Kawasan Wallacea memuat seluruh Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku, dikenal dengan kekayaan flora dan fauna. Sayangnya, kekayaan alam ini terancam hancur dengan maraknya berbagai aktivitas manusia, termasuk alih fungsi lahan, pembalakan liar, dan eksploitasi tambang. Foto: Burung Indonesia
Konversi lahan menjadi ancaman besar bagi keberlangsunan keragaman hayati di Sulawesi, lebh parah lagi banyak terjadi di hutan lindung. Alih fungsi lahan ini antara lain menjadi pertambangan, pemukiman, maupun tambak.
Hal ini menjadi salah satu point dalam workshop para pemangku
kepentingan Penyusunan Profil Ekosistem Wallacea di Makassar, 24-25
September 2013. Kegiatan ini dilaksanakan Burung Indonesia, Wildlife Conservation Society, BirdLife International, The Samdhana Institue, dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan lautan IPB dan didukung Dana Kemitraan Ekosistem Kritis (CEPF).
Ria Saryanthi, Koordinator Tim Biodiversity Penyusunan Profil
Ekosistem Wallacea, mengatakan, meski banyak isu lingkungan yang
teridentifikasi tetapi alih fungsi lahan yang paling banyak terjadi.
Ironisnya, sejumlah lahan yang teralihfungsi banyak berada di kawasan
hutan lindung, seperti di Barambang Katute, Kabupaten Sinjai Sulawesi
Selatan (Sulsel).
“Beberapa isu lain juga teridentifikasi, seperti illegal logging, illegal fishing,
reklamasi pantai, pengambilan terumbu karang menjadi bahan bangunan dan
penangkapan satwa. Ditemukan juga limbah hasil buangan tambang, seperti
terjadi di Sulawesi Tenggara,” katanya Rabu, (25/9/13).
Selain merangkum berbagai isu lingkungan di sejumlah daerah di
Sulawesi, diskusi ini juga mendapatkan informasi tambahan terkait
spesies langka di Sulawesi, sebagai salah satu kawasan terbesar dari
Wallacea.
Dalam Workshop ini tim berhasil mendapatkan usulan penambahan 50 key biodiversity area (KBA)
baru. Salah satu Hutan Routa terletak di Kecamatan Routa, Kabupaten
Konawe dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, disulkan Balai Konservasi
Sumberdaya Alam Sulawesi Tenggara (BKSDA) dan masyarakat Sultra.
Adhi Andriyamsyah dari BKSDA Sultra, mengatakan, kawasan hutan seluas
kurang lebih 700.000 hektar di perbatasan Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah, dan Sulawesi Tenggara itu menjadi habitat keragaman hayati
terancam punah. Jenis-jenis itu seperti anoa dataran tinggi (Bubalus quarlesi), anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), kayu kalappia (Kalappia celebica), kayu bayam (Intsia bijuga), hada (Macaca ochreata), dan kayu hitam (Diospyros celebica).
Hutan Routa juga menjadi habitat bagi satwa endemik Sulawesi, seperti elang Sulawesi (Nisaetus lanceolatus).
Routa memiliki keunikan lain karena salah satu situs arkeologi asal
usul Suku Tolaki. Namun, daerah penting ini terancam karena mulai
tergusur investasi perkebunan sawit dan tambang. Land clearing kurun 10 tahun terakhir merusak vegetasi dan habitat satwa sekaligus mengancam ketersediaan sumber air bersih warga.
Dengan menjadi KBA, Adhi berharap, kawasan ini bisa mendapat
perhatian CEPF atau pemerintah maupun pemerhati lingkungan. Selain
Routa, ada sejumlah daerah lain yang diusulkan masyarakat Sulawesi
menjadi KBA, antara lain Pulau Wawonii di Sulawesi Tenggara dan Tanakeke
di Sulsel.
Meski demikian, kata Ria, status KBA tak mengubah lokasi menjadi
kawasan konservasi. “Sebenarnya kita tidak berupaya menciptakan kawasan
konservasi baru. Identifikasi KBA salah satu bentuk strategi CEPF untuk
menentukan prioritas dukungan serta menggerakkan para pelaku konservasi
di tingkat lokal, regional, maupun global guna menciptakan visi
konservasi yang sama.” Strategi ini disusun agar bantuan CEPF dapat
memberi dampak paling efektif.
Strategi CEPF, fokus pada konservasi spesies terancam secara global,
kawasan-kawasan prioritas, dan koridor konservasi—daerah yang
menghubungkan habitat-habitat kunci keragaman hayati. CEPF berharap,
bisa memberi sumbangsih pada pengentasan kemiskinan dan pengembangan
ekonomi masyarakat.
Saat ini, Tim biodiversity Penyusunan Profil Ekosistem
Wallacea berhasil mengidentifikasi 293 calon KBA dengan total 13,89-juta
hektar, baik di kawasan konservasi maupun bukan. Dari jumlah itu, 230
area KBA darat dan 63 KBA laut. Sulawesi memiliki KBA terbanyak yaitu
117 disusul Nusa Tenggara dengan 114 KBA termasuk Timor-Leste memiliki
16 KBA darat dan satu KBA laut serta Maluku 62 KBA.
Khusus Sulawesi, wilayah Sulawesi Utara memiliki KBA terbanyak yaitu
30. Di Gorontalo ada delapan KBA, Sulawesi Tengah 22, Sulawesi Barat
tujuh, Sulawesi Selatan 22 dan Sulawesi Tenggara 22 KBA.
Jenis berupa hibah utama Rp400 juta–Rp1, 25 miliar (18 – 24 bulan),
melalui CEPF di Amerika Serikat. Ada juga hibah kecil di bawah Rp200
juta (12 bulan), melalui lembaga pelaksana di tingkat lokal.
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar