(Ilustrasi) harimau Sumatera. Foto: Rhett A. Butler
Pada hari Senin tanggal 9 September silam pihak Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) mendapat laporan dari Kapolsek Merangin mengenai warga Suku Anak Dalam (SAD) yang menembak mati seekor harimau sumatra (panthera tigris sumatrae) di desa Pulau Bayur Kecamatan Pamenang Selatan, Kabupaten Merangin, Jambi. Karena lokasi kejadian jauh dari kawasan taman nasional, pihak TNKS segera berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi sebagai pihak yang lebih berwenang dalam menangani kasus ini. BKSDA bekerjasama dengan TNI segera membentuk tim dan langsung berangkat menuju lokasi.
Setibanya di lokasi tim mendapati harimau mati itu telah dikuliti dan
kulitnya direndam dalam cairan spiritus, senyawa alkohol yang lazim
digunakan untuk mengawetkan satwa. Sementara dagingnya tengah dibakar
untuk dikonsumsi oleh sekelompok warga SAD dan tulangnya dikumpulkan
didalam karung. Dodi, warga SAD yang menembak harimau jantan yang
diperkirakan berusia 7 tahun itu mengaku sedang berburu babi di kebun
kelapa sawit.
Ketika hendak menembak babi yang diburunya harimau itu tiba-tiba
menyerangnya. Karena panik Dodi langsung melepaskan tembakan yang
mengenai mata harimau malang itu. Tim segera melakukan negosiasi dengan
Dodi dan kelompoknya agar mau menyerahkan tulang dan kulit harimau
tersebut tapi mereka menolak. Mereka bersikeras untuk tidak menyerahkan
bagian tubuh harimau yang tersisa dengan alasan harimau tersebut telah
mencelakai Dodi.
Proses negosiasi berlangsung sedikit memanas karena mereka hanya
bersedia menyerahkan tulang dan kulit harimau itu jika tim mau mengganti
kerugian sebesar 150 juta rupiah. Setelah terus melakukan negosiasi
akhirnya Dodi dan kelompoknya bersedia menyerahkan tulang-tulang harimau
itu dan tim pun memutuskan untuk meninggalkan lokasi tanpa membawa
kulit harimau karena situasi di lokasi yang semakin tidak kondusif.
“Kami masih terus berusaha melakukan pendekatan persuasif pada
pelaku” ujar Sahron, Kepala Seksi Wilayah I BKSDA Jambi. Pendekatan
persuasif ini dilakukan oleh BKSDA dan TNI untuk mencegah konflik yang
lebih besar dan berpotensi menimbulkan isu sensitif. Pihak BKSDA menduga
kulit harimau tersebut akan dijual dan sudah ada penadahnya. Hingga
saat ini BKSDA dan TNI masih bekerja sama dalam memantau pergerakan Dodi
dan kelompoknya serta kulit harimau yang ada ditangan mereka.
Pihak BKSDA juga menduga kuat bahwa desa Pulau Bayur yang dulunya
merupakan kawasan hutan adalah habitat harimau yang telah mati tersebut.
Menurut Sahron, populasi harimau sumatra khususnya di Kabupaten
Merangin cukup tinggi. Namun perburuan, alih fungsi hutan menjadi
kawasan perkebunan, pemukiman dan pertambangan serta perambahan yang
terus menggerogoti kawasan hutan yang tersisa mengakibatkan populasi
harimau di kawasan ini menurun dengan sangat cepat.
0 komentar:
Posting Komentar