KIncir pembangkit listrik yang memanfaatkan tenaga angin digabungkan dengan panel surya untuk menerangi desa di Pantai Baru, Srandakan, Bantul. Foto: Tommy Apriando
Pencemaran lingkungan akibat perusakan alam menjadi salah satu bahasan penting pada ProFauna Conference 2013 di Petungsewu Wildlife Education Center (P-WEC) Malang, Jawa Timur, 12-14 September 2013.
Kerusakan hutan yang cukup parah terjadi di Indonesia seperti
Sumatera dan Kalimantan, tidak dapat dilepaskan dari ulah manusia dalam
mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di dalamnya berupa energi
fosil yang tidak dapat diperbarui, seperti minyak bumi, batu bara dan
gas alam. Fungsi hutan sebagai penjaga dan penyangga hidup makhluk yang
ada di dalamnya, semakin hilang akibat keserakahan manusia yang mengubah
fungsi hutan menjadi perkebunan.
Alih fungsi hutan seringkali dilakukan dengan cara membakar hutan,
yang berdampak pula pada pencemaran yang ditimbulkan dari asap hasil
kebakaran hutan. Kondisi seperti ini menjadi keprihatinan aktivis
ProFauna, yang menginginkan ketersediaan energi tidak dijadikan dasar
untuk merusak lingkungan hidup.
Salah satu upaya melestarikan lingkungan dan mengurangi emisi gas
rumah kaca, yaitu dengan mengurangi penggunaan bahan bakar yang tidak
dapat diperbarui atau berasal dari fosil, yang digantikan dengan sumber
energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Supporter ProFauna asal Medan, Suhery menjelaskan, upaya melestarikan
lingkungan harus dimulai dari hal terkecil di lingkungan sekitar,
seperti melakukan penghematan listrik.
“Kita harus mulai mengurangi pemakaian sumber-sumber energi yang
tidak terbarukan, yang diganti dengan energi terbarukan. Ini untuk
mengurangi dampak emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan dari pemakaian
energi tak terbarukan,” terang Suhery, Supporter Profauna di Medan.
Pencemaran akibat pemakaian energi yang tidak terbarukan seperti batu
bara, minyak bumi, dan gas alam, menjadi penyebab terbesar perubahan
iklim dan pemanadan global saat ini. Persoalan transportasi merupakan
masalah serius di Indonesia, khususnya di kota-kota besar, karena
pemakaian energi fosil juga menjadi sangat besar.
Kebijakan pemerintah yang memberikan subsidi untuk energi yang tidak
terbarukan menyebabkan banyak orang memilih menggunakan energi tidak
terbarukan karena alasan harga yang murah. Padahal seharusnya subsidi
diberikan untuk energi terbarukan, dalam hal ini untuk penelitian dan
pengembangan teknologi energi terbarukan.
“Energi terbarukan yang masih bersih seperti Ethanol masih mahal,
maka subsidi harus diberikan untuk energi terbarukan, bukan justru untuk
sumber-sumber energi tak terbarukan,” ujar Suhery, yang juga merupakan
Pengarah Program Energi Alternatif-YEL.
Pada materi berjudul Program Energi Alternatif Untuk Mendukung
Pelestarian Alam yang dibawakannya, Suhery mendesak pemerintah membuat
kebijakan yang lebih pro terhadap energi terbarukan. selama ini
pemerintah cenderung membuat kebijakan yang tidak sinkron, karena di
satu sisi meminta masyarakat menghemat energi dan menggunakan energi
terbarukan, namun di sisi yang lain memberikan subsidui untuk energi
tidak terbarukan serta membuat kebijakan pembelian mobil murah.
“Kebijakan energi nasional harus mengarah pada pengembangan energi
terbarukan. Kami dari Masayrakat Energi Terbarukan Indonesia, sudah
mendesak pada pemerintah, untuk memmbuat kebijakan yang lebih pro pada
energi terbarukan. Selama ini kebijakannya tidak sinkron, harusnya kan
bisa mendorong ke arah yang lebih baik dengan energi terbarukan,” jelas
Suhery.
Dalam hal energi terbarukan, Indonesia sebenarnya sangat kaya akan
energi terbarukan, seperti panas bumi atau geothermal, energi angin,
energi matahari, energi air, serta banyak energi lainnya yang dihasilkan
dari pengolahan bahan dari tanaman. Namun demikian, pemerintah
sepertinya belum serius untuk memanfaatkannya.
“Pengembangan energi terbarukan saat ini masih malu-malu, sehingga
sulit untuk dikembangkan karena memerlukan dana untuk penelitian dan
pengembangannya, yang selama ini lebih untuk energi tidak terbarukan,”
lanjut Suhery yang mengaku telah memulai pemanfaatan energi terbarukan
pada Pusat Pendidikan Lingkungan di Bohorok, Medan.
Pemanfaatan energi terbarukan lanjut Suhery, akan menunjang pula
prinsip ProFauna dalam melestarikan lingkungan beserta ekosistemnya,
dimana langkah bijak melestarikan lingkungan akan berdampak besar pada
kelestarian alam secara luas beserta makhluk hidup yang ada di dalamnya.
“Prinsipnya untuk kelestarian alam, pemanfaatan energi terbarukan ini
perlu ditingkatkan, karena energi terbarukan dapat dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik, kita tidak akan kesulitan energi, karena kita
sudah surplus,” tandasnya.
Source : link
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar