Ada sekitar 1.000 spesies tanaman yang mengandung bahan insektisida, yakni sekitar 380 spesies sebagai pencegah makan (antifeedent), 270 spesies sebagai penolak (repelent), 35 spesies sebagai akarisida dan 30 spesies yang memiliki zat pengambat pertumbuhan, berfungsi sebagai fungisida, bakterisida dan nematisida. Foto: Wahyu Chandra
Tergantung pada pestisida kimia? Jangan. Mengapa? Sebab, banyak tanaman dan gulma berpotensi menjadi pestisida nabati yang efektif mengusir hama dan penyakit. Ia bisa lebih murah, bersifat selektif, atau hanya berfungsi pada hama sasaran dan ramah lingkungan.
Begitulah saran Sylvia Sjam, Guru Besar Perlindungan Tanaman
Universitas Hasanuddin, Makassar. Dia mengatakan, tanaman sebenarnya
mengandung berbagai senyawa sekunder seperti alkaloid, terpenoid dan plavanoid. Ia
berperan dalam interaksi antara tanaman dengan hama. Secara alami,
senyawa kimiawi ini bisa menjadi sistem pertanahan tanaman terhadap
organisme pengganggu tanaman.
Dengan memanipulasi senyawa-senyawa yang dihasilkan tanaman, katanya,
dapat dihasilkan suatu teknologi berwawasan lingkungan efektif yang
mampu menurunkan populasi hama. “Baik menghambat kehadiran hama maupun
mematikan dan menghambat perkembangannya. Mungkin tak seefektif
pestisida kimiawi, namun hasil bisalah diharapkan,” katanya akhir
Agustus 2013.
Saat ini, ada sekitar 1.000 spesies tanaman yang mengandung bahan insektisida. Sekitar 380 spesies sebagai pencegah makan (antifeedent), 270 spesies penolak (repelent), 35 spesies sebagai akarisida dan 30 spesies memiliki zat pengambat pertumbuhan, berfungsi sebagai fungisida, bakterisida dan nematisida.
Sayangnya, kata Sylvia, informasi itu bukan dari Indonesia. Padahal,
Indonesia dikenal dengan kekayaan dan keragaman flora. “Saya saat ini
berusaha mencari dan menggali potensi sumber daya alam di Indonesia,
khusus di Sulawesi Selatan, supaya petani dapat mengenali dan
memanfaatkannya.”
Dia mencontohkan, tanaman paitan (Tithonia sp), bisa sebagai
racun kontak. Ekstrak tanaman ini dapat untuk mengendalikan hama pada
beberapa tanaman dan sumber bahan baku pupuk organik. Jenis tumbuhan ini
banyak ditemukan di sekitar tanaman petani dan di pinggir-pinggir
jalan.
Tanaman lain kenikir (Tagetes erectabe), bersifat racun kontak pada beberapa hama tanaman seperti Aphis craccivora dan Plutella xylostella. Tanaman ini anti nematoda. Kenikir ini rasa pekat dan mengandung senyawa saponin dan flavonoid.
Berdasarkan hasil penelitian Sylvia dalam 10 tahun terakhir ini,
sejumlah tanaman lokal lain yang dinilai berpotensi sebagai pengendali
hama, antara lain tembelekan (Lantana camara), tekelan (Chromalaena odorata), cocok botol (Tagetes erecta), bandotan (Ageratum conyzoides), legundi (Vitex trifolia), galenggang kecil (Cassia tora). Lalu, maja (Crescentia cujete), kaliandara, gamal, sereh wangi (Andropogon nardus), dan kemangi (Occimum sanctum).
Sejumlah tanaman ini harus diekstrak dulu sebelum digunakan sebagai
pestisida pengusir hama. Selain menggunakan esktrak tanaman, cara
efektif penanggulangan hama bisa melalui penanaman atau penempatan
tanaman sebagai tanaman sela. Ia berfungsi sebagai penghalang yang
bersifat repelent atau menolak kehadiran hama. Melalui metode
ini, disarankan mengatur pola tanam, dengan mengkombinasikan tanaman
utama atau sistem pola tumpang sari dan tanaman perangkap.
Sistem tumpang sari, katanya, mampu menurunkan kepadatan populasi
hama dibanding sistem monokultur. “Ini karena peran senyawa kimia mudah
menguap dan ada gangguan visual oleh tanaman bukan inang, yang
mempengaruhi tingkah laku dan kecepatan kolonisasi serangga pada tanaman
inang,” ucap Sylvia.
Bawang putih, misal, ditanam di antara kubis, dapat menurunkan populasi hama Plutella xylostella yang menyerang tanaman itu. Bawang putih melepas senyawa alil sulfida yang dapat mengurangi daya rangsang senyawa atsiri, yang dilepas kubis bahkan bisa mengusir hama itu.
Penanaman tanaman perangkap di antara tanaman utama mulai diterapkan
untuk mengendalikan populasi hama. “Salah satu tanaman yang mampu
menarik serangga dan musuh alaminya adalah jagung. Jagung sebagai
perangkap berhasil diterapkan mengendalikan Helicoverpa armigera pada kapas.”
Tidak hanya di lapangan, Sylvia juga punya jurus penanggulangan hama pada pascapanen atau di gudang penyimpanan. Contoh, bait attractan trap dari A.colomus dan ekstrak biji coklat dalam bentuk pellet digunakan di gudang atau tempat penyimpanan agar mengurangi hama A.fasciculatus.
“Dengan teknologi pemanfaatan bahan alami bioaktif tanaman untuk pascapanen dapat mengurangi penggunaan fumigan, seperti metil bromida, yang dilarang kecuali untuk tujuan karantina, karena dapat merusak lapisan ozon.”
Sejumlah tanaman juga berpotensi untuk menjauhkan dari
penyakit-penyakit tertentu. Beberapa penelitian Sylvia menunjukkan,
selain senyawa metabolit sekunder tanaman juga mengandung beberapa
mikroba yang bermanfaat untuk mengendalikan organisme pengganggu
tanaman.
Uji laboratorium, kata Sylvia, menunjukkan mikroba ini bisa bersifat
antagonis terhadap tanaman. Beberapa ekstrak bahan alami bioaktif
tanaman bisa merangsang pertumbuhan tanaman, hingga bisa diformulasi
sebagai pupuk hayati cair. “Ini bisa diterapkan pada sayuran organik.”
Pemanfaatan bahan alami bioaktif tanaman sebagai pengendali hama dan
penyakit yang aman bagi organisme sebenarnya lebih mudah karena bahan
baku banyak tersedia di lingkungan petani. Bahkan, seringkali
terabaikan dan dianggap gulma atau tamanan penganggu.
“Sangat dianjurkan kepada petani tidak membabat habis tanaman yang
tumbuh liar di sekeliling tanaman. Bisa jadi tanaman itu justru memiliki
manfaat melindungi dari serangan hama.”
Memang, katanya tidak semua bahan alami bioaktif tanaman ini dapat
keluar hanya menggunakan air. Untuk itu, perlu ada sosialisasi dan
pembelajaran kepada petani, sebelum mereka bisa mengaplikasikan di
lapangan. “Di sinilah peran pemerintah.”
Penerapan teknologi pertanian berwawasan lingkungan melalui
penggunaan petstisda nabati ini, seharusnya mendapat perhatian lebih
dari pemerintah daerah. Pemerintah diharapkan memfasilitasi transfer
teknologi kepada petani secara bertahap melalui pendampingan
berkesinambungan sampai petani bisa mandiri.
0 komentar:
Posting Komentar