Ratu, induk badak Sumatera yang melahirkan bayi bernama Andatu bulan Juni 2012 silam. Foto: International Rhino Foundation
Populasi badak Sumatera (Dicerorhinus sumatranensis) kini
tersisa kurang dari 100 individu di dunia. Satwa yang masuk kategori
‘kritis’ dalam Daftar Merah IUCN telah bertahan selama 20 juta tahun di
bumi, dan kini berada di ambang kepunahan.
Terkait kondisi badak Sumatera yang semakin di ujung tanduk tersebut,
pemerintah Indonesia dan Malaysia tanggal 4 April 2013 sepakat untuk
bekerjasama menyelamatkan badak bercula dua dan merupakan spesies badak
terkecil di dunia ini lewat sebuah kesepakatan yang ditandatangani di
Kebun Binatang Singapura saat Sumatran Rhino Crisis Summit yang digelar
oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Seperti dilaporkan oleh Environment News Service, para ahli akan segera mengajukan rencana aksi darurat (Emergency Action Plan)
untuk menindaklanjuti kesepakatan yang dibangun oleh kedua negara ini.
Langkah selanjutnya, kedua negara perlu untuk mengeluarkan upaya legal
formal untuk memperkuat kerjasama untuk menghadang krisis populasi badak
Sumatera akibat perburuan ilegal akibat tingginya permintaan atas cula
badak untuk berbagai keperluan manusia.
Salah satu anggota utusan dari Malaysia, Dr Laurentius Ambu, dari
Sabah Wildlife Department, memberikan detail dari program yang
melibatkan kedua negara ini. “Kami akan melakukan diskusi lebih lanjut
dengan Indonesia terkait kesempatan untuk bertukar sel reproduksi
spesies ini, memindahkan individu antara kedua negara dan menggunakan
teknologi reproduksi yang terkini sebagai sebuah inisitiatif paralel
untuk menangkarkan badak Sumatera,” ungkap Dr. Ambu.
Hal senada juga dikatakan oleh Widodo Ramono dari Yayasan Badak
Indonesia,”Langkah serius harus diambil untuk menekan laju kepunahan
badak Sumatera. Mungkin ini adalah kesempatan terakhir kita untuk
menyelamatkan spesies ini, dan dengan bekerjasama sebagai sebuah unit
secara internasional dan regional, dan dengan tujuan dan visi yang sama
harapan akan menjadi lebih baik ke depannya.”
Sumatran Rhino Crisis Summit sendiri berupaya mencari solusi atas
tingginya laju kepunahan dan berbagai ancaman yang masih terus mengintai
badak Sumatera, sementara habitat mereka juga semakin berkurang akibat
ekspansi industri. “Pertemuan ini berhasil mempertemukan dua
pemerintahan yang para wakilnya berkomitmen secara positif dan proaktif
untuk membangun kerjasama bilateral dimana langkah ini dinilai kritis
untuk menyelamatkan badak Sumatera,” ungkap Ketua IUCN SSC Species
Conservation Planning, Stanley Price kepada Environment News Service.
Penemuan Jejak Badak Sumatera di Kalimantan
Sebelumnya, sebuah kabar menggembirakan diperoleh dari survey yang
digelar oleh WWF-Indonesia yang berhasil menemukan jejak badak Sumatera
di pulau Kalimantan. Tim monitoring WWF-Indonesia, menemukan jejak segar
mirip jejak badak saat memonitoring orangutan di Kutai Barat (Kubar),
Kalimantan Timur (Kaltim), di wilayah Heart of Borneo (HoB). Guna
menguatkan temuan ini, WWF-Indonesia bersama Dinas Kehutanan Kubar,
Universitas Mulawarman dan masyarakat setempat, survei lanjutan pada
Februari 2013.
Temuan ini diperkuat konfirmasi saintifik dari ahli badak di
WWF-Indonesia dan Universitas Mulawarman, Chandradewana Boer. Dia
menegaskan, spesies ini kemungkinan besar adalah badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis).
Temuan ini didukung data historis sebaran badak Sumatra di Kalimantan,
yang telah terdokumentasi sebelumnya. Namun, sampai ini, belum bisa
dikonfirmasi berapa individu badak yang teridentifikasi melalui temuan
ini.
Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia, mengatakan, temuan
ini membawa angin segar bagi dunia konservasi nasional dan
internasional, mengingat keberadaan badak Sumatera di Kalimantan, sudah
tidak pernah terdengar dan diketahui. Bahkan ditengarai punah sejak
tahun 1990-an. International Union for Conservation of Nature (IUCN)
telah mengklasifikasikan badak Sumatera dalam kategori kritis (critically endangered).
WWF-Indonesia, katanya, bersama pihak terkait, antara lain
Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Kubar akan survei lanjutan lebih
komprehensif untuk memetakan preferensi habitat badak dan populasi di
Kutai Barat. Dari hasil survei ini, perlu segera disusun strategi
bersama dan rencana aksi komprehensif serta partisipatif bersama para
pihak terkait. “Hingga upaya konservasi badak Sumatera di Kalimantan,
dapat berlangsung jangka panjang dan didukung pendanaan berkelanjutan,”
katanya, Kamis(28/3/13). Temuan ini, juga menjadi momen penting sejak
pencanganan Tahun Badak Internasional pada 5 Juni 2012 oleh Presiden
SBY.
Source : link
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar