Ketika perluasan minyak sawit berlanjut dan menyebabkan deforestasi serta emisi gas rumah kaca besar-besaran, sistem sertifikasi minyak sawit berkesinambungan baru menyelesaikan rapat tahunannya. Saya telah menghadiri pertemuan-pertemuan ini selama beberapa tahun terakhir dan tertarik untuk melihat bagaimana persepsi Greenpeace telah berubah selama tahun-tahun tersebut.
Ada tahun-tahun dimana tak seorangpun ingin bicara atau terlihat memiliki kaitan dengan Greenpeace.
Produsen minyak sawit memiliki ketakutan kalau kami akan mengekspos
praktik buruk mereka dan perusahaan-perusahaan konsumen telah melihat
kami tidak gembira dengan standar hijau RSPO seperti yang sudah-sudah.
Saat minyak sawit bersertifikasi RSPO pertama masuk di pasar pada bulan
November 2008, Greenpeace meluncurkan laporan untuk menunjukan bahwa
perusahaan masih melakukan penebangan hutan dan lahan gambut.
Jadi pendekatan positif yang diambil Greenpeace di pertemuan RSPO baru-baru ini di Singapur sedikit berbeda.
Kami menunjukan kartu penilaian pada produsen minyak sawit untuk
menunjukan benar-benar ada perusahaan-perusahaan di luar sana yang
mengambil langkah yang diperlukan untuk memutuskan hubungan antara
kelapa sawit dan deforestasi.
Sementara beberapa anggota RSPO terus merusak hutan dan lahan gambut,
habitat orang utan terancam penuh, beberapa yang lain memiliki
kebijakan di tempat untuk melindungi hutan. 3 perusahaan teratas dari
Brazil, Papua Nugini dan Indonesia, semua memiliki kebijakan di tempat
yang membuat mereka mengambil komitmen untuk memproduksi minyak sawit
dengan cara yang benar-benar bertanggung jawab.
Greenpeace mengakui bahwa produksi minyak sawit berkelanjutan
benar-benar bukan tugas yang mudah dan mengakui upaya produsen yang
benar-benar berkomitmen untuk mencoba mengubah praktek mereka yang
merusak.
Perusahaan nomor 3 di kartu penilaian kami, Indonesia’s Golden
Agri-Resources (GAR), memberikan Kebijakan Konservasi Hutan mereka
tahun lalu setelah kampanye Greenpeace yang ekstensif. Dengan bantuan
Greenpeace dan Tropical Forest Trust, perusahaan ini telah mengembangkan
sebuah metode untuk membedakan kawasan hutan dari kawasan yang bisa
dikembangkan untuk kelapa sawit tanpa merusak lingkungan atau
mempengaruhi perubahan iklim.
New Britain Palm Oil Ltd. Dari Papua Nugini, nomor dua di daftar kami
melirik pendekatan yang sama, sementara Agropalma dari Brazil produsen
peringkat atas di kartu penilaian kami memiliki kebijakan untuk
menghentikan deforestasi sejak tahun 2001.
Jika perusahaan-perusahaan ini mau mengambil komitmen yang sama atau
bahkan lebih dan jika RSPO juga mengadopsi pendekatan ini, ini dapat
sungguh-sungguh berarti deforestasi kelapa sawit akhirnya akan berhenti.
Tahun ini terbuka kesempatan unik bagi RSPO untuk akhirnya mengambil
langkah – langkah yang diperlukan untuk bergerak menuju sistem
sertifikasi terpercaya - prinsip dan kriteria RSPO tengah ditinjau
kembali.
Terjadi diskusi terus menerus tentang menambah perlindungan penuh
terhadap lahan gambut dan tindakan untuk mengekang emisi gas rumah kaca
dari deforestasi untuk minyak sawit dalam kriteria RSPO.
Sayangnya, sepertinya masih ada oposisi kuat dari produsen, khususnya
perusahaan-perusahaan Malaysia yang ingin ekspansi ke lahan gambut kaya
karbon di Sarawak.
Jika RSPO gagal bergerak menuju standar yang terpercaya,
perusahan-perusahaan konsumen seperti Unilever dan Kraft perlu mengambil
langkah tambahan untuk memastikan mereka tidak membeli minyak sawit
dari deforestasi.
Jadi, ketika Greenpeace menunjukan langkah-langkah yang baik di rapat
RSPO tahun ini, jelas bahwa hanya beberapa perusahaan yang mengambil
langkah-langkah tepat dan ini tidaklah cukup. Khususnya ketika ancaman
baru muncul, pengembangan pertumbuhan minyak sawit dengan beban hutan
alam Afrika.
Contohnya, GAR adalah satu dari investor utama di Golden Veroleum
(Liberia) Inc. (GVL), sebuah perusahaan dengan operasi besar di Liberia.
GVL saat ini menghadapi tuntutan akibat melanggar peraturan RSPO,
membersihkan kawasan tanpa ijin resmi dari masyarakat lokal.
Aktifis hak asasi manusia telah mengajukan pengaduan kepada RSPO dan
RSPO telah menuntut perusahaan ini untuk menghentikan seluruh
operasinya.
Pertanyaannya sekarang apakah GVL akan mendengarkan RSPO dan juga
investornya sendiri. Atau, jika di lingkungan baru dan menantang seperti
Liberia, perjuangan untuk produksi minyak sawit yang bertanggung jawab
harus dimulai lagi.
Kemungkinannya adalah pertemuan RSPO tahun depan Greenpeace akan
terlihat kembali dengan peran lamanya, memperlihatkan bagaimana
perluasan minyak sawit masih menyebabkan deforestasi dan perubahan
iklim.