VIVAnews - Ditemukannya tubuh utuh badak berbulu wol
berjenis kelamin betina di Siberia mengungkap pengetahuan baru tentang
bagaimana hewan raksasa ini punah. Dulu badak berbulu ini merupakan
salah satu mamalia terbesar yang banyak tinggal di Eurasia pada Zaman
Pleistosen, namun hanya sedikit fosil dari hewan ini yang ditemukan.
Badak berbulu wol (Coelodonta antiquitatis) biasanya ditemukan di sekitar Eurasia, Inggris bagian barat, dan di Chukotka dan Kamchatka di Rusia bagian timur. Kerangka dari hewan ini hanya ditemukan ada empat bangkai utuh, namun melingkupi jaringan otot pada tulang.
Berdasarkan sisa-sisa kerangka itu, para ilmuwan menemukan bahwa badak berbulu wol memiliki tubuh yang panjang dan kaki yang pendek. Tanduk depannya diketahui ditutupi oleh kulitnya yang tebal dan berbulu.
Dilansir dari BBC, para ilmuwan mengungkap bahwa badak ini sangat lambat dalam reproduksi dan memiliki ekor dan telinga yang pendek. Kepunahan hewan ini kemungkinan karena ketidakmampuannya bertahan dari salju yang tebal, dan lebih utama karena adanya perubahan iklim. Hasil dari penelitian ini telah diterbitkan dalam jurnal "Biology Bulletin".
Hasil penelitian itu mengikuti penelitian yang telah dilakukan oleh Gennady Boeskorov dari Russian Academy of Sciences di Yakutsk.
Dia menganalisis bahwa badak berbulu ini pertama kali ditemukan pertama kali pada tahun 2007, di sungai Kolyma. Binatang ini ditemukan terkubur pada kedalaman lima sampai sembilan meter pada sebuah area tambang emas.
Batak betina yang hidup 39.000 tahun yang lalu dengan keadaan kepala, tanduk, dan empat kakinya masih lengkap saat ditemukan. Namun sebagian besar organ internal telah hilang. Menariknya, isi perutnya masih utuh.
Gennady Boeskorov mempelajari badak ini dengan membandingkan dengan badak-badak di zaman modern. Penelitiannya ini menegaskan bahwa badak berbulu memiliki bobot 1,5 ton, gerakannya lambat, memiliki kulit tebal. Ukurannya hampir sama dengan badak Jawa.
Badak ini memiliki dua puting. Ini menunjukkan bahwa badak berbulu wol melahirkan satu sampai dua anak. Selain itu, kulit tebal dan bulunya yang panjang, awalnya terbentuk untuk menyesuaikan dengan iklim yang dingin
Adaptasi badak ini diduga tak berhasil. Sebab, badak ini kemungkinan punah karena salju tebal di musim dingin.
Tubuh yang berat dan kaki yang pendek telah memberikan tekanan yang besar. Ini membuatnya kesulitan saat berjalan di salju yang tebal. Saat salju sudah mencapai setinggi perut, maka badak ini menjadi tidak berdaya.
"Faktor musim dingin dan salju yang tebal memainkan peran penting dalam kepunahan badak berbulu wol ini," kata Gennady Boeskorov.
Perangkap alami seperti salju yang tebal sangat membahayakan badak berbobot berat dan berkaki pendek ini.
"Sepertinya badak ini punah karena terperosok ke dalam saju yang tebal. Itu adalah jebakan maut baginya," ujar Gennady Boeskorov.
Source : link
Badak berbulu wol (Coelodonta antiquitatis) biasanya ditemukan di sekitar Eurasia, Inggris bagian barat, dan di Chukotka dan Kamchatka di Rusia bagian timur. Kerangka dari hewan ini hanya ditemukan ada empat bangkai utuh, namun melingkupi jaringan otot pada tulang.
Berdasarkan sisa-sisa kerangka itu, para ilmuwan menemukan bahwa badak berbulu wol memiliki tubuh yang panjang dan kaki yang pendek. Tanduk depannya diketahui ditutupi oleh kulitnya yang tebal dan berbulu.
Dilansir dari BBC, para ilmuwan mengungkap bahwa badak ini sangat lambat dalam reproduksi dan memiliki ekor dan telinga yang pendek. Kepunahan hewan ini kemungkinan karena ketidakmampuannya bertahan dari salju yang tebal, dan lebih utama karena adanya perubahan iklim. Hasil dari penelitian ini telah diterbitkan dalam jurnal "Biology Bulletin".
Hasil penelitian itu mengikuti penelitian yang telah dilakukan oleh Gennady Boeskorov dari Russian Academy of Sciences di Yakutsk.
Dia menganalisis bahwa badak berbulu ini pertama kali ditemukan pertama kali pada tahun 2007, di sungai Kolyma. Binatang ini ditemukan terkubur pada kedalaman lima sampai sembilan meter pada sebuah area tambang emas.
Batak betina yang hidup 39.000 tahun yang lalu dengan keadaan kepala, tanduk, dan empat kakinya masih lengkap saat ditemukan. Namun sebagian besar organ internal telah hilang. Menariknya, isi perutnya masih utuh.
Gennady Boeskorov mempelajari badak ini dengan membandingkan dengan badak-badak di zaman modern. Penelitiannya ini menegaskan bahwa badak berbulu memiliki bobot 1,5 ton, gerakannya lambat, memiliki kulit tebal. Ukurannya hampir sama dengan badak Jawa.
Badak ini memiliki dua puting. Ini menunjukkan bahwa badak berbulu wol melahirkan satu sampai dua anak. Selain itu, kulit tebal dan bulunya yang panjang, awalnya terbentuk untuk menyesuaikan dengan iklim yang dingin
Adaptasi badak ini diduga tak berhasil. Sebab, badak ini kemungkinan punah karena salju tebal di musim dingin.
Tubuh yang berat dan kaki yang pendek telah memberikan tekanan yang besar. Ini membuatnya kesulitan saat berjalan di salju yang tebal. Saat salju sudah mencapai setinggi perut, maka badak ini menjadi tidak berdaya.
"Faktor musim dingin dan salju yang tebal memainkan peran penting dalam kepunahan badak berbulu wol ini," kata Gennady Boeskorov.
Perangkap alami seperti salju yang tebal sangat membahayakan badak berbobot berat dan berkaki pendek ini.
"Sepertinya badak ini punah karena terperosok ke dalam saju yang tebal. Itu adalah jebakan maut baginya," ujar Gennady Boeskorov.
Source : link