Pembersihan hutan alami di salah satu konsesi milik Asia Pulp and Paper. Foto: Eyes on the Forest
Kebijakan Asia Pulp and Paper menerbitkan kebijakan konservasi muncul
setelah raksasa produsen bubur kayu dan kertas ini memusnahkan nyaris
seluruh hutan yang dilindungi di kawasan konsesinya di Sumatera, sebut
sebuah laporan yang diterbitkan oleh lembaga Greenomics hari Senin 18 Maret 2013 silam.
Laporan
ini, didasarkan atas data citra satelit dan kehutanan yang didapat dari
Kementerian Kehutanan di 10 perusahaan milik APP yang beroperasi di
Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Dari hasil analisis diperoleh
kesimpulan bahwa kebijakan konservasi hutan yang diumumkan oleh Asia
Pulp and Paper di bulan Februari 2013 silam hanya melindungi hutan dalam
luasan yang sangat kecil.
“Kami memiliki bukti yang sangat kuat
untuk menyimpulkan bahwa sudah tak ada lagi hutan alami atau lahan
gambut dalam skala yang cukup besar yang sudah diselamatkan oleh APP
lewat Forest Conservation Policy di wilayah konsesi mereka yang telah
dialokasikan untuk mengembangkan perkebunan kayu untuk bubur kertas di
Sumatera.”
Greenomics
mengatakan bahwa dari data tersebut juga diperoleh bahwa hutan dan
lahan gambut yang berhasil selamat dari pemusnahan oleh APP adalah
kawasan yang memang sangat sulit untuk diakses, wilayah yang berkonflik
dengan masyarakat, zona yang didesain sebagai kawasan lindung atau
kawasan yang memag tidak boleh dieksploitasi, seperti kawasan lahan
gambut yang dalam.
Dalam laporan ini Greenomics berargumen bahwa
APP menunggu sampai mereka bisa membuka sebanyak mungkin hutan sebelum
mereka mengeluarkan kebijakan kehutanan mereka, yang kemudian dibatasi
konversi lahan dengan kandungan karbon tinggi, high conservation value
forest, dan kawasan konflik.
“Yang muncul dalam kebijakan
konservasi yang dikeluarkan oleh APP adalah adanya penundaan sampai
mereka mereasa cukup banyak menebang hutan alami dan lahan gambut sampai
pengembangan perkebunan untuk bubur kertas selesai tuntas,” ungkap
laporan ini. “Bahan serat kayu alami yang diperoleh dari penebangan ini
sangat bermanfaat untuk memenuhi basis produksi APP terutama di tahun
2013.”
Laporan
ini hanya mengevaluasi konsesi APP yang ada di pulau Sumatera. Dalam
riset awal mereka disarankan agar kebijakan ini juga melindungi kawasan
hutan dan lahan gambut yang cukup signifikan di Kalimantan, dimana APP
kini tengah mengembangkan perkebunan baru mereka. Kebijakan APP ini
sendiri mulai efektif berlaku per 1 Februari 2013 silam di seluruh
perkebunan mereka dan bagi seluruh anak perusahaan mereka.
Langkah
konservasi yang dilakukan oleh APP ini digawangi oleh lembaga The
Forest Trust (TFT), lembaga konsultan non profit yang mmembantu APP
untuk menekan dampak lingkungan dari operasional mereka. TFT selanjutnya
akan memonitor jalannya kebijakan ini di lapangan.
Kebijakan ini
sendiri seandainya memang bisa berjalan baik, akan menjadi sebuah
langkah besar bagi APP, yang selama ini dikenal dengan reputasi buruk
mereka terhadap lingkungan. Menurut data dari Eyes on the Forest,
perusahaan penyuplai kayu yang ada dibawah naungan APP sudah membuka 2
juta hektar hutan di Sumatera sejak tahun 1984, termasuk hutan seluas
675.000 hutan yang masuk kategori ‘sangat kritis’ dan ‘kritis’, mereka
juga memusnahkan 550.000 hektar habitat harimau Sumatera, 240.000 hektar
habitat gajah Sumatera dan 1.500 hektar habitat orangutan. Reputasi ini
membuat berbagai perusahaan terkemuka di dunia membatalkan perjanjian
bisnis mereka dengan APP.
Dalam
respon yang disampaikan oleh Asia Pulp and Paper terhadap laporan yang
dirilis oleh Greenomics ini, pihak APP menyatakan mereka masih melakukan
penilaian dampak kebijakan konservasi ini. “Selain tim APP sendiri, ada
tim dari TFT dan tim penilai HCV, yang berjumlah kurang lebih 200 orang
yang saat ini bekerja di lapangan,” ungkap Direktur Operasional untuk
Program Berkelanjutan APP, Aida Greenbury kepada mongabay.com. “Mereka
bertugas untuk memetakan batas hutan alam dan melakukan berbagai proses
yang kompleks untuk mengevaluasi HCS dan HCV.”
“Dari hasil
pencitraan satelit di 15 wilayah konsesi yang mengubah hutan alam
menjadi perkebunan sebelum 1 Februari 2013, menunjukkan bahwa sebagai
hasil dari kebijakan konservasi baru kami, ada hutan alami yang
jumlahnya cukup substansial yang masih berdiri di Sumatera dan
Kalimantan Barat. Kami akan terus melaporkan perkembangan setiap langkah
kami di program kebijakan konservasi kami.”
Greenbury juga
menambahkan bahwa berdasar analisis dari TFT menyebutkan bahwa luasan
hutan yang akan terlindungi dari kebijakan baru APP ini adalah antara
150.000 hingga 250.000 hektar di kedua pulau tersebut.
source : link