Pemasok APP yang masih membabat hutan alam di Kalbar.
Komitmen konservasi hutan PT Asia Pulp & Paper (APP), Sinar Mas
Forestry, yang diumumkan pada 5 Februari 2013, ternyata hanya indah di
atas kertas. Faktanya, dua pemasok independen APP di Kalimantan Barat
(Kalbar), masing-masing PT Asia Tani Persada (ATP) dan PT Daya Tani
Kalbar (DTK), masih menebang hutan alam, pembersihan lahan, dan
penggalian kanal pada gambut dalam.
Hal ini terungkap dari hasil pantauan Relawan Pemantau Hutan
Kalimantan (RPHK) di Kalbar yang disampaikan dalam sebuah konferensi
pers di Pontianak, Senin (25/3). Relawan yang terdiri dari tujuh lembaga
swadaya masyarakat ini menyampaikan keberatan terhadap APP. “Aktivitas
dua perusahaan pemasok independen APP itu pelanggaran nyata terhadap
komitmen kebijakan konservasi hutan yang dibuat APP,” kata Baruni
Hendri, juru bicara RPHK.
Padahal, dalam Dokumen Protokol Moratorium Clearance butir pertama
menyebutkan, penebangan dan pembukaan lahan dihentikan paling lambat 31
Januari 2013. Baik di areal tegakan hutan alam maupun di areal lahan
terbuka (LT) dan belukar muda (BM) sampai ada verifikasi. Di lahan
gambut, disebutkan, tidak ada kegiatan pembuatan kanal dan kegiatan
infrastruktur lain di konsesi pemasok APP setelah kegiatan penilaian
High Conservation Value Forestry (HCVF) oleh penilai independen selesai
dilaksanakan serta mendapatkan masukan dari ahli.
Sedangkan Protokol Moratorium Clearance butir kedua menyatakan semua
unit alat-alat berat (A2B) untuk kegiatan penebangan, pembukaan lahan,
pembuatan jalan dan kanal (sesuai daftar yang diserahkan) disimpan
ditempat yang ditetapkan.
Menidaklanjuti komitmen itu, pada Maret 2013 RPHK memantau tiga
perusahaan pemasok APP di Kalbar. Dari hasil pemantauan, ditemukan dua
perusahaan, masih menjalankan aktivitas penebangan hutan maupun
pembukaan kanal baru pada lahan gambut. Temuan ini terekam jelas dalam
video dan foto bagaimana alat-alat berat beroperasi di areal konsesi
perusahaan.
“Kami prihatin melihat bagaimana alat-alat berat masih menebangi
hutan alam, menggali kanal gambut dan pembukaan lahan di dua konsesi
pemasok APP. Temuan kami menunjukkan, ketidakseriusan APP dalam
menjalankan kebijakan konservasi hutan. Kami sebagai bagian dari
masyarakat sipil, ragu APP serius.”
RPHK mengimbau, kepada para pembeli pulp dan kertas di dunia bersikap skeptis dan menunggu update
baru dari hasil verifikasi LSM independen. Untuk melihat, implementasi
di lapangan terkait dengan komitmen kebijakan APP sebelum membuat
keputusan pembelian yang baru.
Anton P. Wijaya Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, mengatakan,
penebangan hutan lanjutan dan pembukaan kanal gambut oleh pemasok APP
tanpa kajian high concervatin value (HCV), high carbon stock (HCS), dan
gambut merupakan sinyal buruk. “Terutama dalam implementasi komitmen APP
terhadap konservasi yang sudah disiarkan ke seluruh dunia,” ujar dia.
Untuk itu, RPHK akan terus memantau dari dekat bagaimana kinerja APP,
dan akan memberikan perkembangan terbaru kepada publik. “Kita akan
terus memantau di lapangan. Hasilnya akan terus disiarkan kepada
publik.”
Pada 18 Maret 2013, Greenomics Indonesia, juga mengeluarkan laporan
berisi pemusnahan nyaris seluruh hutan yang dilindungi di kawasan
konsesi di Sumatera. Laporan yang diterbitkan oleh Greenomics
ini didasarkan atas data citra satelit dan kehutanan yang didapat dari
Kementerian Kehutanan di 10 perusahaan milik APP yang beroperasi di
Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Dari hasil analisis diperoleh
kesimpulan kebijakan konservasi hutan yang diumumkan APP hanya
melindungi hutan dalam luasan yang sangat kecil.
Dalam respon terhadap laporan Greenomics ini, APP menyatakan mereka
masih menilai dampak kebijakan konservasi ini. “Selain tim APP, ada tim
dari TFT dan tim penilai HCV, yang berjumlah kurang lebih 200 orang yang
saat ini bekerja di lapangan,” kata Direktur Operasional untuk Program
Berkelanjutan APP, Aida Greenbury seperti dikutip dari Mongabay.com. “Mereka bertugas memetakan batas hutan alam dan melakukan berbagai proses yang kompleks untuk mengevaluasi HCS dan HCV.”
“Dari hasil pencitraan satelit di 15 wilayah konsesi yang mengubah
hutan alam menjadi perkebunan sebelum 1 Februari 2013, menunjukkan hasil
dari kebijakan konservasi baru kami. Ada hutan alami yang jumlah cukup
substansial yang masih berdiri di Sumatera dan Kalimantan Barat. Kami
akan terus melaporkan perkembangan setiap langkah kami di program
kebijakan konservasi kami.”
Greenbury menambahkan, berdasar analisis dari TFT menyebutkan luasan
hutan yang akan terlindungi dari kebijakan baru APP ini antara 150 ribu
hingga 250 ribu hektar di kedua pulau itu.