skip to main | skip to sidebar

Silva Dream

Konsep Bumi Kita

  • Home
  • Gallery
  • Contact me
  • About Me

Jumat, 13 September 2013

Perlu Kepedulian Bersama Menjaga Mangrove

Diposting oleh Maysatria Label: Mangrove, News
Di Sulsel, dari 214 ribu hektar hutan mangrove tahun 1980-an, tersisa sekitar 20%, atau terdegradasi hingga 80% dalam 30 tahun terakhir. Foto: Wahyu Chandra


Di Sulsel, dari 214 ribu hektar hutan mangrove tahun 1980-an, tersisa sekitar 20%, atau terdegradasi hingga 80% dalam 30 tahun terakhir. Foto: Wahyu Chandra

Keberadaan hutan mangrove di kawasan pesisir memiliki andil cukup besar mengurangi pemanasan global. Sayangnya, hutan mangrove mengalami degradasi besar-besaran, terutama di Sulawesi Selatan (Sulsel).  Untuk itu, perlu upaya bersama mempertahankan dan menjaga keberadaan mangrove.
Demikian antara lain, poin penting dari diskusi bertema “Dampak Pemanasan Global bagi Lingkungan,” oleh Oxfam di Gedung Graha Pena, Makassar, Kamis (21/8/13). Hadir sebagai narasumber antara lain, Agustinus Wahyu Irianto dari Oxfam Sulsel, Musmahendra dari Komisi Amdal Sulsel, dan Taufik Kasaming, Walhi Sulsel.
Agustinus mengatakan, penanaman mangrove skala besar, akan berdampak nyata dalam mengurangi pemanasan global. “Sebuah penelitian pernah dilakukan Oxfam menunjukkan dalam satu hektar mangrove bisa menghasilkan karbon 70 ton per tahun. Berarti upaya penyelamatan mangrove sangat penting dalam mengurangi pemanasan global.”
Namun, keadaan saat ini justru menunjukkan hutan mangrove makin terkikis. Untuk Sulsel, dari 214 ribu hektar hutan mangrove tahun 1980-an, tersisa sekitar 20 persen, alias mengalami degradasi sampai 80 persen dalam 30 tahun terakhir.
Penyebabnya, eksploitasi berlebihan dan konversi lahan dari menjadi tambak secara besar-besaran serta makin massif revitalisasi pantai, yang dialihfungsi sebagai kawasan industri dan wisata.
Ironisnya, puluhan ribu hektar hutan mangrove yang sudah dikonverasi menjadi tambak kini terbengkalai. Tambak-tambak tak produktif ditinggalkan begitu saja. Lalu, mencari kawasan lain sebagai lokasi tambak baru.
Program restoring coastal livelyhood (RCL) Oxfam di Sulsel antara lain, konservasi lahan mangrove dengan metode ecological mangrove rehabiliation. Ini tidak melalui penanaman, tetapi memperbaiki kondisi ekologis daerah pesisir agar kondusif bagi pertumbuhan mangrove.
Oxfam juga menguatkan ekonomi masyarakat pesisir, khusus kalangan perempuan. Mereka dari 21 desa, 12 kecamatan di empat kabupaten yaitu Barru, Pangkajene Kepulauan, Takalar dan Maros. Mereka diajarkan membentuk kelompok usaha berbasis potensi daerah, hingga tak lagi semata menggantungkan hidup dari hasil eksploitasi mangrove.
Musmahendra mengatakan, degradasi hutan mangrove selama ini, khusus di Sulsel, tak terlepas dari penegakan hukum lemah. Dalam aturan, saat rencana eksplorasi pada radius 50 meter dari garis pantai harus memiliki Amdal. Dalam Amdal ini akan diketahui bagaimana dampak pembangunan pada berbagai habitat di daerah  itu, termasuk keberadaan mangrove, lengkap dengan nama dan jenis mangrove. “Ini yang kadang kurang diperhatikan dan diabaikan.” Yang terjadi, meskipun sudah dipatok kawasan-kawasan yang bisa dibangun, namun batasan ini bisa dipindahkan tanpa ada sanksi jelas.
Untuk itu, dia menyarankan perlu mempertegas zona-zona kawasan pesisir, hingga dalam pemanfaatan tetap sesuai peruntukan tanpa mengabaikan kondisi lingkungan.
Sedang Taufik Kasaming, berbicara tentang kawasan pesisir terkait ruang. Selama ini,  ruang pesisir dilihat sebagai obyek, yang memberikan ruang sebesar-besarnya pada kapitalis untuk mengeksploitasi tanpa mempertimbangkan kualitas lingkungan.
Kondisi diperparah kala kebijakan tak berpihak lingkungan karena ada dominasi kelompok-kelompok pengusaha di dewan, yang menjadi dapur regulasi. “Saat ini, sekitar 46 persen anggota dewan dari kalangan pengusaha, mungkin hanya 4% kalangan aktivis. Jadi bisa diperkirakan bagaimana kualitas regulasi. Pasti banyak berpihak kepentingan kapitalis alih-alih pada kepedulian lingkungan.”
Hamparan pohon mangrove yang mati, mengering di Gorontalo. Foto: Christopel Paino

Source : link

0 komentar:

Posting Komentar

Sponsored

  • banners
  • banners
  • banners
  • banners

Kategori

  • Flora dan Fauna (128)
  • Forestry (312)
  • Mangrove (82)

Archive

  • ►  2015 (20)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (17)
  • ►  2014 (43)
    • ►  Agustus (13)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (8)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (7)
  • ▼  2013 (309)
    • ►  Desember (14)
    • ►  November (97)
    • ►  Oktober (28)
    • ▼  September (36)
      • Kabupaten Berau Dorong Taman Pesisir Kepulauan Der...
      • Pemahaman GPS Untuk Dukung Pengelolaan Berbasis Re...
      • Hutan Lindung di Sulawesi jadi Sasaran Konversi Lahan
      • Penelitian: Pengambilan Hiu Berlebihan Oleh Nelaya...
      • Kekayaan Hayati: Genus Baru Pengerat Ditemukan di ...
      • Penelitian: Kesadaran Global Meningkat, Bangunan R...
      • Harapan Baru bagi Hutan Mangrove di Kepulauan Tana...
      • Penelitian Akan Ungkap Kerusakan dan Emisi Karbon ...
      • Harapan Baru bagi Hutan Mangrove di Kepulauan Tana...
      • Mongabay.org Berikan Bantuan Dana 20.000 Dollar AS...
      • Penelitian: Asia Tenggara, Salah Satu Kawasan Pali...
      • Energi Terbarukan, Jawaban Jitu Atasi Eksploitasi ...
      • Mereka yang Temukan Peluang Usaha dari Menjaga Lin...
      • Kerusakan Hutan Menyebabkan Bencana
      • Seekor Harimau Dikuliti Setelah Berusaha Menerkam ...
      • Penelitian: Mayoritas Warga Desa di Kalimantan Tol...
      • Selesai Seminar Proposal Skripsi
      • Pengendali Hama dari Tanaman dan Gulma yang Ramah ...
      • Program Bina Desa Himpunan Mahasiswa Kehutanan Uni...
      • Akhirnya Badan Pengelola REDD+ Terbentuk
      • GPS Monitoring Gajah di Sekitar TN Bukit Tigapuluh...
      • Penelitian: Indonesia Harus Ubah Wilayah Konsesi P...
      • Buaya Senyulong Langka Muncul di Hutan Harapan Jambi
      • Burung Gereja, Si Mungil di Sekitar Kita
      • Kala Duet Tim Laman-Ed Scholes 8 Tahun Merekam 39 ...
      • Ratusan Titik Api Kembali Membakar Sumatera
      • Habitat Pari Manta dan Penyu di Derawan Masih Rawa...
      • Salah Satu Harimau Sumatera Korban Racun di Taman ...
      • Spesies Utama Semakin Terancam, Asia Tenggara Rapa...
      • Konservasi Orangutan Harus Diseriusi
      • Penelitian: Para Pakar Berhasil Petakan Sebaran Hi...
      • Terbukti Bakar Hutan, Akhirnya Manajer Perusahaan ...
      • Harimau Sumatera dan Singa Afrika Mati Diracun di ...
      • Aul Kini Penghuni Baru Hutan Lindung Gunung Tarak
      • Perlu Kepedulian Bersama Menjaga Mangrove
      • Korupsi Hutan Alam Riau, Negara Rugi Rp687 Triliun
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Juli (20)
    • ►  Juni (19)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (20)
    • ►  Februari (19)
    • ►  Januari (25)
  • ►  2012 (97)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (25)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (15)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (19)
    • ►  Januari (16)
  • ►  2011 (323)
    • ►  Desember (52)
    • ►  November (27)
    • ►  Oktober (12)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (16)
    • ►  Maret (24)
    • ►  Februari (122)
    • ►  Januari (44)
  • ►  2010 (105)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (22)
    • ►  Agustus (79)

_______________

_______________

 

© My Private Blog
designed by Website Templates | Bloggerized by Yamato Maysatria |