Badak Sumatera, semakin terdesak akibat perburuan cula dan lenyapnya habitat. Foto: Save the Rhino International
Seiring dengan populasinya yang semakin menyusut, badak Sumatera (Dicerorhinus sumatranensis)
kini semakin membutuhkan penanganan yang khusus dan cepat untuk
mencegah kepunahan lebih cepat. Apalagi, spesies ini kini tinggal
tersisa sekitar 200 ekor saja di habitatnya. Terkait dengan urgensi ini,
sejumlah pakar kini tengah menyusun sebuah pertemuan yang sangat
penting untuk membicarakan berbagai langkah dan upaya untuk
menyelamatkan spesies badak terkcil di dunia yang masih tersisa ini.
Pertemuan
untuk membahas keberadaan badak Sumatera ini akan diselenggarakan dalam
sebuah event bernama The Sumatran Rhino Crisis Summit yang digagas oleh
International Union for Conservation of Nature (IUCN) mulai tanggal 31
Maret hingga 4 April 2013 di Singapura. Dalam pertemuan ini akan dibahas
seputar perencanaan lebih lanjut dan pendanaan untuk mencegah kepunahan
badak Sumatera.
Berbagai upaya yang pernah terjadi di masa lalu
untuk melindungi badak Sumatera -termasuk diantaranya penangkaran-
sebagian besar mengalami kegagalan. Spesies ini, yang tersebar di
Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Pulau Kalimantan sangat terancam
akibat kepadatan populasinya yang rendah di alam liar (lokasi setiap
individu saling berjauhan satu sama lain), perburuan untuk diambil cula
mereka dan lenyapnya habitat untuk berbagai kebutuhan manusia seperti
perkebunan, pertambangan, pertanian dan tempat tinggal.
Pertemuan
ini melibatkan beberapa organisasi penyelamatan badak Sumatera di
berbagai kawasan, yaitu Fauna and Flora International (FFI Indonesia),
Yayasan Badak Indonesia (YABI), Persatuan Kebun Binatang Seluruh
Indonesia, International Rhino Foundation (IRF), Leuser International
Foundation (LIF Indonesia), Wildlife Conservation Society (WCS
Indonesia), Taman Safari Indonesia (TSI), WWF, SOS Rhino AS, Borneo
Rhino Alliance (BORA Malaysia), Land Empowerment Animals People (LEAP
Malaysia).
Source : link
Source : link