Operasi tambang PT IMK di Pit Serujan, yang mengancam cagar budaya dan mencermari beberapa sungai. Foto: Perkumpulan Punan Arung Buana (PPAB) Kalteng
Eksploitasi lanjutan PT Indo Muro Kencana (PT IMK) di kaki Gunung Puruk Kambang, Serujan Timur, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng), menuai protes masyarakat adat. Sebab, Gunung Puruk Kambang, bagi masyarakat adat Dayak dan umat agama Kaharingan merupakan kawasan sangat suci dan sakral. Bukan itu saja, pencemaran terjadi di beberapa sungai di kawasan itu.
Tahun 1994, kawasan ini ditetapkan sebagai situs cagar budaya oleh
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalteng, dengan nomor inventarisasi 301
tahun 1993. Diperjelas Gubernur Kalteng, kepada Bupati KDH Tk II Barito
Utara bernomor 522.5/1916/Ek, tertanggal 7 November 1994. Lalu, surat
Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi
kepada direksi PT IMK bernomor 1809 A/20/DJP/1994 tertanggal 30
September 1994 perihal Pelestarian Puruk Kambang.
Menindaklanjuti pernyataan sikap Pengurus Kerukunan Warga Pulou Basan
(KWPB) Palangkaraya tertanggal 27 Desember 1993, pada 8 Januari 2013,
Gubernur Kalteng, Agustin Teras Narang, mengeluarkan surat bernomor:
660/13 perihal penghentian aktivitas PT IMK di Pit Serujan. Pada 18
Januari 2013, Teras Narang juga mengeluarkan surat bernomor
660/52/BLH/2013 tentang status kawasan Situs Budaya Puruk Kambang.
Dari sisi masyarakat, Perkumpulan Punan Arung Buana (PPAB) Kalteng
bersama Kaji Kelana Usop, Sekjen Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak
Daerah Kalteng (LMMDD) menyurati berbagai instansi antara lain
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Kementerian
Lingkungan Hidup. Termasuk, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Perlindungan Cagar Budaya dan Permuseuman. “Kami minta
mereka turun langsung ke lapangan untuk sama-sama mengkaji ulang
kebijakan-kebijakan buatan mereka,” kata Thomas Wanly, dari Perkumpulan
Punan Arung Buana (PPAB) Kalteng, via surat elektronik, medio Maret
2013.
Pada 29 Januari 2013, Direktorat Jenderal Perlindungan Cagar Budaya
dan Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
mengeluarkan surat kepada manajemen PT IMK. “Surat ini malah dipakai
managemen PT IMK melegalkan operasi di Puruk Cahu, Pit Serujan di kaki
Gunung Puruk Kambang.” Pada 5 Maret 2013, Dirjen Pelestarian Cagar
Budaya dan Permuseuman pun mengeluarkan surat bernomor :522/PCBM/ bud/
III/2013, perihal informasi situs Gunung Kambang kepada pimpinan PT IMK
di Jakarta. Dalam surat ini, Kemendikbud menegaskan, surat 29 Januari
2013, tidak berhubungan dengan perizinan atau rekomendasi pemanfaatan
kawasan Gunung Kambang.
“Penentuan 100 meter untuk zona penyangga kami maksudkan untuk
melindungi Gunung Kambang, yang sudah masuk cagar budaya,” bunyi surat
itu. Sedangkan, penentuan batas adat Gunung Kambang, tetap mengacu pada
masyarakat adat sebagai pemilik kawasan.
Surat ini, kata Wanly, atas desakan masyarakat Desa Oreng Kambang
didampingi LMMDD Kalteng. Mereka mengacu pada surat Damang Kepala Adat
Tanah Siang tertanggal 27 Agustus 2012 yang menyatakan, penetapan zonase
batas 1.000 meter sesuai keputusan Kerukunan Pulou Basan atau Pemangku
Adat Siang Murung tahun 1993.
Tak hanya mengancam cagar budaya, operasi PT IMK juga menciptakan
pencemaran lingkungan di beberapa sungai, seperti Sungai Pute, Manawing,
dan Mangkahui. Penghilangan sungai di Pit Sarujan juga terjadi, seperti
Sungai Sarujan, Salampong, Lahing, Kalang Tantatarai, Takukui,
Sangiran Lika, Sangiran Ma’lu, Tino, Hanjung, Mahaloe, Nangor.
“Sungai-sungai ini untuk pembuangan limbah pembangkit listrik pabrik.”
Selama perusahaan beraktivitas, sekitar 33 lubang tambang tak
ditutup. “Sungai Mangkahui dan Manawing juga Sungai Babuat, sudah
tercemar zat asam tambang baik sianida juga merkuri,” ucap Thomas.
Dengan perubahan bentang lahan akibat pola penambangan, gejolak sosial
pun terjadi. Sebelum ada pertambangan, lingkungan hutan menjadi
‘supermarket’ dan apotik bagi orang Dayak. Kini semua hancur. “Dulu,
ikan, binatang buruan, burung-burung, sayur-sayuran dan obat-obatan
sampai peralatan rumah tangga juga perlengkapan ritual adat gratis dari
hutan dengan aturan pemanfaatan terbatas dengan penuh kearifan.”
Pernyataan resmi perusahaan dalam website mereka pada 6 Maret 2013, Andre Labuschagne, Managing Director dari
Staits Resources mengatakan, sejak kegiatan pertambangan dihentikan
pada 10 Januari 2013, telah terjadi dialog intensif dan terus-menerus
dengan semua stakeholder kunci di sana. Dialog ini, katanya, mengenai
garis batas tepat yang mendefinisikan kawasan penyangga antara operasi
tambang dan situs budaya di Pit Serujan. “Proses ini sangat positif dan
konstruktif. Saya percaya ini memperkuat hubungan kita dengan semua
pemangku kepentingan.”
Menurut dia, perusahaan direkomendasikan berproduksi di ujung timur
Pit Serujan. “Langkah ini telah diambil setelah berkonsultasi penuh
dengan tokoh masyarakat setempat, yang telah memberikan surat dukungan
kepada perusahaan.” Perusahaan, katanya, akan mempertahankan dialog dan
terus menjalin hubungan dengan semua pihak. “Rilis perusahaan ini
penuh kebohongan dan konspirasi,” ucap Wanly.
Perusahaan ini, memulai tahap konstruksi pada pertengahan 1993 dan
produksi perdana November 1994 sebanyak 137.986 ons emas dan 3.429.000
ons perak sepanjang 1995.
Sejak tahun 1993, sekitar 90 persen saham PT IMK dimiliki Aurora
Gold, perusahaan dari Australia. Sebelumnya, saham dimiliki PT. Gunung
Muro Perkasa, Duval Corporation of Indonesia (Amerika), Pelsart Muro
Pty, Ltd (Australia), dan Jason Mining (Australia). Tahun lalu, PT IMK
dijual kepada perusahaan Australia, Archipelago Resources, walaupun
Aurora tetap bertanggung jawab atas reklamasi semua lubang tambang, yang
telah berhenti berproduksi beberapa tahun lalu.
PT IMK memperoleh kontrak karya (KK) oleh Presiden Suharto bernomor:
B-07/Pres/1/1985 tertanggal 21 Januari 1985. Implikasi dari KK ini
adalah pemberian izin dari pemerintah Indonesia pada PT IMK untuk
eksploitasi penambangan emas di Kecamatan Permata Intan, Murung dan
Tanah Siang, Kabupaten Barito Utara. Kontrak karya ini berlaku selama 30
tahun sejak Februari 1985 hingga tahun 2014.
Pemberian KK ini membuat konflik berkepanjangan antara PT IMK dengan
masyarakat adat. Masyarakat adat yang sudah menjadi penambang emas dan
mendiami sekitar Gunung Muro, Barito Utara Kalteng sejak 1982, sedikit
demi sedikit digusur.
Penggusuran ini kental aksi kekerasan dan pelanggaran hak asasi
manusia. Masyarakat adat protes. Sebagian tetap bertahan atas lahan
tambang milik mereka dan mengalami berbagai kesulitan. Perusahaan tidak
segan-segan menggunakan satuan Brimob agar masyarakat adat meninggalkan
tambang mereka.
Korban berjatuhan. Dua masyarakat ditembak mati Brimob pada 5 Juni
2001, seorang remaja ditembak pada 27 Agustus 2001. Lalu, seorang
laki-laki ditembak kepala dengan peluru karet pada 19 Januari 2002.
Dari 2006-2013, banyak warga dikriminalisasi saat memperjuangkan
hak-hak komunal,contoh, dialami Ipong I Pambuk, warga Desa Juking
Sopan, pada 2007. Dia dikriminalisasi saat menuntut ganti kerusakan
lahan di Blok Tasat. Pada 2013, beberapa warga Desa Tanah Siang dicap
berunak, identitas lain warga yang mencari makan di wilayah konsesi.
Mengenai Amdal pertambangan emas di Kabupaten Barito Utara ini, pada
1993, disusun PT. Stannia Darmabakti Engineering, Jakarta. Tahun 2005,
rencana penambangan di Juking Sopan (Pit Tasat dan Tumbang Lahung (Pit
Botol) masuk dalam wilayah penciutan III.
Pada perluasan pertama kontrak karya PT. IMK 2001, pertambangan emas
di bagian barat wilayah kontrak karya, disusun PPLH Universitas
Palangkaraya. Tahun 2010, Amdal tambang bawah tanah di Pit Soan, deposit
Pit Soan berada 500 meter dari deposit Pit Botol-Tegepe. Penambahan
desain penambangan dan TSF, disusun PPLH Universitas Palangkaraya.
Pada Amdal addendum 2012, kegiatan penambangan emas blok Serujan dan
Peninggian Tailing Dam Murosawang, Penambangan di Pit Serujan Timur dan
Pit Serujan Tengah selama empat tahun. Data dari Mt.Muro Probable
Reserves total tonase cadangan bijih terkira di Pit Serujan sebanyak 6,
060 juta ton dengan kandungan emas 444 ribu onz dan perak 8, 280 juta
onz. Ini disusun PT. Econusa Kualiva Abadi, baru dibahas 11 Desember
2012.
Jadi, hingga saat ini dokumen Amdal untuk kegiatan belum memiliki
izin kelayakan dan izin lingkungan oleh komisi Amdal Kalteng. Namun,
fakta di lapangan PT IMK telah eksploitasi di Pit Serujan Timur dan Pit
Serujan Tengah. Posisi pit itu bagian dari operasi awal 1995 yang
ditutup 2002, berdasarkan dokumen Amdal 1993.
PT IMK, dengan kepemilikan saham saat ini Muro Offshore Pty. Ltd 99
persen dan Indo Muro Pty. Ltd satu persen. Jadi, 100 persen dikuasai
Straits Resources Limited. Straits Resources Limited, telah menerima
saham dari Government Pension Fund Global Norwegia. Ini tertuang di
dalam Annual Report Norges Bank Investment Management (NBIM). Padahal,
Kalteng itu provinsi pilot letter of intent (LoI) program perubahan
iklim dan REDD+ antara pemerintah RI dan Norwegia.
source : link