Belum semua jenis pohon berkayu di Indonesia diketahui manfaat dan kegunaannya. Foto: Rhett A. Butler
Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan berbagai kekayaan hayati. Berdasarkan catatan publikasi ilmiah telah terdeskripsi lebih dari 4.000 jenis pohon kayu terdapat di Asia Tenggara, di mana sebagian terbesar jenis-jenis tersebut tumbuh di Indonesia. Namun demikan, ternyata baru sekitar 75% atau 3.001 jenis saja yang sampel kayunya baru berhasil di koleksi hingga saat ini. Dari tiga ribuan jenis-jenis sampel spesimen kayu tersebut, saat ini berbagai spesimen tersimpan dengan rapi di Xylarium Bogoriense atau yang dikenal oleh publik dengan sebutan Perpustakaan Kayu.
Xylarium Bogoriense atau perpustakaan kayu yang berlokasi di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil
Hutan (Pustekolah) Bogor telah mengumpulkan contoh kayu sebanyak 40.858
spesimen dari 591 marga (genus) dari 94 suku (family).
Dari keseluruhan sampel tersebut, maka bagian terbesar telah
dikelompokkan menjadi kayu komersial,dan sisanya dikelompokan menjadi
kayu kurang dikenal dan kayu yang paling sedikit dikenal.
“Meskipun telah memiliki Xylarium yang hampir berusia 100 tahun. Kita
tertinggal dari negara-negara lain. Contohnya Brasil yang telah
memiliki 18 perpustakaan kayu, 15 diantaranya setelah Perang Dunia II.
Bahkan negara seperti Belanda, yang tidak memiliki hutan alam memiliki 7
perpustakaan kayu,” demikian Y.I. Mandang, mantan kurator pada Xylarium
Bogoriense menjelaskan dalam Workshop Diskusi Anatomi Kayu di Bogor
pada 3-4 Juni 2013 yang lalu. Xylarium Bogoriense sendiri didirikan
sejak tahun 1914 oleh pemerintah kolonial Belanda dan saat ini merupakan
perpustakaan kayu terbesar ketiga di dunia.
Tujuan dari pengumpulan kayu adalah untuk menggambarkan informasi
tentang sifat fisik dan anatomi kayu untuk tujuan kecocokan tertentu.
Misalnya saja mencari jenis kayu pengganti jelutung (Dyera costulata),
kayu yang mulai langka, untuk bahan baku pensil. Mudah tidaknya kayu
diserut dengan alat peruncing pensil bergantung kepada struktur anatomi
dan berat jenis kayu.
Contoh lain, adalah upaya para peneliti yang mencari jenis kayu lokal
untuk propeler baling-baling kapal laut guna menggantikan kayu pok (Guaijacum officinale) asal Brasil. Hasil penelitian para anatomiwan mendapatkan kayu Elateriospermum tapos dan Xantophyllum stipitatum yang hasilnya dapat digunakan.
Mengapa Kayu Penting untuk Dikoleksi dan Diidentifikasi?
Ibarat mengenali sifat dan karakter manusia dari bentuk wajah, warna
kulit dan struktur tubuhnya, demikian pula kayu memiliki bermacam-macam
sifat yang berlainan. Pengindentifikasian kayu selama ini dilakukan
melalui penelitian anatomi, yang meliputi pengujian dari penampang
lintang kayu, susunan dan ukuran pori dan warna alami kayu. Selain
struktur anatomi kayu sebagai pengenal identitas jenis, karakteristik
serat digunakan untuk menentukan kegunaan kayu.
Setiap jenis kayu memiliki penampakan yang berbeda dengan jenis kayu
yang lain, diantara panjang serat dan besarnya pori. Dimensi panjang
serat, tebal dinding dan diameter sel menentukan kegunaan suatu jenis
kayu. Semakin panjang serat kayu akan semakin bagus kualitas kertas yang
dihasilkan. Semakin tebal dinding sel maka semakin kuat kayu tersebut
untuk menahan beban.
Selain untuk mengetahui kegunaan suatu jenis kayu untuk kebutuhan
manusia, maka identifikasi diperlukan untuk mengkonservasi jenis-jenis
kayu yang saat ini sudah terancam punah. Kedepannya penelitian
jenis-jenis kayu dilakukan tidak saja dengan penelitian anatomi, tetapi
dilakukan dengan penelitian DNA kayu.
Dari Penyelundupan hingga Mencari Jejak Peninggalan Arkeologis
Ibarat detektif, para peneliti dan anatomiwan kayu (wood anatomist) juga berperan dalam berbagai aspek penegakan hukum dan menyingkap tabir rahasia masa lampau.
Para peneliti di Xylarium Bogoriense telah beberapa kali diminta oleh
aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan bea cukai untuk
memeriksa dan memastikan jenis-jenis kayu. Pengecekan dilakukan untuk
memastikan spesies-spesies kayu tertentu yang dilindungi dan dilarang
untuk diperjualbelikan lepas diselundupkan begitu saja ke luar negeri.
Beberapa penjual ‘nakal’ kerap memanfaatkan ketidakmengertian
petugas. Meskipun dalam dokumen pengangkutan kayu jenis yang
diperdagangkan adalah kayu yang boleh dieksploitasi, namun tak jarang
petugas mencurigai terdapat kayu-kayu dilindungi yang dicampur
didalamnya. Dengan hasil analisa makroskopik dan mikrokospik, para pakar
anatomis kayulah yang pada akhirnya dapat mengkonfirmasi jenis-jenis
kayu tersebut.
Beberapa kasus rencana penyelundupan kayu yang terbongkar karena jasa
dari anatomiwan kayu diantaranya adalah rencana penyeludupan log
sonokeling dan log eboni melalui Pelabuhan Tanjung Priok, penyelundupan
kayu ramin di beberapa pelabuhan dan penyelundupan kayu yang berasal
dari TN Halimun Salak yang pada akhirnya dapat digagalkan.
Identifikasi kayu juga diperlukan oleh penelitian arkeologis. Dengan
bantuan para anatomiwan kayu, para arkeolog berhasil mengungkap rahasia
jenis dan umur kayu yang telah menjadi arang pada rumah-rumah yang
tertimbun lava vulkanik pada era masa awal sejarah. Hebatnya lagi, para
anatomiwan mampu mengidentifikasi jenis-jenis kayu yang digunakan
sebagai perahu kuno dari tepian Bengawan Solo di Bojonegoro, Jawa Timur.
Karena rumitnya proses pengidentifikasikan kayu, tidak heran jika
diperlukan suatu keahlian khusus untuk profesi ini. Bahkan pada tahun
2000, hanya terdapat 6 orang pakar saja yang benar-benar ahli tentang
anatomi kayu dari total lebih kurang 100 orang anatomiwan kayu. Jumlah
yang sangat sedikit bila diperbandingkan dengan jumlah jenis kayu dan
luas hutan di Indonesia. Regenerasi dari anatomiwan kayu sendiri sangat
terbatas dan lambat.
Apakah anda tertarik?
Source : link
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar