Panorama di sekitar Hutan Temedak, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci, Jambi. Salah satu hutan tropis yang masih tersisa di Sumatera dengan adanya kearifan lokal. Foto: Lili Rambe
Hutan adat Temedak terletak di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Hutan yang memiliki luas sekitar 23 hektar ini sudah ditetapkan sebagai hutan adat oleh para pemangku adat desa Keluru sekitar 60 tahun yang lalu. Menurut Zulfahmi, sekretaris desa Keluru, penetapan hutan ini menjadi hutan adat berawal pada saat desa tetangga mereka (desa Jujun) dilanda tanah longsor yang memporak porandakan desa, bahkan ada beberapa rumah yang terseret hingga puluhan meter jauhnya dari desa. Setelah kejadian tersebut para ninik mamak dan alim ulama desa Keluru menetapkan kawasan hutan yang terletak dipinggir desa mereka menjadi hutan adat.
Pemangku adat berwenang atas pengelolaan dan penjagaan hutan dan
seluruh warga desa Keluru ikut berperan serta secara aktif dalam menjaga
kelestarian hutan ini. Setiap warga desa boleh memanfaatkan hasil hutan
namun dilarang keras mengambil kayu dari dalam hutan. Kayu hanya dapat
diambil dari dalam hutan sepanjang kayu tersebut digunakan untuk
kepentingan desa, misalnya untuk membuat jembatan atau membangun tempat
ibadah dan telah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pemangku
adat.
Jika ada warga yang melanggar peraturan hutan adat, warga tersebut
akan segera diberi sanksi berupa denda. Sanksi denda ini diberikan
berdasarkan berapa banyak hasil hutan yang diambil oleh warga tersebut.
“Jika yang diambil dari dalam hutan kayu berukuran kecil dan jumlahnya
sedikit denda yang diberikan adalah seekor ayam. Semakin banyak hasil
yang diambil dari hutan dendanya semakin besar, bisa saja dendanya
berupa kambing atau bahkan sapi” jelas Zulfahmi. Menurutnya hampir
tidak ada warga desa Keluru yang melanggar peraturan hutan adat. Pernah
ada warga dari desa lain yang mengambil kayu dari hutan adat dan
tertangkap tangan oleh warga desa Keluru. Kejadian ini segera dilaporkan
ke pemangku adat desa dan warga dari desa lain itu segera dikenai
sanksi atas perbuatannya. Dengan pemberian sanksi ini diharapkan warga
lain tidak akan berani lagi mengambil kayu dari hutan adat.
“Hutan adat ini adalah sumber air bagi desa kami” kata Zulfahmi.
Dengan air dari hutan adat inilah warga desa Keluru yang sebagian besar
adalah petani padi mendapatkan air untuk mengairi sawah mereka. Namun
kebutuhan air bersih di tiap rumah warga desa Keluru masih disuplai
oleh perusahaan air minum desa (PAM desa) Jujun. Tarif yang dibebankan
kepada desa Keluru pun dirasa cukup mahal. “Sudah lama desa kami ingin
memenuhi kebutuhan air bersih dengan memanfaatkan sumber air dari hutan
adat Temedak sehingga tidak lagi tergantung pada suplai air dari desa
Jujun. Kami sudah pernah meminta pada pemda untuk memberikan bantuan
untuk membangun PAM desa sendiri namun hingga kini belum ada jawaban
dari pemda” ungkap Zulfahmi. Ia berharap agar tahun ini pemda dapat
merealisasikan harapan warga desanya.
Hutan adat Temedak adalah hutan adat pertama di Kapubaten Kerinci
yang mengantongi SK dari Bupati, disusul oleh 4 hutan adat lainnya dan
sementara ini masih ada 5 hutan adat lain yang tengah menanti SK Bupati.
Pada tanggal 16 Mei 2013 Mahkamah Konstitusi (MK) telah memberikan
putusan atas gugatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) terhadap
undang-undang kehutanan nomor 41 tahun 1999. Dalam putusan MK ini
ditegaskan bahwa hutan adat berbeda dengan hutan negara sehingga tidak
dimungkinkan hutan adat berada dalam wilayah hutan negara.
Dengan adanya keputusan MK ini maka hutan yang menjadi tanah ulayat
atau tanah hutan yang sudah menjadi milik orang, tetapi belum
diusahakan, akan sepenuhnya dikelola sendiri oleh masyarakat setempat.
Dalam tanah ulayat, juga terdapat hak ulayat, yaitu hak yg dimiliki
suatu masyarakat hukum adat untuk menguasai tanah beserta isinya di
lingkungan wilayahnya dan wewenang negara atas hutan adat dibatasi
sejauh mana isi wewenang yang tercakup dalam hutan adat. Putusan ini
membuat hutan adat Temedak dan hutan-hutan adat lainnya yang terdapat
diseluruh nusantara memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan hutan
sehingga tidak terjadi lagi tumpang tindih dalam hal pengelolaan kawasan
dan negara tidak lagi sewenang-wenang dalam memberikan izin alihfungsi
kawasan hutan adat untuk kepentingan bisnis.
Source : link
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar