skip to main | skip to sidebar

Silva Dream

Konsep Bumi Kita

  • Home
  • Gallery
  • Contact me
  • About Me

Sabtu, 30 Maret 2013

Hebat, pohon ini tidak mati kena bom atom!

Diposting oleh Maysatria Label: Forestry, News
Hibaku Jumoku merupakan pohon ajaib yang tidak mati meski telah dihantam bom atom berkekuatan dahsyat milik Amerika.

Setelah insiden memilukan bom atom Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 silam, kota ini seperti kota mati yang dikelilingi bau hangus dan bahaya radiasi. Dr Harold Jacobsen, seorang ilmuwan dari Proyek Manhattan, mengatakan kepada Washington Post bahwa tanah Hiroshima akan "mandul" dan tidak akan ada tanaman yang tumbuh selama 75 tahun di kota itu.




Tetapi, alam punya rencana lain. Musim semi berikutnya, semua orang terkejut dan sekaligus gembira, ketika sebuah tunas baru terlihat bermunculan di antara puing-puing kota. Mereka adalah bibit pohon muda yang telah memberi harapan yang kuat kepada para korban yang selamat dari insiden bom atom tersebut untuk kembali membangun kota.


Hari ini, setelah lebih dari enam dekade, Hiroshima telah menjadi sebuah kota modern yang hijau dan dinamis. Banyak dari pohon yang ditanam di kota ini setelah perang merupakan hadiah dari luar negeri dan juga dari negara bagian lain di Jepang.

Namun menariknya, ratusan pohon yang masih berdiri hingga saat ini benar-benar berasal dari sisa ledakan bom kala itu. Meskipun sempat rusak dan terbakar, ajaibnya pohon-pohon itu tetap selamat dan segera pulih kembali.

Setelah perang, banyak pohon-pohon yang diselamatkan dari 55 lokasi dalam radius 2 km dari hiposenter. Kini, mereka resmi terdaftar sebagai pohon yang dibom atau biasa disebut Hibaku Jumoku. Pohon yang selamat, lalu diidentifikasi dengan plat nama. Kabarnya, ada sekitar 170 pohon yang selamat yang mewakili 32 spesies yang berbeda.

Pohon yang paling dekat dengan hiposenter adalah sebuah pohon jenis Weeping Willow, yang berdiri 370 meter dari pusat ledakan. Meskipun pohon aslinya telah dibumihanguskan oleh bom, akarnya yang selamat berhasil menumbuhkan tunas baru di dasarnya. Sesuatu yang dibuat manusia tidak akan pernah mengalahkan buatan Tuhan.

Source : link

Sabtu, 23 Maret 2013

Foto: Ini Aksiku Menuju Earth Hour 2013, Mana Aksimu?

Diposting oleh Maysatria Label: News
 
 Earth Hour Jogja street campaign, yang digelar 13 Maret 2013 silam. Foto: Earth Hour Jogja

Menjelang acara puncak kampanye lingkungan terbesar di dunia yang digalang oleh World Wildlife Fund for Nature setiap tanggal 23 Maret mulai jam 20.30 hingga 21.30, sejumlah event lingkungan di berbagai kota di Indonesia digelar menjelang perayaan puncak tersebut.
Earth Hour, yang tahun ini mengusung tema “Ini Aksiku! Mana Aksimu?” kini meluas ke 30 kota di seluruh Indonesia. Berbagai acara digelar di setiap kota tersebut. Di Yogyakarta, sejumlah acara seperti bersih pantai, pemutaran film lingkungan di sekolah, penanaman mangrove, serta kampanye jalan raya digelar di kota gudeg ini. Sementara di Jakarta, Earth Hour berkolaborasi dengan 30 komunitas. Mulai dari komunitas hijau, komunitas hobi, komunitas kreatif, sosial hingga kepemudaan.
Konfigurasi Earth Hour di Jakarta tanggal 17 Maret 2013. Foto: Irwan Citrajaya. Earth Hour Indonesia
Aksi night ride bersama Earth Hour Jogja. Foto: Syavira Citra
Tahun ini, di Jakarta peringatan puncak Earth Hour akan dilakukan dengan memadamkan 5 ikon kota Jakarta, yaitu Balai Kota, Kawasan Monumen Nasional, Patung Arjuna Wiwaha, Bundaran Hotel Indonesia, dan Patung Pemuda. Hal ini didukung oleh Pemerintah DKI Jakarta yang mengimbau para pengelola gedung, khususnya di kawasan bisnis segitiga emas (Jl. Jend Sudirman, Jl. HR Rasuna Said, dan Jl. Gatot Subroto) untuk memadamkan lampu-lampu yang tidak mengganggu keamanan gedung, seperti misalnya papan nama, lampu sorot, lampu pelataran dan lain sebagainya.
Penghematan yang dilakukan lewat gerakan ini, bisa memberikan dampak yang sangat signifikan bagi manusia. Sebagai gambaran, jika 10% penduduk DKI Jakarta mematikan lampu seama satu jam saat Earth Hour, maka hal ini sama nilainya dengan mematikan satu pembangkit listrik dan menyakan listrik di 900 desa. Penghematan ini juga menekan emisi karbon hingga 267.3 juta ton. Konsumsi listrik yang dihemat juga setara dengan daya serap 267 pohon, dan persediaan oksigen untuk 534 orang.
Ini aksiku, mana aksimu? Foto: Earth Hour Jogja
Earth Hour Street Campaign di Jogja. Foto: Earth Hour Jogja
Di dunia, gerakan Earth Hour sudah meluas di 7.000 kota di seluruh dunia di 152 negara dengan ratusan juta peserta. Di tahun kelima penyelenggaraannya, gerakan ini kembali mengajak setiap individu, komunitas, media massa, praktisi bisnis dan pemerintah untuk mematikan lampu dan peralatan elektronik yang tidak digunakan selama satu jam sebagai sebuah simbol kepedulian terhadap laju perubahan iklim.
Lalu, mana Aksimu?
Konfigurasi Earth Hour saat melintas di Jl. Jenderal Sudirman Jakarta, 17 Maret 2013 silam. Foto: Irwan Citrajaya/Earth Hour Indonesia

source : link

Laporan: Asia Pulp and Paper Terbitkan Kebijakan Konservasi Saat Hutan Sudah Jadi Bubur Kertas

Diposting oleh Maysatria Label: Forestry, News
 
 Pembersihan hutan alami di salah satu konsesi milik Asia Pulp and Paper. Foto: Eyes on the Forest

Kebijakan Asia Pulp and Paper menerbitkan kebijakan konservasi muncul setelah raksasa produsen bubur kayu dan kertas ini memusnahkan nyaris seluruh hutan yang dilindungi di kawasan konsesinya di Sumatera, sebut sebuah laporan yang diterbitkan oleh lembaga Greenomics hari Senin 18 Maret 2013 silam.
Laporan ini, didasarkan atas data citra satelit dan kehutanan yang didapat dari Kementerian Kehutanan di 10 perusahaan milik APP yang beroperasi di Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa kebijakan konservasi hutan yang diumumkan oleh Asia Pulp and Paper di bulan Februari 2013 silam hanya melindungi hutan dalam luasan yang sangat kecil.
“Kami memiliki bukti yang sangat kuat untuk menyimpulkan bahwa sudah tak ada lagi hutan alami atau lahan gambut dalam skala yang cukup besar yang sudah diselamatkan oleh APP lewat Forest Conservation Policy di wilayah konsesi mereka yang telah dialokasikan untuk mengembangkan perkebunan kayu untuk bubur kertas di Sumatera.”
Greenomics mengatakan bahwa dari data tersebut juga diperoleh bahwa hutan dan lahan gambut yang berhasil selamat dari pemusnahan oleh APP adalah kawasan yang memang sangat sulit untuk diakses, wilayah yang berkonflik dengan masyarakat, zona yang didesain sebagai kawasan lindung atau kawasan yang memag tidak boleh dieksploitasi, seperti kawasan lahan gambut yang dalam.
Dalam laporan ini Greenomics berargumen bahwa APP menunggu sampai mereka bisa membuka sebanyak mungkin hutan sebelum mereka mengeluarkan kebijakan kehutanan mereka, yang kemudian dibatasi  konversi lahan dengan kandungan karbon tinggi, high conservation value forest, dan kawasan konflik.
“Yang muncul dalam kebijakan konservasi yang dikeluarkan oleh APP adalah adanya penundaan sampai mereka mereasa cukup banyak menebang hutan alami dan lahan gambut sampai pengembangan perkebunan untuk bubur kertas selesai tuntas,” ungkap laporan ini. “Bahan serat kayu alami yang diperoleh dari penebangan ini sangat bermanfaat untuk memenuhi basis produksi APP terutama di tahun 2013.”
Harimau Sumatera mati di kawasan konsesi milik Asia Pulp and Paper. Foto: WWF-Indonesia
Laporan ini hanya mengevaluasi konsesi APP yang ada di pulau Sumatera. Dalam riset awal mereka disarankan agar kebijakan ini juga melindungi kawasan hutan dan lahan gambut yang cukup signifikan di Kalimantan, dimana APP kini tengah mengembangkan perkebunan baru mereka. Kebijakan APP ini sendiri mulai efektif berlaku per 1 Februari 2013 silam di seluruh perkebunan mereka dan bagi seluruh anak perusahaan mereka.
Langkah konservasi yang dilakukan oleh APP ini digawangi oleh lembaga The Forest Trust (TFT), lembaga konsultan non profit yang mmembantu APP untuk menekan dampak lingkungan dari operasional mereka. TFT selanjutnya akan memonitor jalannya kebijakan ini di lapangan.
Kebijakan ini sendiri seandainya memang bisa berjalan baik, akan menjadi sebuah langkah besar bagi APP, yang selama ini dikenal dengan reputasi buruk mereka terhadap lingkungan. Menurut data dari Eyes on the Forest, perusahaan penyuplai kayu yang ada dibawah naungan APP sudah membuka 2 juta hektar hutan di Sumatera sejak tahun 1984, termasuk hutan seluas 675.000 hutan yang masuk kategori ‘sangat kritis’ dan ‘kritis’, mereka juga memusnahkan 550.000 hektar habitat harimau Sumatera, 240.000 hektar habitat gajah Sumatera dan 1.500 hektar habitat orangutan. Reputasi ini membuat berbagai perusahaan terkemuka di dunia membatalkan perjanjian bisnis mereka dengan APP.
Salah satu hutan yang telah bersih, di lokasi konsesi pemasok kayu untuk APP milik PT Perawang Sukses Perkasa. Foto: Zamzami
Dalam respon yang disampaikan oleh Asia Pulp and Paper terhadap laporan yang dirilis oleh Greenomics ini, pihak APP menyatakan mereka masih melakukan penilaian dampak kebijakan konservasi ini. “Selain tim APP sendiri, ada tim dari TFT dan tim penilai HCV, yang berjumlah kurang lebih 200 orang yang saat ini bekerja di lapangan,” ungkap Direktur Operasional untuk Program Berkelanjutan APP, Aida Greenbury kepada mongabay.com. “Mereka bertugas untuk memetakan batas hutan alam dan melakukan berbagai proses yang kompleks untuk mengevaluasi HCS dan HCV.”
“Dari hasil pencitraan satelit di 15 wilayah konsesi yang mengubah hutan alam menjadi perkebunan sebelum 1 Februari 2013, menunjukkan bahwa sebagai hasil dari kebijakan konservasi baru kami, ada hutan alami yang jumlahnya cukup substansial yang masih berdiri di Sumatera dan Kalimantan Barat. Kami akan terus melaporkan perkembangan setiap langkah kami di program kebijakan konservasi kami.”
Greenbury juga menambahkan bahwa berdasar analisis dari TFT menyebutkan bahwa luasan hutan yang akan terlindungi dari kebijakan baru APP ini adalah antara 150.000 hingga 250.000 hektar di kedua pulau tersebut.

source : link

Sejumlah Pakar Akan Bahas Penyelamatan Masa Depan Badak Sumatera dari Kepunahan

Diposting oleh Maysatria Label: Forestry, Konservasi, News
 
 Badak Sumatera, semakin terdesak akibat perburuan cula dan lenyapnya habitat. Foto: Save the Rhino International

Seiring dengan populasinya yang semakin menyusut, badak Sumatera (Dicerorhinus sumatranensis) kini semakin membutuhkan penanganan yang khusus dan cepat untuk mencegah kepunahan lebih cepat. Apalagi, spesies ini kini tinggal tersisa sekitar 200 ekor saja di habitatnya. Terkait dengan urgensi ini, sejumlah pakar kini tengah menyusun sebuah pertemuan yang sangat penting untuk membicarakan berbagai langkah dan upaya untuk menyelamatkan spesies badak terkcil di dunia yang masih tersisa ini.
Pertemuan untuk membahas keberadaan badak Sumatera ini akan diselenggarakan dalam sebuah event bernama The Sumatran Rhino Crisis Summit yang digagas oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) mulai tanggal 31 Maret hingga 4 April 2013 di Singapura. Dalam pertemuan ini akan dibahas seputar perencanaan lebih lanjut dan pendanaan untuk mencegah kepunahan badak Sumatera.
Berbagai upaya yang pernah terjadi di masa lalu untuk melindungi badak Sumatera -termasuk diantaranya penangkaran- sebagian besar mengalami kegagalan. Spesies ini, yang tersebar di Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Pulau Kalimantan sangat terancam akibat kepadatan populasinya yang rendah di alam liar (lokasi setiap individu saling berjauhan satu sama lain), perburuan untuk diambil cula mereka dan lenyapnya habitat untuk berbagai kebutuhan manusia seperti perkebunan, pertambangan, pertanian dan tempat tinggal.
Pertemuan ini melibatkan beberapa organisasi penyelamatan badak Sumatera di berbagai kawasan, yaitu Fauna and Flora International (FFI Indonesia), Yayasan Badak Indonesia (YABI), Persatuan Kebun Binatang Seluruh Indonesia, International Rhino Foundation (IRF), Leuser International Foundation (LIF Indonesia), Wildlife Conservation Society (WCS Indonesia), Taman Safari Indonesia (TSI), WWF, SOS Rhino AS, Borneo Rhino Alliance (BORA Malaysia), Land Empowerment Animals People (LEAP Malaysia).

Source : link

Cristiano Ronaldo, Duta Pelestarian Forum Peduli Mangrove Indonesia

Diposting oleh Maysatria Label: Mangrove, News
 
 Cristiano Ronaldo, kini menajdi duta mangrove Indonesia. Foto: Forum Peduli Mangrove Bali

Mega bintang sepakbola dunia asal Protugal yang bermain untuk klub Real Madrid, Cristiano Ronaldo kini menjadi bagian dari upaya konservasi mangrove di Indonesia, setelah dirinya menyepakati untuk menjadi duta konservasi mangrove bagi Forum Peduli Mangrove yang berbasis di Bali. Kesepakatan antara lembaga ini dengan Ronaldo ini sendiri dicapai hari Jumat 8 Maret 2013 silam.
Ronaldo sendiri seperti dilansir Yahoo Singapore menyatakan gembira bisa bergabung dalam gerakan melestarikan mangrove di Indonesia. “Saya merasa terhormat bisa memainkan peran penting dalam melestarikan mangrove di Indonesia. Saya pernah ke Aceh setelah peristiwa tsunami tahun 2004 dan penderitaan yang saya lihat memberikan kesan begitu mendalam bagi saya. Saya memahami, di tempat diana mangrove bisa memberikan perlindungan terhadap ekosistem dari terjangan ombak yang besar, maka banyak hidup bisa diselamatkan dan banyak kerusakan bisa ditekan.”
Perwakilan dari Forum Peduli Mangrove (Mangrove Care) sendiri yang diwakili Tomy Winata seperti dilansir oleh www.antaranews.com menyatakan,”Saya sangat gembira Ronaldo telah menyetujui untuk mendukung upaya kami melestarikan mangrove di Indonesia. Dia adalah duta yang ideal untuk melestarikan mangrove karena dia merupakan daya tarik bagi publik dan kami berharap pesan untuk selamatkan mangrove ini bisa meraih perhatian semua orang baik kaya, miskin, tua dan muda.”
Forum ini sendiri rencananya akan diluncurkan dalam waktu dua bulan mendatang, dan bertujuan untuk melakukan penyadartahuan kepada publik tentang pentingnya pelestarian hutan mangrove dan menjaga keragaman hayati yang ada di hutan mangrove.
Menurut data dari Kementerian Kehutanan luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan sekitar 9 juta hektar di tahun 2000. Namun luasan ini terus berurang drastis hingga tahun 2005, dimana sekitar 65% hutan mangrove sudah rusak atau hilang setelah diubah menjadi peternakan udang, perkebunan kelapa sawit, wilayah pertanian dan pengembangan tempat tinggal bagi manusia. Hutan mangrove Indonesia diperkirakan tinggal tersisa sekitar 3,6 juta hektar saja saat ini.

source : link

Hutan Mangrove Muara Gembong Rusak Parah, 3 Desa Hilang

Diposting oleh Maysatria Label: Forestry, Mangrove
 
Penanaman mangrove di Muara Gembong. Hutan mangrove di kawasan ini sudah rusak parah hingga abrasi pantai tak terelakkan. Sampai saat ini, sudah tiga desa hilang. Foto: WWF Indonesia

Kawasan hutan mangrove di sepanjang Pantai Muara Gembong, Bekasi, rusak parah. Abrasi pantai pun gila-gilaan hingga menyebabkan tiga desa hilang, yakni, Desa Pantai Bahagia, Desa Pantai Mekar dan Desa Pantai Sederhana. Anwar Purwoto, Direktur WWF-Indonesia untuk Program Kehutanan, Air Tawar dan Terestrial Spesies  mengatakan, bila tidak segera diperbaiki, kerusakan lingkungan akan makin parah.
Untuk itu, salah satu upaya, WWF Indonesia, lewat program MyBabyMangrove, menanam mangrove bersama mulai Minggu(10/3/13) di Muara Gembong. Kegiatan ini, sebagai rangkaian Kampanye Earth Hour “Ini Aksiku Mana Aksimu.”  “Ini akan mengembalikan fungsi kawasan sebagai hutan lindung juga diharapkan memperbaiki kualitas lingkungan,” katanya di Bekasi, Minggu(10/3/13).
Ekosistem mangrove di Muara Gembong, sudah terdegradasi.  Menurut Perum Perhutani, pengelola kawasan ini, luas hutan mangrove alami di Muara Gembong 10.480 hektar. Namun, luas tutupan hutan sangat berkurang , sekitar 93,5 persen menjadi tambak dan lahan pertanian masyarakat.
Kawasan hutan mangrove Muara Gembong ini, merupakan bagian rangkaian ekosistem mangrove di pesisir utara Teluk Jakarta, dari Tanjung Pasir di Tangerang, Banten, hingga ke Ujung Karawang. “Padahal hutan mangrove, mempunyai peranan sangat penting mencegah pengikisan pantai oleh gelombang air laut dan ekosistem mangrove juga produsen utama sektor perikanan,” ujar dia. Aksi tanam mangrove ini bersama para pendukung, Perhutani dan media, didukung mitra korporasi WWF-Indonesia yaitu Tupperware. Tupperware mendonasikan 5,000 mangrove di Muara Gembong.
Di hari sama, aksi serupa oleh berbagai komponen di Desa Lamnga, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. Aksi ini didukung pemerintah, aktivitis lingkungan, dan masyarakat binaan beranggotakan kaum perempuan yang tergabung dalam Yayasan An-Nisaa’ Center. Untuk ini, Tupperware juga mendonasikan 5,000 mangrove.  “Kegiatan ini diharapkan menjadi sebuah wadah rehabilitasi ekosistem mangrove yang rusak akibat bencana tsunami 2004 silam.”
Adopsi Mangrove
Program MyBabyMangrove ini dapat diikuti siapa saja, melalui donasi off-line dengan membeli satu bibit pohon, senilai Rp150.000. Biaya ini sudah termasuk perawatan intensif  selama lima tahun. Setiap MyBabyMangrove yang ditanam langsung diberi nama orang atau pihak yang mengadopsi bibit itu. Lalu, difoto dan dilengkapi perangkat GPS, dan di-upload melalui aplikasi online.
Pertumbuhan MyBabyMangrove yang ditanam bisa dimonitor secara online. Setiap pohon akan memiliki koordinat GeoTags. Mau ikut penyelamatan hutan Indonesia? Ayo ikutan  adopsi lewat MyBabyMangrove di www.mybabytree.org.
Para pendukung aksi MyBabyMangrove usai menanam di Muara Gembong, Minggu(10/3/13). Kepedulian tidak merusak lingkungan, seperti kawasan hutan mangrove harus ditumbuhkan kepada masyarakat. Jika tidak, abrasi akan makin meluas, kerusakan lingkungan pun makin parah. Foto: WWF Indonesia

source : link

Senin, 18 Maret 2013

Pohon Ulin tertua dan terbesar di dunia

Diposting oleh Maysatria Label: Forestry, News
ULIN berusia sekitar 1.000 tahun di TNK (Taman Nasional Kutai), Kabupaten Kutai Timur dengan diameter 2,47 meter dan mempyunyai ketinggian sekira 20 meter serta merupakan pohon TERBESAR didunia.

Menurut Sarjo, pengaman Hutan Kawasan TNK mengatakan, “Saat itu, saya menemani seorang peneliti asal Jepang, Putuka Watanabe, yang melakukan penelitian spesies yang ada di Kawasan TNK yang merupakan proyek Kyoto University. Saya melihat saat pulang menemani peneliti itu, kemudian saya sampaikan kepada Putuka Watanabe,” ujarnya.

Ia menambahkan, “Kami temukan pertama kali pada tahun 1993. Pohon tersebut, diukur dan saat itu masih berdiameter 2 meter 41 sentimeter dengan tinggi mencapai 20 meter. Kini, diameternya menjadi 2 meter 47 cm," tambahnya pada para jurnalis, Senin (18/03). Perkembangan ulin setiap tahun hanya sekitar 0,5 cm sehingga usia pohon diperkirakan kurang lebih 1.000 tahun. “Tingginya saat ini sekitar 20 meter akibat “TERKENA” petir yang sebelumnya kuranglebih 30 meter. Kondisi pohon ini masih hidup," jelasnya.

Adapun untuk mencapai lokasi ULIN RAKSASA tersebut, perjalanan ditempuh dari Kota Samarinda melalui jalur darat menuju ke Kantor Balai TNK di Desa Sangkima, Kabupaten Kutai Timur, dengan jarak tempuh sekitar 3 hingga 4 jam. Jika dari Kantor Balai TNK itu, perjalanan dilanjutkan dengan "trekking" menelusuri kawasan hutan dengan jarak sekitar 800 meter atau ditempuh dengan berjalan kaki sekitar satu jam lebih.

Temuan ulin terbesar dan tertua di dunia itu juga dibenarkan oleh peneliti dari Universitas Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan, Profesor Nengah Wirawan. “Pak Prof. Nengah Wirawan yang juga melakukan penelitian di TNK juga membenarkan bahwa pohon itu merupakan ulin tertua di dunia,” terangnya.

Ditempat terpisah, Menurut Syaiful dan istrinya, warga Suidoarjo yang pernah tinggal di Kutai Timur mengatakan, “Memang mas, disana banyak pohon ULIN bahkan rumah kami saja yang saya tinggal semuanya dari kayu ULIN disana murah sekali seperti tak ada harganya. Bahkan juga pernah kami mencari untuk kayu bakar,” katanya sambil mengenang masalalunya.

Ia menambahkan, “Tapi saya sudah minta ampun dan trauma disana, kasihan perkembangan anak saya yang butuh pendidikan yang layak, rumah serta berbaur dengan masyarakat karena pada saat itu hidup kami seperti di film Tarsan mas, sinyal HP saja tidak ada jadi putus dengan dunia luar,” tambahnya dengan airmata menetes.

“Dan hutan tersebut penuh dengan misteri penampakan hantu, jika tidak tahan mental maka saya jamin dalam hitungan tidak sampai setahun pasti sudah gila beruntunglah saya, istri dan anak masih dilindungi-Nya. Saya punya foto mas nanti saya blututkan. Bila hujan perjalanan tidak dapat ditempuh dengan kendaraan karena tanahnya Lempung, licin dan harus jalan kaki,” jelasnya.

“Saya sangat kagum dengan Indonesia yang hutannya kaya dengan kayu ulin itu coba jika diolah dengan benar penghasilan negara akan meningkat dan masyarakat disana akan maju. Tidak saat itu ya kurang lebih 2 tahun lalu masyarakat sangat gaptek dengan tehnologi seperti media, tidak dapat menembus masuk sehingga masyarakat kurang informasi dan bahkan bisa dikatakan banyak yang primitif, sungguh kasihan mas mereka,” pungkasnya dengan menggendong anaknya yang tidur dipangkuan.

Keberadaan ulin terbesar itu saat ini masih terus dijaga sebagai salahsatu kekayaan alam Indonesia. Kepala Balai TNK, Erli Sukrismanto mengatakan, “Kita harus bangga sebab ada sebuah pohon terbesar di dunia dan tertua yang sampai saat masih tetap terjaga. Kami berharap, seluruh masyarakat maupun pihak terkait dapat menjaga dan melestarikan keberadaan kayu ulin, khususnya yang terbesar itu sebab selama ini, ulin masih menjadi incaran utama para pelaku pencurian kayu,” ujarnya.  (TIMSUS)

Source : link

Senin, 11 Maret 2013

Laporan TRAFFIC: 1425 Harimau Mati Dalam 13 Tahun, Dua Ekor Ditangkap Setiap Pekan

Diposting oleh Maysatria Label: Konservasi, News
 
Salah satu harimau Sumatera yang mati di wilayah konsesi perkebunan PT Arara Abadi yang menjadi anak perusahaan Asia Pulp and Paper di Riau. Foto: WWF-Indonesia

Sebuah kompilasi laporan terkini yang dirilis oleh lembaga yang melakukan monitoring dan pencegahan perdagangan satwa liar dunia, TRAFFIC menyatakan setidaknya 1425 ekor harimau sudah ditangkap di Asia dalam 13 tahun terakhir. Namun dari data di dalam laporan berjudul Reduced to Skin and Bones Revisited yang meliputi 13 negara, Kamboja adalah yang terparah, tak ada data jumlah penangkapan harimau yang tercatat selama periode tersebut.
Dalam análisis laporan ini terlihat jelas bahwa kendati upaya perlawanan dan pencegahan terus dilakukan dalam perdagangan bagian-bagian tubuh harimau, namun kondisi di lapangan membuktikan bahwa hal ini tetap menjadi perhatian utama karena masih terus terjadi, ungkap TRAFFIC. Sekitar 654 ekor harimau dibunuh dan bagian tubuhnya diperjualbelikan, mulai dari kulit hingga tulang, lalu gigi, telapak kaki dan tengkoraknya selama periode ini, atau sekitar 110 ekor harimau mati diburu setiap tahun, dengan angka rata-rata dua ekor atau lebih setiap minggunya.
Sementara, sekitar 89% harimau tangkapan itu berada di luar kawasan lindung, hal ini menekankan pentignya aksi anti-perdagangan liar untuk memutus rantai perdagangan dan mencegah penetrasi ke dalam habitat harimau. Manfaat analisis ini untuk meningkatkan penegakan hukum untuk melindungi harimau dan habitatnya sudah sangat jelas. “Jika lebih banyak informasi yang secara rutin dikumpulkan, dianalisa dan disebarkan ke berbagai negara ini, upaya nyata bisa dibuat untuk melawan sindikat perdagangan harimau ilegal ini,” ungkap Natalia Pervishina, Kepala Progra Perdagangan Harimau dari TRAFFIC dan WWF. Laporan hasil kerjasama antara WWF dan TRAFFIC ini sendiri dirilis disela-sela berjalannya konferensi CITES yang tengah berlangsung di Bangkok, Thailand.
Harimau Sumatera yang jug amti di lokasi konsesi perkebunan milik Asia Pulp and Paper di Riau. Foto: WWF-Indonesia
Temuan yang signifikan dalam laporan yang terbaru ini adalah meningkatnya jumlah tangkapan harimau, yang juga melibatkan harimau hidup – sekitar 61 ekor ditangkap selama periode tiga tahun sejak pertemuan terakhir CITES tahun 2010. Angka ini merupakan setengah dari jumlah keseluruhan (123 ekor) yang tercatat sejak tahun 2000 silam. Thailand adalah negara yang teridentifikasi menjadi lokasi utama perdagangan harimau yaitu dengan total 30 ekor, lalu diikuti Laos 11 ekor, Indonesia 9 ekor dan Vietnam 4 ekor.
“Mengingat adanya jumlah populasi harimau liar yang rendah di Thailand, Laos, dan Viet Nam, lalu dikombinasikan dengan adanya fasilitas penangkaran harimau dalam tiga negara, ada pertanyaan penting mengenai sumber dari mana harimau hidup itu berasal,” kata Nick Cox, Program Manager Spesies WWF-Greater Mekong. Dari 13 negara yang termasuk dalam rentang habitat harimau (Bangladesh, Bhutan, Kamboja, Cina, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Rusia, Thailand, Viet Nam), hanya India yang telah membuat catatan cukup rinci untuk membuat analisis untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi ‘hotspot’ di mana perdagangan harimau berlangsung.
Berdasarkan informasi dari India, lima lokasi ‘hotspot’ yang berhasil diidentifikasi diantaranya termasuk Delhi, sementara empat lainnya yang dekat dengan kawasan lindung di berbagai negara bagian (Uttar Pradesh, India tengah, West Bengal (Sundarbans) dan India bagian selatan dari Ghats Barat). “Kualitas informasi dari India memungkinkan kami untuk melakukan analisis spasial dan menentukan lokasi-lokasi kunci dimana perdagangan harimau berlangsung,” kata Sarah Stoner,  dari Spesialis Data Perdagangan Harimau TRAFFIC dan penulis laporan ini. “Negara-negara harus melakukan upaya nyata untuk menjaga komitmen mereka di bawah CITES untuk melindungi harimau liar dengan memberikan pelaporan yang sangat baik pada situasi saat ini.”
Berdasarkan kesepakatan yang dibuat pada pertemuan CITES sebelumnya, negara-negata yang menjadi rentang habitat harimau harus menyatakan tindakan apa yang telah mereka lakukan untuk melindungi kucing besar Asia ini. Pada awal pertemuan CITES saat ini yang sedang berlangsung di Bangkok, hanya China, India dan Thailand telah menyerahkan laporan yang tepat sesuai dengan ketentuan CITES. WWF dan TRAFFIC mendesak negara-negara yang terlibat dalam Program Pemulihan Harimau Global untuk menyelesaikan proses pelaporan untuk memenuhi persyaratan CITES yang terkait dengan harimau.

source : link

Dua Ratus Negara Sepakat Beri Perlindungan Ekstra Bagi Spesies Kura-Kura Dunia

Diposting oleh Maysatria Label: Konservasi
 
 Kura-kura berleher ular (Chelodina mcorrdi) yang hanya bisa ditemui di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, kini semakin dilindungi. Foto: Bonggi Ibarrani/TRAFFIC South East Asia

Nyaris dua ratus negara sepakat untuk melakukan perlindungan ekstra terhadap berbagai spesies kura-kura dunia. Dalam kesempatan ini, untuk pertamakalinya dalam sejarah, Amerika Serikat dan Cina bersepakat dengan ratusan negara lainnya untuk melindungi spesies kura-kura langka saat berlangsungnya Konferensi CITES di Thailand. Seperti dilaporkan oleh Guardian.co.uk, jutaan kura-kura setiap tahun diburu demi memperoleh obat (yang kabarnya) bisa membuat panjang umur dan kuliner terutama di benua Asia. Permintaan terhadap daging kura-kura semakin tinggi setiap tahun, seiring denga semakin makmurnya negara-negara di Asia, terutama di Cina. Setiap tahun konsumen daging kura-kura bertambah jutaan orang setiap tahun.
Regulasi baru yang didiskusikan di Bangkok ini dinilai memang sudah saatnya diberlakukan untuk berbagai spesies yang semakin terancam, ungkap pakar biologi dari Pro wildlife, Dr, Sandra Altherr. “Banyak sekali jenis kura-kura yang kita diskusikan hari ini akan dijual keesokan harinya di pameran reptil dunia yang terbesar di Jerman, dan harga yang ada di pasar mencapai 20.000 Euro,” ungkapnya. “Kura-kura memiliki hidup yang sangat panjang, itu sebabnya mereka bereproduksi sangat lambat dan eksploitasi seperti ini, sangat membahayakan kelangsungan hidup mereka.”
Kurakura air tawar di Sumatera. Foto: Rhett A. Butler
Kura-kura memang sejak lama dikenal sebagai salah satu obat yang diyakini bisa memperpanjang usia dan sangat laris di pasaran obat tradisional di Cina. Selain itu, keindahan cangkang mereka juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para kolektor.
Sebagian besar perdagangan kura-kura di dunia adalah perdagangan ilegal, dan berbagai jenis kura-kura mati dalam perjalanan saat dijual, namun hal ini terus berlangsung seiring dengan lemahnya penegakan hukum yang diberlakukan di lapangan. Selain ancaman diperdagangkan, kura-kura juga semakin terancam akibat hilangnya habitat mereka di sungai, danau, pesisir, dan berbagai kawasan lainnya menjadikan kura-kura sebagai salah satu satwa yang paling terancam di dunia.
Dengan bergabungnya Cina dan AS untuk pertamakalinya di CITES, hal ini akan semakin mendorong perlindungan bagi sekitar 30 spesies kura-kura air tawar, yang selama ini menjadi primadona dalam perdagangan obat tradisional dan bahan makanan di Asia. Selain itu, regulasi perlindungan baru juga diberlakukan bagi kura-kura cangkang lunak (soft-shelled turtles) yang selma ini menjadi impian para pelaku kuliner di Asia. Ratusan juta kura-kura cangkang lunak kini diternakkan di Cina, namun individu yang ada di alam liar tetap terancam.
Selain dua spesies di atas, regulasi baru juga diberlakukan untuk melindungi kura-kura bereher ular Pulau Roti di Indonesia, yang populasinya semakin menyusut akibat perdagangan liar. Dipameran reptildi Jerman, satwa ini bisa laku dengan harga setidaknya 2.000 Euro. Namun utusan Indonesia justru menolak perlindungan dengan status yang lebih tinggi di CITES untuk satwa ini, karena dikhawatirkan justru akan memancing perburuan liar semakin parah. “Hal ini akan meningkatkan perburuan semakin banyak di alam liar,” ungkap salah satu utusan delegasi Indonesia.
Semua aktivitas perdagangan kura-kura kini sudah dilarang. Satwa ini juga dilarang untuk diperlakukan sebgai komoditi ekspor. “Bagi perdagangan satwa liar, perlindungan baru ini menjadi sebuah bantuan yang sangat besar,” ungkap Altherr. “Namun untuk perdagangan sebagai bahan makanan, mungkin tidak terlalu banyak memberi dampak. Sangat sulit untuk mengontrol hal ini.”

source : link

ADB Kucurkan Dana Demi Tekan Laju Kerusakan Hutan di Jantung Kalimantan

Diposting oleh Maysatria Label: Forestry
 
 Hutan Kalimantan dari udara. Foto: Rhett A. Butler

Asian Development Bank mengucurkan dana sebesar 4,5 juta dollar untuk membantu upaya konservasi hutan Kalimantan yang kian kritis. Dana ini dialokasikan sebagai bentuk dukugan untuk memperkuat pembuatan kebijakan dan institusi untuk meningkatkan pengelolaan hutan dan keragaman hayati yang berkelanjutan, dan meningkatkan kapasitas badan-badan pemerintah untuk mengembangkan penghidupan masyarakat yang berkelanjutan.
Lewat program Heart of Borneo yang meliputi negara Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam ini program pengelolaan hutan dilakukan untuk menghentikan laju pencurian kayu di salah satu hutan hujan tropis yang masih tersisa di bumi ini. Setiap tahun, setidaknya sekitar 1 juta kubik kayu diselundupkan dari wilayah ini, dan mengancam keragaman hayati lokal, menghancurkan penghidupan masyarakat lokal serta menyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk mengembalikan kondisi hutan kembali seperti sedia kala. Kawasan Heart of Borneo sendiri adalah kawasan yang menjadi gantungan hidup bagi 12 juta orang yang ada di wilayah ini.
Lewat proyek ini, sperti dirilis dalam situs pernyataan terbaru mereka, Heart of Borneo menargetkan turunnya laju kehilangan hutan hingga tahun 2016 seluas 2%, menekan hingga 5% perburuan satwa liar, serta pembentukan kerangka kebijakan nasional dan agenda reformasi untuk pengelolaan sumber daya hutan.
Proyek ini sendiri akan dilakukan oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia mulai September 2013 mendatang hingga Agustus 2016. Bantuan teknis untuk pemerintah Indonesia termasuk di dalamnya adalah bantuan dari Climate Change Fund Asian Development Bank dan dari Regional Cooeration and Integration Fund.
Keberlanjutan sektor lingkungan adalah sebuah prasyarat bagi pertubuhan ekonomi dan upaya menekan angka kemsikinan di Asia dan kawasan Pasifik. Proyek ini adalah bagian dari kerangka strategis jangka panjang ADB tahun 2008 hingga tahun 2020 yang mengidentifikasi keberlanjutan lingkungan sebagai kunci agenda pembangunan strategs dan lingkungan menjadi area inti untuk didukung.
Selain proyek Heart of Borneo, ADB juga mendukung upaya mengatasi eksosistem kritis di Greater Mekong Subregion Core Environment Program dan Biodiversity Corridor Initiative serta Coral Triangle Initiative untuk melestarikan terumbu karang di kawasan Asia Pasifik yang termasuk ke dala segitiga terumbu karang dunia.
Hutan Kalimantan, adalah salah satu wilayah dengan laju deforestasi tercepat di Indonesia dan dunia. Menurut data yang dirilis Forest Watch Indonesia berjudul ‘Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2000-2009′ laju deforestasi hutan Kalimantan mencapai 0,55 juta hektar per tahun. Berdasar proyeksi ini, hingga tahun 2020 jika tidak dilakukan langkah untuk menghentikan laju hilangnya tutupan hutan, maka hutan di Kalimantan akan tinggal tersisa 21,29 juta hektar saja

source : link

Kamis, 07 Maret 2013

Penelitian: Makanan Melimpah, Orangutan Jantan Dominan Semakin Berkuasa

Diposting oleh Maysatria Label: Konservasi, News
 
 Orangutan jantan di Kalimantan. Foto: Rhett A. Butler

Tahapan perkembangan kematangan seksual, kebiasaan kawin dan hierarki sosial orangutan ternyata memiliki ketergantungan jauh lebih tinggi kepada lingkungan mereka, dibanding yang pernah diasumsikan sebelumnya: faktanya, saat hutan hujan tropis memberikan pangan lebih banyak, maka pengaruh si jantan dominan akan meningat. Sementara untuk menghindari perhatian si jantan dominan, orangutan jantan lain akan tetap berukuran kecil dan mengalami pertumbuhan yang terhambat. Hal ini terungkap dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh beberapa pakar orangutan dari Indonesia dan Swiss.
Dalam bahasa Melayu dan bahasa Indoneia, kata ‘orangutan’ berarti orang yang ada di hutan. Namun kenyataannya, para kera besar penghuni hutan hujan tropis Indonesia berwarna merah kecoklatan ini adalah saudara yang paling dekat dengan kita di dalam keluarga kera besar. Orangutan berbeda dari primata besar lainnya karena si jantan bisa melalui dua fase berbeda dalam melewati masa hidup mereka. Itu sebabnya mengapa ada dua tipe perkembangan kematangan seksualitas orangutan jantan, jantan yang lebih kecil memiliki tampilan luar lebih mirip seperti betina dan jantan yang dominan (yang lebih besar) secara fisik memiliki karakteristik fisik tambahan seperti bantalan di pipi dan kantung di tenggorokan mereka.
Pada orangutan jantan yang tidak dominan (dengan tubuh yang lebih kecil) pertumbuhan fisik dan kematangan seksualitas mereka akan tertahan saat mereka melalui fase pertumbuhan dan tidak mengalami perubahan  hingga akhir hayat mereka. Seperti dikatakan oleh peneliti dari SNSF, Lynda Dunkel dan mitranya dari Anthropological Museum of Zurich University, pertumbuhan yang terhambat ini lebih sering muncul di kalangan orangutan Sumatera dibanding saudara mereka di Kalimantan.
Di Sumatera, selama melakukan penelitian selama lima tahun para peneliti menemukan bahwa jumlah orangutan jantan yang tumbuh dewasa yang tidak memiliki ciri fisik tambahan berupa bantalan pipi dan kantung leher, dua kali lebih banyak dibanding yang memilikinya. Hal sebaliknya terjadi di Kalimantan, orangutan jantan yang memiliki ciri khas ekstra berupa bantalan pipi dan kantung leher, dua kali lipat lebih banyak dibanding yang tidak.
Para pejantan yang begitu banyak di Kalimantan, seringkali terlibat perselisihan memperebutkan betina yang subur. Dimana hal ini tidak banyak terjadi di Sumatera, dimana orangutan jantan yang dominan memonopoli hubungan dengan para betina. Faktor pendukungnya adalah, seiring dengan jumlah makanan yang lebih banyak tersedia di hutan Sumatera dibanding di hutan Kalimantan, si jantan dominan ini memiliki lebih banyak waktu untuk memantau para betina di lingkungannya dan mereka bisa mencegah pejantan lain yang memiliki bantalan pipi untuk memasuki wilayah mereka, dan berhubungan lebih jauh dengan para betina di sekitarnya.
Namun demikian, orangutan jantan yang bertubuh lebih kecil dan tidak memiliki ciri fisik layaknya jantan dominan membuat mereka tidak menarik perhatian si jantan dominan. Di Sumatera hal ini membuat mereka lebih mudah untuk melakukan perkawinan dengan si betina, meski sebagian besar atau sekitar 60% betina melakukan perlawanan dalam hal ini. Perkawinan yang dipaksakan juga terjadi di Kalimantan. Di pulau ini, dimana perselisihan antar-jantan seringkali terjadi dan nyaris tak pernah dimenangkan oleh orangutan jantan berbadan kecil, make keuntungan dari pertumbuhan yang tertahan tidak terjadi diantara orangutan jantan di Kalimantan.
Fakta bahwa suplai makanan di hutan memiliki dampak yang kuat terhadap kebiasaan kawin orangutan, hal ini menjadi sebuah fakta mengejutkan bagi Dunkel. “Hal ini memperlihatkan bahwa organisasi kera besar ini -dan mungkin juga nenek moyang kita- jauh lebih kompleks dibanding yang diasumsikan selama ini. Seleksi alam, ternyata tidak hanya membentuk penampilan fisik species, namun juga membentuk pola perilaku sosial mereka terhadap lingkungan di sekitar mereka.

CITATION: Lynda P. Dunkel, Natasha Arora, Maria A. van Nordwijk, Sri Suci Utami Atmoko, Angga Prathama Putra, Michael Krützen and Carel P. van Schaik (2013). Variation in developmental arrest among male orangutans: a comparison between a Sumatran and a Bornean population.

source : link

Berlaku Efektif, EUTR Baru Soal Legalitas Kayu Belum Kelola Lestari

Diposting oleh Maysatria Label: Forestry, News
 
 Foto dari udara yang memperlihatkan kanal di lahan gambut dan pembabatan hutan di Semenanjung Kampar, Riau oleh PT Triomas FDI, perusahaan yang berafiliasi dengan APRIL. EUTR sudah berlaku sejak 3 Maret 2013, tetapi baru sebatas legalitas kayu, belum memperhatikan perolehan kayu dari cara lestari atau tidak. Foto: Eyes on The Forest

Uni Eropa resmi menjalankan kebijakan menghentikan pemasukan dan penggunaan kayu haram (ilegal) bagi industri perkayuan di wilayah 27 negara anggota lewat European Timber Regulation (EUTR) sejak 3 Maret 2013. 
EUTR mengharuskan para importir kayu di Eropa memastikan bahwa kayu yang mereka impor dari sumber-sumber legal. Perusahaan pengimpor wajib memiliki sistem mumpuni guna melacak asal muasal semua produk kayu—termasuk pulp dan kertas serta menganalisis legalitas produksi sesuai peraturan dari negara asal.
Dengan pengaktifan kebijakan  ini, penegak hukum di negara-negara Uni Eropa dapat menyita kayu haram yang masuk dan menjatuhkan hukuman bagi importir maupun pedagang yang melanggar.
Namun, EUTR baru sebatas pemenuhan legalitas produk, belum melihat apakah produk itu dengan cara lestari atau tidak.  Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia mengatakan, identifikasi dan pengelolaan hutan bernilai konservasi tinggi misal, bukan obyek yang dilindungi EUTR. “Walaupun kebijakan ini langkah positif, masing-masing pelaku usaha diharapkan dapat tetap menerapkan green procurement policy,” katanya di Jakarta, dalam rilis kepada media, Selasa(5/3/13).
Meskipun begitu, WWF menyambut baik kebijakan ini. Sejak 2010, setidaknya dua laporan penting mengenai kayu haram masuk ke Uni Eropa telah dirilis WWF untuk mendukung advokasi EUTR.
Kebijakan ini, juga sejalan dengan pemerintah Indonesia yang telah lama mendorong negara-negara pengimpor kayu dan produk perkayuan tidak menjadi pasar kayu haram dari Indonesia.  Baik yang langsung dikirim dari Indonesia maupun melalui negara-negara perantara.
Kayu haram, membawa kerugian besar secara ekonomi. Menurut United Nations Environment Programme (UNEP) diperkirakan mencapai Rp 300 triliun. Tak hanya itu, kayu haram, juga mengancam kehidupan masyarakat sekitar hutan, kelestarian hutan alam, keragaman hayati dan ekosistem penting.
Indonesia, relatif diuntungkan dengan implementasi EUTR dan diharapkan bisa menambah nilai perdagangan kayu dari negeri ini. Sejak 2009, pemerintah menerapkan secara luas verifikasi legalitas kayu (SVLK) dan sampai saat ini sudah diterapkan pada lebih dari 200 perusahaan di seluruh Indonesia.
Sedangkan,  WWF Indonesia, melalui inisiatif Global Forest&Trade Network (GFTN) mendorong pengelolaan hutan lestari dan pemenuhan bahan baku kayu ramah lingkungan. “WWF bekerja sama dengan pelaku usaha melalui pendampingan dan edukasi,” ucap Nazir.
Kini GFTN telah memiliki 38 anggota dengan cakupan area hutan yang keanggotaannya mencapai hampir 2 juta hektar di Indonesia. “Pemberlakuan EUTR ini jelas membantu upaya konservasi di Indonesia. Semestinya akan makin banyak perusahaan kehutanan menerapkan tata kelola kayu dengan benar, hingga program GFTN makin relevan.”

source : link

UNEP: Ekspansi Masif Lahan Pertanian Ancam Keragaman Hayati Negara-Negara Tropis

Diposting oleh Maysatria Label: Konservasi, News
 
 Lahan pertanian di Bali. Foto: Rhett A. Butler

Ekspansi lahan pertanian yang masif menjadi salah satu penyebab hilangnya keragaman hayati di negara-negara tropis di dunia, hal ini terungkap dalam penelitian yang dirilis oleh World Conservation Monitoring Center milik lembaga United Nations Environmental Programme (UNEP) sebulan silam bersama dengan Cambridge Conservation Initiative.
Studi yang telah diterbitkan di jurnal PLOS ONE ini menggaribawahi ekspansi komoditi jagung dan kedelai sebagai komoditas paling ekspansif dan menjadi salah satu pendorong hilangnya kergaman hayati di wilayah tropis. Komoditi lain yang dinilai memiliki pengaruh signifikan terhadap hilangnya habitat dan mengancam keberadaan satwa liar adalah kacang-kacangan, singkong, kelapa sawit, padi sorgum,tebu dan gandum menurut penelitian ini.
Diperkirakan pertumbuhan lahan pertanian di negara-negara tropis mencapai 48.000 kilometer persegi setiap tahun, mulai dari tahun 1999 hingga 2008. Ekspansi lahan pertanian terbesar, tercatat terjadi di Brasil, Ethiopia, Indonesia, Nigeria dan Sudan.
Peneliti UNEP, Stuart H.M Butchart, dan salah satu penulis penelitian ini mengatakan pada SciDev.Net,”Pertanian yang tidak berkelanjutan adalah ancaman yang paling signifikan terhadap keragaman hayati, namun para ahli konservasi tidak memberi perhatian yang cukup besar untuk melakukan kuantifikasi jenis-jenis komoditi pertanian apa yang menjadi sumber masalah terbesar, atau jenis tanaman apa yang akan menjadi masalah di masa mendatang. Penelitian ini, memfokuskan pada hal tersebut.”
Salah satu contoh ekspansi pertanian yang menjadi contoh kasus mempercepat hilangnya keragaman hayati  adalah Mega Rice Project di Kalimantan, Indonesia. Sejumlah besar lahan gambut dikeringkan di akhir 1990an dengan cara yang tidak tepat dan mengubahnya menjadi area untuk menanam padi.
Lebih dari satu juta hektar, atau kira-kira seluas sepertiga negara Belgia telah diubah menjadi persawahan, dan menjadi penyebab langsung hilangnya habitat orangutan di Kalimantan.
Hal yang sama juga terjadi dengan hutan dan lahan gambut yang diubah menjadi perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia, sementara kedelai menjadi ancaman utama di terhadap hilangnya keragaman hayati di padang sabana Cerrado di Brasil. Lalu ekspansi perkebunan jagung yang besar juga memusnahkan hutan di Madagaskar.
Salah satu peneliti di Centre for International for Forestry Research, di Bogor, Indonesia, Krystof Obidzinski, mengatakan bahwa pengambilalihan lahan dalam skala besar menjadi salah satu masalah utama di negara seperti Indoneia – dengan agenda keuntungan ekonomi menjadi yang utama dan meremehkan dampak lingkungan yang mengancam.
Jika laju ekspansi pertanian ini terus berlanjut, penelitian ini mengingatkan, hal ini bisa mengganggu perkembangan yang akan diraih menjelang Aichi Biodiversity Targets, yaitu menentukan target dalam jangka waktu tertentu untuk menekan hilangnya keragaman hayati secara global hingga pertengahan abad ini.
Sementara Butchart menyarankan bahwa seharusnya ada sebuah sistem yang dipergunakan sehingga para konsumen bisa mendapat informasi tentang pangan yang mereka beli dan bagaimana proses keberlanjutan yang menjadi fokus utama selama proses produksi pangan itu berlangsung. Sistem ini diyakini bisa menekan dan mengurangi dampak ekspansi pertanian terhadap keragaman hayati.
Lewat cara ini, konsumen akan memiliki pilihan terhadap komoditas pangan yang memiliki dampak paling minimal terhadap lingkungan, sementara para produsen bisa mendapatkan insentif sebagai hasil dari upaya mereka menekan dampak negatif pertanian.
Lebih jauh, penelitian ini menekankan urgensi standar keberlanjutan dan kebijakan terhadap proses produksi dan konsumsi, termasuk di dalamnya tata guna lahan yang tepat untuk sektor pertanian, lalu penetapan kawasan-kawasan lindung dan reduksi atau eliminasi insentif untuk digunakan dalam produksi sumber pangan yang haus akan lahan.

CITATION: Phalan B, Bertzky M, Butchart SHM, Donald PF, Scharlemann JPW, et al. (2013) Crop Expansion and Conservation Priorities in Tropical Countries. PLoS ONE 8(1): e51759. doi:10.1371/journal.pone.0051759

source : link

Senin, 04 Maret 2013

Harimau Dekati Pemukiman, Warga Batanghari Waspada

Diposting oleh Maysatria Label: Konservasi, News
 
 Harimau Sumatera, semakin terdesak oleh ekspansi pemukiman warga. Wilayah warga desa, seringkali adalah wilayah hutan yang sebelumnya menjadi wilayah jelajah harimau. Foto: Lili Rambe

Warga desa Muaro Sebo dan Pemayung, Kabupaten Batanghari, Jambi tengah diresahkan dengan munculnya harimau di desa mereka. Bahkan 28Februari 2013 silam, seorang warga desa Muaro Sebo mengaku telah diserang harimau. Berbagai isu pun mulai bermunculan akibat munculnya harimau ini. Mulai dari kabar mulut ke mulut yang mengatakan bahwa harimau ini adalah harimau sirkus yang melompat dari sebuah truk kontainer di jalan lintas sumatera yang melewati desa Merlung hingga broadcast BBM/SMS yang mengatakan bahwa sebenarnya ada 16 harimau yang lepas dari kontainer tersebut.
Ketika dihubungi Mongabay-Indonesia, Tri Siswo Rahardjo, kepala BKSDA Jambi menegaskan bahwa berita tersebut tidak benar. “Harimau-harimau ini adalah harimau liar bukan seperti isu yang beredar di masyarakat. Harimau ini sudah terdeteksi oleh kami dari dua bulan yang lalu” kata Tri. Pihak BKSDA sudah beberapa kali menemukan harimau-harimau ini, namun mereka mengalami kesulitan untuk menembak bius harimau tersebut karena ramainya warga yang mendatangi lokasi sehingga harimau pun melarikan diri sebelum sempat ditembak.
Tri memperkirakan ada sekitar lima harimau yang berhasil dideteksi pihaknya berkeliaran di daerah Merangin, Merlung, Muaro Sebo, Pemayung dan Sungai Gelam.  Munculnya harimau – harimau ini di pemukiman warga diduga karena kawasan tempat mereka tinggal direndam banjir namun menurut Tri ini bukan berarti harimau tersebut masuk ke pemukiman warga karena bisa jadi pemukiman yang dibangun warga lah yang masuk dalam wilayah jelajah harimau. Saat ini BKSDA telah menurunkan timnya ke desa Muaro Sebo untuk mencari harimau ini. BKSDA juga akan melakukan diskusi dengan para ahli dan pemerhati harimau untuk mengatasi konflik harimau dengan masyarakat pada tanggal 14 Maret nanti.

source : link

Penelitian: Perdagangan Sirip Marak, Seratus Juta Hiu Musnah Setiap Tahun

Diposting oleh Maysatria Label: Konservasi, News
 
 Penangkapan hiu untuk diambil siripnya, menjadi salah satu penyebab musnahnya populasi hiu di dunia. Foto: Rikke Johannessen

Populasi hiu dunia setidaknya musnah sekitar 100 juta ekor setiap tahun, menurut sebuah studi yang dimuat dalam jurnal Marine Policy pekan ini. “Hiu adalah salah satu spesies yang sudah ada sejak sekitar 400 juta tahun silam dan merupakan salah satu jenis vertebrata (mahluk bertulang belakang) tertua yang ada di planet ini. Namun, musnahnya spesies predator yang semakin parah saat ini menjadi perhatian dunia,” ungkap penulis utama laporan ini, Boris Worm, seorang profesor biologi di Dalhousie.
Dalam sebuah terbitan berjudul ‘Global Catches, Exploitation Rates and Rebuilding Options for Sharks‘ Worm dan tiga peneliti lain dari Dalhousie University berkolaborasi dengan sejumlah pakar dari University of Windsor, Kanada, Stony Brook University New York, Florida International University di Miami da University of Miani, melakukan perhitungan kematian hiu dan mencari pemecahan untuk melindungi spesies hiu di dunia.
“Hal ini sangat penting, karena musnahnya hiu di dunia akan mempengaruhi ekosistem yang lebih luas,” ungkap Mike Heithaus, Direktur eksekutif Fakultas Lingkungan, Seni dan Kemasyarakatan dari Flrida International University. “Misalnya dalam kasus tiger shark (hiu macan), jika kita tidak memiliki jumlah predator ini dalam jumlah yang cukup, hal ini akan mengubah ekosistem, dan mempengaruhi ke semua spesies dan vegetasi yang ada di laut.” Hal ini tak hanya merugikan bagi spesies lainnya namun juga memberikan pengaruh signifikan pada sektor perikanan komersial.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini, angka kematian hiu diperkirakan sekitar 100 juta ekor di tahun 2000 dan 97 juta ekor di tahun 2010. Kemungkinan rentang kematian hiu setiap tahun adalah antara 63 juta hingga 273 juta per tahun.
Faktor pendorong utama menyusutnya populasi hiu adalah pengambilan hiu secara global, terutama untuk diambil siripnya, selain itu lambannya pertumbuhan hiu dan tingkat reproduksi yang rendah juga memberikan pengaruh signifikan. Apalagi angka yang sahih terkait penangkapan hiu di dunia nyaris tak terdata, rentang yang besar angka kematian hiu hanya didasarkan atas data yang ada dan mengalkulasi proyeksi data yang tidak dilaporkan, dan terkait penangkapan secara ilegal. Namun kendati tak ada data yang pasti, pertanyaan terbesarnya adalah mengapa penangkapan hiu selau jauh lebih cepat dibanding kemampuan reproduksi mereka.
“Hiu itu mirip dengan kasus paus, dan manusia, mereka lambat mencapai kematangan dalam fase hidup mereka dan hanya sedikit memiliki keturunan,” ungkap Boris Worm. “Hasil analisis kami menunjukkan bahwa satu dari 15 hiu mati akibat penangkapan setiap tahunnya. Apalagi ditambah dengan semakin tingginya permintaan terhadap sirip mereka, kehidupan ikan hiu kini menjadi semakin rentan.”
Kendati beberapa jenis hiu sudah dilindungi oleh regulasi dan huku nasional serta internasional, namun para peneliti ini menyarankan agar aturan hukum diberlakukan bagi spesies hiu yang lebih banyak lagi. Memberlakukan pajak dalam impor dan ekspor sirip hitu juga dinilai bisa menekan permintaan dan menambah devisa dari pengelolaan perdagangan sirip hiu yang baik, menurut studi ini.
“Hasil temuan dalam penelitian kami memang menjadi peringatan, namun masih ada harapan untuk memperbaikinya. Sejumlah peraturan hukum yang ada saat ini adalah awal yang baik, namun kita harus memastikan bahwa hal itu ditegakkan dengan baik dan benar,” tambah Samuel Gruber dari University of Miami. “Selain itu, seharusnya lebih banyak negara yang melakukan praktek pengelolaan hiu yang berkelanjutan. Hal ini dengan membatasi penangkapan, regulasi perdagangan dan hal-hal yang proaktif lainnya untuk melindungi spesies yang semakin rentan ini.”
“Inti utama dari penelitian ini adalah keberlanjutan. Karena dengan melihat pentingnya peran ikan hiu dala menjaga keseimbangan ekosistem, para peneliti menakankan bahwa perlindungan yang terukur harus ditingkatkan dengan signifikan untuk menghindari kemungkinan punahnya salah satu spesies predator yang penting ini di dunia.
Data yang disampaikan dalam penelitian ini dinilai hadir di saat yang tepat disaat 177 perwakilan pemerintahan dari seluruh dunia akan berkumpul di Bangkok, Thailand dalam Konferensi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). CITES hingga saat ini masih dinilai sebagai salah satu perangkat yang terbaik untuk melindungi satwa-satwa liar dan langka dari kepunahan.

Boris Worm, Brendal Davis, Lisa Kettemer, Christine A. Ward-Paige, Demian Chapman, Michael R. Heithaus, Steven T. Kessel, Samuel H. Gruber. Global catches, exploitation rates, and rebuilding options for sharks. Marine Policy, 2013; 40: 194 DOI: 10.1016/j.marpol.2012.12.034

source : link

Sponsored

  • banners
  • banners
  • banners
  • banners

Kategori

  • Flora dan Fauna (128)
  • Forestry (312)
  • Mangrove (82)

Archive

  • ►  2015 (20)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (17)
  • ►  2014 (43)
    • ►  Agustus (13)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (8)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (7)
  • ▼  2013 (309)
    • ►  Desember (14)
    • ►  November (97)
    • ►  Oktober (28)
    • ►  September (36)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Juli (20)
    • ►  Juni (19)
    • ►  April (20)
    • ▼  Maret (20)
      • Hebat, pohon ini tidak mati kena bom atom!
      • Foto: Ini Aksiku Menuju Earth Hour 2013, Mana Aksimu?
      • Laporan: Asia Pulp and Paper Terbitkan Kebijakan K...
      • Sejumlah Pakar Akan Bahas Penyelamatan Masa Depan ...
      • Cristiano Ronaldo, Duta Pelestarian Forum Peduli M...
      • Hutan Mangrove Muara Gembong Rusak Parah, 3 Desa H...
      • Pohon Ulin tertua dan terbesar di dunia
      • Laporan TRAFFIC: 1425 Harimau Mati Dalam 13 Tahun,...
      • Dua Ratus Negara Sepakat Beri Perlindungan Ekstra ...
      • ADB Kucurkan Dana Demi Tekan Laju Kerusakan Hutan ...
      • Penelitian: Makanan Melimpah, Orangutan Jantan Dom...
      • Berlaku Efektif, EUTR Baru Soal Legalitas Kayu Bel...
      • UNEP: Ekspansi Masif Lahan Pertanian Ancam Keragam...
      • Harimau Dekati Pemukiman, Warga Batanghari Waspada
      • Penelitian: Perdagangan Sirip Marak, Seratus Juta ...
      • Habitat Gajah Kerdil Kalimantan Terancam HTI
      • Penelitian: Sarang Penyu Belimbing di Papua Barat ...
      • Peristiwa Langka, Penyu Bertelur Siang Hari di Ker...
      • Pencadangan 800 Ribu Hektar HTI Berpotensi Konflik...
      • Perdagangan Empedu Beruang: Lingkaran Setan Pengob...
    • ►  Februari (19)
    • ►  Januari (25)
  • ►  2012 (97)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (25)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (15)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (19)
    • ►  Januari (16)
  • ►  2011 (323)
    • ►  Desember (52)
    • ►  November (27)
    • ►  Oktober (12)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (16)
    • ►  Maret (24)
    • ►  Februari (122)
    • ►  Januari (44)
  • ►  2010 (105)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (22)
    • ►  Agustus (79)

_______________

_______________

 

© My Private Blog
designed by Website Templates | Bloggerized by Yamato Maysatria |