Kerapatan tegakan bukanlah merupakan penentuan ukuran volume langsung. Pada penentuan kerapatan tegakan menghendaki tambahan informasi tentang tegakan sebelum volume dapat ditaksir. Ada beberapa macam cara menentukan kerapatan tegakan antara lain :
Metoda Okuler
Para rimbawan Eropa mempertahankan kerapatan maksimal yang selaras dengan pertumbuhan maksimal dengan estimasi okuler penutupan tajuk dan perkembangan tajuk. Rimbawan-rimbawan ini menggunakan estimasi okuler untuk menentukan stok penuh dalam plot yang dipilih untuk membuat tabel hasil normal; dan sebagai konsekwensinya telah terdapat variasi kriteria kenormalan.
Metoda Tabel Hasil Normal
Metode tabel hasil normal ini dikembangkan dari tegakan seumur yang merupakan dasar untuk mengukur kerapatan tegakan. Disini, metode tabel hasil normal memberikan nilai rata-rata banyak karakteristik tegakan untuk tegakan mempunyai stol penuh, seumur, dan murni pada umur dan kualitas tempat tumbuh sama.
Kerapatan suatu tegakan tertentu dengan metode ini dinyatakan sebagai hubungan luas bidang dasar, jumlah pohon, atau volumenya dengan nilai tabel hasil normal untuk umur dan indeks tempat tumbuh yang sama. Luas bidang dasar adalah kriteria yang paling banyak digunakan karena mudah ditentukan dilapangan dengan peralatan yang menggunakan prinsip sudut Bitterlich. Kriteria untuk ukuran kerapatan yaitu kemudahan dlam penerapan dan kemampuan mengubahnya ke volume jika tabel hasil tersedia. Metode ini tergantung pada pengetahuan umur dan kualitas tempat tumbuh tegakan. Kesalahan dalam penentuan umur dan indeks tempat tumbuh membatasi ketelitian penguluran kerapatan.
Metode Indeks Kerapatan Tegakan Reineke
Metode ini digunakan untuk menjadi alat untuk pengelolaan tegakan intensif untuk mengatur kerapatan tegakan. Reineke menemukan bahwa setiap tegakan seumur pada diameter tegakan rata-rata adalah diameter setinggi dada pohon dengan luas bidang dasar rata-rata yang mempunyai lebih kurang jumlah pohon per acre yang sama dengan setiap tegakan murni, seumur dan sejenis dan mempunyai diameter rata-rata, kualitas tempat tumbuh tidak berpengaruh terhadap jumlah pohon. Indeks kerapatan tegakan selalu dinyatakan sebagai jumlah pohon. Metode ini bebas untuk mempertimbangkan pengaruh tempat tumbuh dan umur, dan dengan mudah diperoleh dengan menggunakan sudut Bitterlich atau baji Bruce untuk pengukuran luas bidang dasar (LBDS) dan dengan pencatatan diameter pohon yang dihitung pada setiap titik. Metode ini memberikan ukuran kerapatan yang tidak bergantung pada jenis.
Indeks kerapatan Reineke mempunyai banyak penerapan praktis delam mengevaluasi perkembangan tegakan. Sebagai contoh:
Indeks tersebut memungkinkan kerapatan tegakan dibandingkan tanpa memandang perbedaan tempat tumbuh dan umur.
Dengan adanya tegakan tua tertentu yang dipandang untuk memenuhi tujuan pengelolaan, silvikulturis dengan menggunakan IKT dapat memproyeksikan kebelakang untuk menentukan jumlah pohon yang tepat yang hendaknya dijaga pada tegakan umur muda untuk berkembang pada kerapatan yang sama.
Studi penjarangan dan kontrol stok menentukan tingkat batas atas dan bawah luas bidang dasar yang diinginkan.
Tegakan yang dijaga pada luas bidang dasar konstan berakibat pengurangan kerapatan secara berangsur karena bila hal ini dikerjakan luas bidang dasar sebagai presentase luas bidang dasar normal menurun dengan berjalannya waktu.
Metode Tabel Hasil Bruce
Agar dapat menentukan kerapatan tegakan berdasarkan volume tegakan, volume per pohon ditemukan membutuhkan korelasi karena variasi tinggi/ diameter dalam tegakan yang berdiameter tegakan rata-rata sama.
Variabel dalam metoda ini dapat diukur dengan mudah dan teliti dalam tegakan. Kerapatan tegakan dapat dievaluasi dengan tidak bergantung pada umur dan kualitas tempat tumbuh. Kurangnya tabel hasil yang dapat dibandingkan untuk kebanyakan jenis mengurangi kegunaan metode tersebut, dan pada setiap kasus kegunaannya terbatas untuk perbandingan kerapatan tegakan dalam suatu jenis dan daerah tertentu.
Metode Persaingan Tajuk
Metode Bruce mempunyai keterbatasan maka muncul metode persaingan tajuk digunakan untuk pengukuran kerapatan tegakan yang didasarkan pada prinsip biologis yaitu korelasi yang tinggi antara lebar tajuk pohon yang tumbuh terbuka dan diameternya. Metode ini terbukti berguna untuk estimasi pengurangan tinggi yang disebabkan oleh berbagai derajat stagnasi pada Pinus contorta (Alexander dkk, 1967). Metoda ini dikembangkan untuk memberikan data jumlah ruang tumbuh maksimal yang dapat digunakan oleh pohon dan data keperluan pohon minimal untuk mempertahankan tempatnya dalam tegakan (Krajicek dkk, 1961). Pohon yang tumbuh terbuka harus digunakan untuk mengumpulkan data proyeksi luas tajuk vertikal dengan diameter pohon, karena hanya pohon yang tumbuh terbuka hubungan luas tajuk dengan setiap diameter setinggi dada tidak dipengaruhi oleh persaingan.
Luas tajuk maksimal (LTM) dinyatakan sebagai persentase luas satu acre yang dapat ditempati oleh pohon tumbuh terbuka pada diameter batang tertentu dan penentuan luas menghendaki kurva yang sama untuk setiap jenis. Faktor persaingan tajuk (FPT) adalah jumlah seluruh nilai LTM dalam satu acre. Metode ini tidak perlu mengukur penutupan tajuk (Curtis, 1970) karena manipulasi tegakan seperti penjarangan dapat secara buatan mengganggu keutuhan tajuk.
Metode Praktis
Metode praktis tergantung pada fungsi tertentu diameter atau tinggi sebagai kontrol kerapatan tegakan yang berkembang. Metode ini mempunyai keuntungan mudah diketahui dan digunakan semua orang yang ditugaskan melaksanakan tugas tersebut. Indeks kerapatan tegakan Reineke dapat langsung diterjemahkan menjadi metode persentase tinggi atau metode D plus untuk diterapkan dilapangan.
Metode persentase tinggi.
Wilson (1046, 1955) memperkenalkan ide pemeliharaan kerapatan yang seragam dalam tegakan yang berkembang dengan memperlakukan jarak sebagai fungsi tinggi; yaitu dengan tinggi pohon 50 feet dan presentase tinggi 22 persen, maka jarak antara pohon adalah 11 feet. Tinggi mempengaruhi tempet tumbuh dan umur, dan agak tidak tergantung pada kerapatan tegakan, sebaliknya diameter dipengaruhi oleh kerapatan tegakan. Presentasi tinggi tertentu yang digunakan untuk jark tanam tergantung pada jenis terutama toleransinya, dan tujuan pengelolaan.Tempat tumbuh tidak mempengaruhi persentase. Pohon-pohon kecil mula-mula bisa diabaikan dalam jarak tanam pohon, penerapan metode presentasi tinggi hanya menghendaki pengukuran tinggi pohon dan kemampuan untuk menaksir jarak rata-rata antar pohon meskipun terdapat ketidak keteraturan jarak tanam yang benar.
Metode D plus
Metode D plus, jarak dalam feet antara pohon-pohon harus sama sperti diameter rata-rata dalam inci ditambah suatu konstanta yaitu diameter rata-rata 12 inci ditambah 2 sama dengan jarak antar pohon 14 feet. Kelemahannya kaidah tersebut adalah bahwa penambahan nilai konstanta terhadap diameter tidak mempertahankan kerapatan tertentu.
Metode perkalian D
Jarak diameter rata-rata dikalikan konstanta; yaitu, diameter rata-rata 12 inci kali 2 sama dengan jarak antar pohon 24 feet. Kaidah ini lebih sesuai dengan kondisi tegakan muda yang sangat rapat, dan tegakan tua yang terbuka. Hasilnya serupa dengan penjagaan luas bidng dasar konstanta sepanjang kehidupan tegakan (Averall, 1945).
Metoda Okuler
Para rimbawan Eropa mempertahankan kerapatan maksimal yang selaras dengan pertumbuhan maksimal dengan estimasi okuler penutupan tajuk dan perkembangan tajuk. Rimbawan-rimbawan ini menggunakan estimasi okuler untuk menentukan stok penuh dalam plot yang dipilih untuk membuat tabel hasil normal; dan sebagai konsekwensinya telah terdapat variasi kriteria kenormalan.
Metoda Tabel Hasil Normal
Metode tabel hasil normal ini dikembangkan dari tegakan seumur yang merupakan dasar untuk mengukur kerapatan tegakan. Disini, metode tabel hasil normal memberikan nilai rata-rata banyak karakteristik tegakan untuk tegakan mempunyai stol penuh, seumur, dan murni pada umur dan kualitas tempat tumbuh sama.
Kerapatan suatu tegakan tertentu dengan metode ini dinyatakan sebagai hubungan luas bidang dasar, jumlah pohon, atau volumenya dengan nilai tabel hasil normal untuk umur dan indeks tempat tumbuh yang sama. Luas bidang dasar adalah kriteria yang paling banyak digunakan karena mudah ditentukan dilapangan dengan peralatan yang menggunakan prinsip sudut Bitterlich. Kriteria untuk ukuran kerapatan yaitu kemudahan dlam penerapan dan kemampuan mengubahnya ke volume jika tabel hasil tersedia. Metode ini tergantung pada pengetahuan umur dan kualitas tempat tumbuh tegakan. Kesalahan dalam penentuan umur dan indeks tempat tumbuh membatasi ketelitian penguluran kerapatan.
Metode Indeks Kerapatan Tegakan Reineke
Metode ini digunakan untuk menjadi alat untuk pengelolaan tegakan intensif untuk mengatur kerapatan tegakan. Reineke menemukan bahwa setiap tegakan seumur pada diameter tegakan rata-rata adalah diameter setinggi dada pohon dengan luas bidang dasar rata-rata yang mempunyai lebih kurang jumlah pohon per acre yang sama dengan setiap tegakan murni, seumur dan sejenis dan mempunyai diameter rata-rata, kualitas tempat tumbuh tidak berpengaruh terhadap jumlah pohon. Indeks kerapatan tegakan selalu dinyatakan sebagai jumlah pohon. Metode ini bebas untuk mempertimbangkan pengaruh tempat tumbuh dan umur, dan dengan mudah diperoleh dengan menggunakan sudut Bitterlich atau baji Bruce untuk pengukuran luas bidang dasar (LBDS) dan dengan pencatatan diameter pohon yang dihitung pada setiap titik. Metode ini memberikan ukuran kerapatan yang tidak bergantung pada jenis.
Indeks kerapatan Reineke mempunyai banyak penerapan praktis delam mengevaluasi perkembangan tegakan. Sebagai contoh:
Indeks tersebut memungkinkan kerapatan tegakan dibandingkan tanpa memandang perbedaan tempat tumbuh dan umur.
Dengan adanya tegakan tua tertentu yang dipandang untuk memenuhi tujuan pengelolaan, silvikulturis dengan menggunakan IKT dapat memproyeksikan kebelakang untuk menentukan jumlah pohon yang tepat yang hendaknya dijaga pada tegakan umur muda untuk berkembang pada kerapatan yang sama.
Studi penjarangan dan kontrol stok menentukan tingkat batas atas dan bawah luas bidang dasar yang diinginkan.
Tegakan yang dijaga pada luas bidang dasar konstan berakibat pengurangan kerapatan secara berangsur karena bila hal ini dikerjakan luas bidang dasar sebagai presentase luas bidang dasar normal menurun dengan berjalannya waktu.
Metode Tabel Hasil Bruce
Agar dapat menentukan kerapatan tegakan berdasarkan volume tegakan, volume per pohon ditemukan membutuhkan korelasi karena variasi tinggi/ diameter dalam tegakan yang berdiameter tegakan rata-rata sama.
Variabel dalam metoda ini dapat diukur dengan mudah dan teliti dalam tegakan. Kerapatan tegakan dapat dievaluasi dengan tidak bergantung pada umur dan kualitas tempat tumbuh. Kurangnya tabel hasil yang dapat dibandingkan untuk kebanyakan jenis mengurangi kegunaan metode tersebut, dan pada setiap kasus kegunaannya terbatas untuk perbandingan kerapatan tegakan dalam suatu jenis dan daerah tertentu.
Metode Persaingan Tajuk
Metode Bruce mempunyai keterbatasan maka muncul metode persaingan tajuk digunakan untuk pengukuran kerapatan tegakan yang didasarkan pada prinsip biologis yaitu korelasi yang tinggi antara lebar tajuk pohon yang tumbuh terbuka dan diameternya. Metode ini terbukti berguna untuk estimasi pengurangan tinggi yang disebabkan oleh berbagai derajat stagnasi pada Pinus contorta (Alexander dkk, 1967). Metoda ini dikembangkan untuk memberikan data jumlah ruang tumbuh maksimal yang dapat digunakan oleh pohon dan data keperluan pohon minimal untuk mempertahankan tempatnya dalam tegakan (Krajicek dkk, 1961). Pohon yang tumbuh terbuka harus digunakan untuk mengumpulkan data proyeksi luas tajuk vertikal dengan diameter pohon, karena hanya pohon yang tumbuh terbuka hubungan luas tajuk dengan setiap diameter setinggi dada tidak dipengaruhi oleh persaingan.
Luas tajuk maksimal (LTM) dinyatakan sebagai persentase luas satu acre yang dapat ditempati oleh pohon tumbuh terbuka pada diameter batang tertentu dan penentuan luas menghendaki kurva yang sama untuk setiap jenis. Faktor persaingan tajuk (FPT) adalah jumlah seluruh nilai LTM dalam satu acre. Metode ini tidak perlu mengukur penutupan tajuk (Curtis, 1970) karena manipulasi tegakan seperti penjarangan dapat secara buatan mengganggu keutuhan tajuk.
Metode Praktis
Metode praktis tergantung pada fungsi tertentu diameter atau tinggi sebagai kontrol kerapatan tegakan yang berkembang. Metode ini mempunyai keuntungan mudah diketahui dan digunakan semua orang yang ditugaskan melaksanakan tugas tersebut. Indeks kerapatan tegakan Reineke dapat langsung diterjemahkan menjadi metode persentase tinggi atau metode D plus untuk diterapkan dilapangan.
Metode persentase tinggi.
Wilson (1046, 1955) memperkenalkan ide pemeliharaan kerapatan yang seragam dalam tegakan yang berkembang dengan memperlakukan jarak sebagai fungsi tinggi; yaitu dengan tinggi pohon 50 feet dan presentase tinggi 22 persen, maka jarak antara pohon adalah 11 feet. Tinggi mempengaruhi tempet tumbuh dan umur, dan agak tidak tergantung pada kerapatan tegakan, sebaliknya diameter dipengaruhi oleh kerapatan tegakan. Presentasi tinggi tertentu yang digunakan untuk jark tanam tergantung pada jenis terutama toleransinya, dan tujuan pengelolaan.Tempat tumbuh tidak mempengaruhi persentase. Pohon-pohon kecil mula-mula bisa diabaikan dalam jarak tanam pohon, penerapan metode presentasi tinggi hanya menghendaki pengukuran tinggi pohon dan kemampuan untuk menaksir jarak rata-rata antar pohon meskipun terdapat ketidak keteraturan jarak tanam yang benar.
Metode D plus
Metode D plus, jarak dalam feet antara pohon-pohon harus sama sperti diameter rata-rata dalam inci ditambah suatu konstanta yaitu diameter rata-rata 12 inci ditambah 2 sama dengan jarak antar pohon 14 feet. Kelemahannya kaidah tersebut adalah bahwa penambahan nilai konstanta terhadap diameter tidak mempertahankan kerapatan tertentu.
Metode perkalian D
Jarak diameter rata-rata dikalikan konstanta; yaitu, diameter rata-rata 12 inci kali 2 sama dengan jarak antar pohon 24 feet. Kaidah ini lebih sesuai dengan kondisi tegakan muda yang sangat rapat, dan tegakan tua yang terbuka. Hasilnya serupa dengan penjagaan luas bidng dasar konstanta sepanjang kehidupan tegakan (Averall, 1945).
Pustaka :
Daniel T. W, J.A. Helms and F.S. Baker, 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur (Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Silvikultur, Dr. Ir. Kadar Soetrisno, M. Agr. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda. 1996.
Silvika, Ir. Oemi Hani’in Soeseno, Ir. Ibrahim Edris. Badan Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada Yogyaklarat, 1974.
source : link
Daniel T. W, J.A. Helms and F.S. Baker, 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur (Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Silvikultur, Dr. Ir. Kadar Soetrisno, M. Agr. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda. 1996.
Silvika, Ir. Oemi Hani’in Soeseno, Ir. Ibrahim Edris. Badan Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada Yogyaklarat, 1974.
source : link
0 komentar:
Posting Komentar