kesalahan dalam pembuatan “PERDA” tersebut dan pemerintah provinsi NTT mencabut Perda tersebut tahun 2004 dan di ganti dengan Nomor 2 Tahun 1999. Pemerintah telah mencanangkan pengembalian “cendana” sejak tahun 2006 tetapi belum membuahkan hasil.
Upaya jangka panjang pemerintah untuk pengembalian NTT sebagai “gudangnya” cendana dan menjadikan NTT sebagai provinsi “penghasil” cendana terbesar di tanah air seperti sebelum tahun 1990-an bukanlah hal yang mudah. Jangkan melihat pohon cendana yang besar anakan atau bibit cendana saja sulit di jumpai. Bahkan anakan cendana di datangkan dari Gunung Kidul (Yogyakarta) dan Sulawesi.
Ada rasa bangga dan sedih. Bangga karena pada zaman dulu zamannya nenek moyangku Pulau Timor terkenal di seluruh dunia karena “cendana”. Orang datang ke Pulau Timor karena “cendana”. Orang tau dan kenal Pulau Timor karena “cendana” (bangga banget ampe melayang-layang sebagai anak asli Timor).
Sedih karena bibit cendana aja harus di datangkan dari daerah lain. Tidak bisa di bayangkan daerah penghasil cendana terbesar di dunia pada zaman dulu bisa kesulitan bibit atau anakan cendana Punahnya cendana di NTT itu salah siapa? PEMERINTAH ATAU MASYARAKAT? Ya bisa dibilang salah pemerintah, salah masyarakat intinya seluruh masyarakat NTT tanpa terkecuali SEMUANYA SALAH. .SALAH..DAN SALAH.
Source : link
Dalam sejarah “cendana” sudah mulai di perdagangkan sejak abad ke-3 dan terus berlanjut pada abad ke-4 sampai abad ke-14 masehi.(zaman dimana kita belum lahir). Cendana merupakan tumbuhan asli Indonesia yang ada di NTT. Penyebaran cendana ini pun merata di setiap pulau yang ada di NTT. Di mana-mana ada cendana dan orang-orang pada zaman dulu pun tidak kesulitan mencari cendana. Karena cendana bisa dilihat atau bisa di jumpai di setiap pelosok NTT.
Cendana adalah jenis pohon yang beraroma harum, (harumnya itu bisa membuat orang klepak-klepak kayak cacing kepanasan hehe..) dan harganya mahal. Karena keharumannya itu lho yang membuat NTT terkenal di seluruh penjuru dunia sejak abad ke-4 masehi. Bahkan pada abad ke-14 “cendana” NTT mampu memenuhi catatan para pedagang China. Masyarakat di dunia terutama China dan India pernah menyebut NTT sebagai penghasil cendana yang berkualitas dan istimewa.
Pada zaman penjajahan Belanda “pohon cendana” di NTT di tebang secara besar-besaran untuk di kirim ke Belanda. Sehingga pada saat itu NTT dikenal sebagai penghasil, pengekspor kayu cendana dan minyak cendana terbesar di dunia. Karena NTT merupakan satu-satunya daerah di Indonesia dan satu-satunya daerah di dunia yang mampu mengekspor kayu dan minyak cendana ke berbagai negera di dunia seperti China, Hongkong, Korea, Taiwan, Jepang dan negara-negara Eropa dan Amerika.
Lain dulu lain sekarang. Populasi cendana di NTT mendadak berubah 180 derajat setelah dikeluarkannya Peraturan Daerah (Perda) NTT Nomor 16 Tahun 1986 Tentang Pengelolaan Cendana. Perda tersebut antara lain menyatakan “POHON CENDANA YANG TUMBUH DI PEKARANGAN RUMAH PENDUDUK ADALAH MILIK PEMERINTAH”. Akibat peraturan konyol inilah masyarakat memilih menebang semua pohon-pohon cendana yang mereka miliki dan di jual dengan harga yang murah.
Cendana yang harum dan wangi merupakan kebanggaan masyarakat NTT pada umum kini sulit di temukan atau di jumpai. Produksi cendana di NTT pada tahun 1980-an masih berkisar 15 ribu ton mulai menurun pada tahun 2000 produksi cendana di NTT hanya berkisar 100 ton dan produksi cendana di NTT terhenti pada tahun 2004 karena sudah habis di tebang dan sudah habis di curi orang untuk di jual.
Pada saat itu juga Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengakui terjadi kesalahan dalam pembuatan “PERDA” tersebut dan pemerintah provinsi NTT mencabut Perda tersebut tahun 2004 dan di ganti dengan Nomor 2 Tahun 1999. Pemerintah telah mencanangkan pengembalian “cendana” sejak tahun 2006 tetapi belum membuahkan hasil.
Upaya jangka panjang pemerintah untuk pengembalian NTT sebagai “gudangnya” cendana dan menjadikan NTT sebagai provinsi “penghasil” cendana terbesar di tanah air seperti sebelum tahun 1990-an bukanlah hal yang mudah. Jangkan melihat pohon cendana yang besar anakan atau bibit cendana saja sulit di jumpai. Bahkan anakan cendana di datangkan dari Gunung Kidul (Yogyakarta) dan Sulawesi.
Ada rasa bangga dan sedih. Bangga karena pada zaman dulu zamannya nenek moyangku Pulau Timor terkenal di seluruh dunia karena “cendana”. Orang datang ke Pulau Timor karena “cendana”. Orang tau dan kenal Pulau Timor karena “cendana” (bangga banget ampe melayang-layang sebagai anak asli Timor).
Sedih karena bibit cendana aja harus di datangkan dari daerah lain. Tidak bisa di bayangkan daerah penghasil cendana terbesar di dunia pada zaman dulu bisa kesulitan bibit atau anakan cendana Punahnya cendana di NTT itu salah siapa? PEMERINTAH ATAU MASYARAKAT? Ya bisa dibilang salah pemerintah, salah masyarakat intinya seluruh masyarakat NTT tanpa terkecuali SEMUANYA SALAH. .SALAH..DAN SALAH.
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar