Kepres perpanjangan masa kerja Satgas REDD+ sudah keluar. Kuntoro
Mangunsubroto tetap sebagai ketua. Masa tugas satuan tugas ini sampai
menyelesaikan kelembagaan REDD+ paling lambat 30 Juni 2013.
Walhi menilai Indonesia perlu ada Undang-undang tentang
penanggulangan perubahan iklim nasional. UU ini berisi penetapan target
penurunan emisi nasional dan mengatur upaya mitigasi serta adaptasi
perubahan iklim. Bukan hanya kelembagaan REDD+ yang berbasis proyek
seperti terjadi selama ini.
“Jadi REDD+ bukan solusi global guna mitigasi perubahan iklim. Sangat
disayangkan bila krisis iklim global seolah-olah bisa dijawab hanya
dengan REDD+,” kata Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional Walhi,
dalam pernyataan kepada media, Selasa(29/1/13).
Dia mengatakan, guna mengimplementasikan penuh dan efektif upaya
penurunan gas rumah kaca (GRK) dan mencegah hutan berkurang serta
memperbaiki kondisi hutan penting dibentuk satu kesatuan kerja yang
dipayungi aturan hukum kuat. Aturan ini, kata Abetnego, mendorong upaya
lebih komprehensif menuju pengurangan emisi 26 persen. “Bukan REDD+ yang
berbasis proyek seperti yang terjadi selama ini.”
Walhi khawatir, kesimpangsiuran intervensi terhadap upaya mitigasi
dan adaptasi perubahan iklim akan berdampak pada keputusan-keputusan
pemerintah yang ambigu. Kondisi ini, akan mempertajam berbagai ego
sektoral yang menyebabkan upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim tak efektif.
“Pembentukan kelembagaan sektoral penurunan emisi di tengah ketiadaan
regulasi yang mengatur penanggulangan perubahan iklim nasional adalah
upaya tidak tepat,” ujar dia.
Menurut Abetnego, keselamatan rakyat Indonesia dan keberlanjutan
lingkungan bagi generasai akan datang seharusnya menjadi dasar pembuatan
berbagai kebijakan, terutama terkait penanganan perubahan iklim.
Untuk itu, Walhi terbuka bekerja bersama-sama pemerintah dalam
merumuskan model penyelamatan rakyat dari krisis global akibat perubahan
iklim. Dengan mendorong tata kelola sumber daya alam dan lingkungan
hidup termasuk hutan yang lebih baik, serta merumuskan bersama upaya
penurunan emisi GRK.
“Ya, dengan mewujudkan satu UU yang menjadi dasar tindakan negara
dalam memastikan keselamatan rakyat, keberlanjutan alam dan lingkungan
hidup serta melindungi kepentingan nasional dari dampak perubahan iklim
global,” kata Abetnego.
Satgas REDD+ Diperpanjang
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada 22 Januari 2013 baru saja
menerbitkan perpanjangan Keputusan Presiden No 5 Tahun 2013, terutama
berisi tentang perpanjangan masa kerja Satgas REDD+.
Dalam Kepres itu, Ketua Satgas REDD+, Kuntoro Mangunsubroto masih
sebagai ketua, dengan sembilan anggota dari berbagai lembaga negara.
Para anggota Satgas REDD+ itu yakni, Anni Ratnawati dari Kementerian
Keuangan, Rusman Heriawan dari Kementerian Pertanian, Hadi Daryanto dari
Kementerian Kehutanan, dan Susilo Siswoutomo dari Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral.
Lalu, Lukita Dinarsyah Tuwo dari Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Arief Yuwono dari
Kementerian Lingkungan Hidup, Hendraman Supandji dari Badan Pertanahan
Nasional, Ibnu Purna dari Sekretariat Kabinet, dan Heru Prasetyo dari
Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan.
Deddy Ratih, Pengkampanye Bioregion dan Tata Ruang Eksekutif Nasional
Walhi mengatakan, dalam Kepres itu disebutkan, Satgas REDD+
menyelesaikan tugas sampai dengan terbentuk kelembagaan REDD+ paling
lambat 30 Juni 2013.
Walhi menilai, perpanjangan masa tugas Satgas REDD+ dengan tujuan
utama pembentukan kelembagaan REDD+ makin mempersempit upaya penurunan
emisi lebih bermakna melalui moratorium berbasis capaian. “Satu sisi
kepentingan berbagai institusi sektoral membuat perjalanan moratorium
berjalan tertatih-tatih,” kata Deddy.