Raja-Udang Meninting, semakin tersingkir akibat hilangnya habitat di ibukota. Foto: Asep Ayat/Burung Indonesia
Berbagai kerusakan alam dan lingkungan masih terus terjadi, dan bahkan semakin masif saat ini. Meningkatnya permintaan akan bahan bakar fosil setiap tahun, masih melestarikan pertambangan batubara sebagai salah satu sumber energi utama bagi manusia dan industrinya.
Sementara di wilayah perkotaan, pertambahan penduduk yang tidak
terkontrol membuat kebutuhan manusia terhadap pemukiman terus meningkat.
Di kota Jakarta misalnya, pertumbuhan properti nasional di Indonesia
tahun lalu bahkan mencapai 20% menurut Ketua Dewan Pertimbangan Real
Estate Indonesia, Teguh Satria kepada investor.co.id tahun lalu.
Lajunya pertumbuhan pemukiman dan pertambahan manusia, berdampak
kepada hilangnya habitat satwa dan menurunnya kualitas lingkungan
sekitar. Kerusakan lingkungan dan hilangnya habitat satwa, tak hanya
mengancam berbagai satwa dilindungi dan spesies unik di Indonesia.
Hilangnya habitat, juga mengancam berbagai satwa yang menjadi indikator
alami kebersihan dan kualitas lingkungan di perkotaan. Salah satunya,
adalah burung raja-udang meninting.
Semakin menurunnya kualitas lingkungan, bertambahnya jumlah bangunan
dan hilangnya rawa di Jakarta membuat burung kecil ini semakin sulit
ditemui di alam bebas.
”Lingkungan yang tercemar tidak hanya mengganggu kehidupan manusia, tetapi juga membuat kehidupan burung merana” ungkap Jihad, Bird Conservation Officer
Burung Indonesia. “Raja-udang meninting merupakan jenis burung yang
sangat alergi dengan lingkungan yang rusak, terutama daerah perairan dan
lahan basah” jelasnya.
Selain itu, faktor tercemarnya sungai dan danau tempatnya mencari
pakan pun telah menghilangkan ikan dan udang kecil yang merupakan menu
andalannya sudah tidak ada lagi. Berdasarkan indikator alami ini,
tergambar jelas berapa besar pencemaran air di sungai-sungai maupun
kanal di Jakarta.
Raja-udang meninting (Alcedo meninting) merupakan burung
kecil berukuran 14 cm yang tubuh bagian bawahnya berwarna merah-jingga
terang dengan penutup telinga. Kakinya ramping berwarna merah dengan
paruh besar berwarna kehitaman. Kebiasaannya adalah mencari makan berupa
ikan-ikan kecil dan udang-udangan serta mengangguk-anggukan kepalanya
saat mengintai mangsa. Sarangnya biasa berada di ‘tebing-tebing’ tanah
di pinggir sungai atau badan air lainnya. Tercemarnya wilayah perairan,
membuat raja kecil ini tergusur dari Jakarta.
Meski status keterancamannya secara global hanya berisiko rendah (Least Concern/LC),
akan tetapi jumlah populasinya terus menurun akibat perubahan fungsi
lahan basah dan tercemarnya perairan. Pemerintah telah melindunginya
melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Jelang peringatan hari lingkungan hidup sedunia yang diperingati
setiap tanggal 5 Juni hal ini menjadi sebuah refleksi bagi manusia untuk
semakin menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keseimbangan ekologi
dunia dan menekan dampak negatif bagi generasi mendatang menjadi semakin
parah. Hilangnya berbagai jenis satwa di alam liar, seperti raja-udang
meninting ini, hanyalah satu indikator bahwa alam sudah mengirim sinyal
bahaya bagi manusia.
Silakan unduh wallpaper kalender Raja-Udang Meninting bulan Juni untuk gadget anda di: http://burung.org/Wallpaper/wallpaper-burung-indonesia-bulan-juni-2013.html
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar