Protes yang dilakukan para aktivis Save Our Borneo di kawasan PT KHS. Perusahaan ini hadir dengan mencaplok hutan adat dan mulai menebang pohon hutan meskipun tak ada izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan. Foto: SOB
Meskipun putusan Mahkamah Agung sudah keluar 10 Oktober 2012, tetapi Ibrahim Lisaholit bin Husein Lisaholit, manager estate PT Kalimantan Hamparan Sawit, baru masuk bui 26 Agustus 2013.
Setelah mendapat desakan dari elemen masyarakat peduli lingkungan di
Kalimantan Tengah (Kalteng), akhirnya, Jaksa mengeksekusi putusan
Mahkamah Agung (MA). Alhasil, Ibrahim Lisaholit bin Husein Lisaholit,
manager estate PT Kalimantan Hamparan Sawit (KHS) KHS, masuk penjara
pada Senin (26/8/13).
Sebenarnya, putusan MA sudah keluar 10 Oktober 2012. Dalam putusan
perkara No. 1363 K/PID.SUS/2012 itu, Ibrahim dinyatakan terbukti sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup. Ibrahim divonis satu tahun penjara dan denda Rp200
juta. Jika tak mampu membayar denda diganti kurungan selama enam bulan
penjara.
Putusan MA itu menyebutkan, KHS di Manuhing Gunung Mas dinyatakan
lalai menyediakan alat-alat pemadam kebakaran atau sangat minim hingga
terjadi kebakaran lahan 22 hektar selama 15 hari, mulai 31 Agustus
2009. MA juga menyebutkan KHS, sampai saat diputuskan belum mempunyai
IPKH. Padahal sudah ribuan hektar hutan dibuka dan ditanami sawit.
Save Our Borneo, lembaga yang sejak awal mendesak pihak berwenang
segera mengeksekusi Ibrahim setelah putusan MA keluar. Nordin, Direktur
Eksekutif SOB, Selasa (27/8/13) kepada Mongabay, mengatakan, eksekusi Ibrahim ini pelajaran penting ke depan bagi pembakar dan perusak hutan.
Hal penting lagi, dengan fakta berkekuatan hukum tetap ini, sudah
seharusnya pemda segera mencabut izin KHS. Terlebih, perusahaan ini
beroperasi sebelum memiliki izin pelepasan kawasan hutan (IPKH) dari
Kementerian Kehutanan. “Mereka sudah membuka lahan, bahkan sampai hari
ini. Apalagi dalihnya kok dibiarkan terus,” ujar dia.
SOB mendesak, KHS segera ditutup. “Lahan yang merampas milik
masyarakat segera dikembalikan…” Bagi pemerintah daerah—karena
perusahaan baru izin lokasi–, seharusnya malu dan segera memperbaiki
diri. “Pengawasan bukan lemah tetapi memang tidak dilakukan.”
Menurut dia, jika perusahaan semacam ini terus dibiarkan, bukan tak
mungkin pembiaran ini merupakan bagian dari praktik mafia dan kartel
perizinan yang melibatkan banyak pihak termasuk pejabat pemerintah.
Sementara dikutip dari Kaltengpos, 25 Juni 2013, Jaksa
menyebutkan putusan MA yang belum turun sebagai alasan eksekusi belum
dijalankan. Jaja, Kepala Kejaksaan Negeri Kuala Kurun, pada Juni 2013,
mengatakan, hingga saat ini, belum menerima salinan putusan MA, yang
menyatakan KHS lalai dan Ibrahim terbukti bersalah serta divonis satu
tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Untuk itu, dia sudah memerintahkan jaksa menelusuri putusan MA itu.
“Kalau memang sudah ada salinan putusan MA itu, tidak ada alasan bagi
kami tidak mengeksekusi, sesuai amar putusan MA dimaksud.”Untuk melihat putusan Mahkamah Agung terhadap PT KHS bisa lihat di sini
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar