skip to main | skip to sidebar

Silva Dream

Konsep Bumi Kita

  • Home
  • Gallery
  • Contact me
  • About Me

Minggu, 10 Februari 2013

Sampah Elektronik Bertambah 40% Setiap Tahun di Dunia

Diposting oleh Maysatria Label: News
 
 Sampah elektronik berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan dan mengontaminasi lingkungan tanpa penanganan yang benar. Foto: David Fedele

Asia Pasifik membuang lebih dari setengah sampah elektronik atau e-waste dari total sampah elektronik dunia, namun hanya 10 persen yang bisa didaur ulang. Kendati sudah saatnya regulasi soal sampah elektronik yang lebih ketat diimplementasikan di kawasan ini, namun hal itu masih terkendala banyak hal. Menurut utusan dari United Nations Environment Programme (UNEP) Dr. Park Young Woo, sampah elektronik di dunia terus bertambah sekitar 40% setiap tahun.
Jenis sampah ini meliputi 5% dari sampah solid di seluruh dunia. Jika tidak dibuang dengan benar, sampah elektronik berpotensi membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia karena mengandung bahan-bahan beracun seperti merkuri, kadmium dan bahan yang mudah terbakar, yang bisa mengontaminasi lingkungan, terutama air. Selain itu, penanganan sampah elektronik yang tidak benar akan berpotensi menimbulkan kanker bagi manusia, dan berbagai masalah kesehatan lainnya. Utusan dari UNEP lainnya, Mushtaq Memon, seperti dilansir oleh eco-business.com menyatakan bahwa masih ada ketidaksinkronan antara regulasi di berbagai negara dengan implementasi pembuangan sampah elektronik ini.
Sampah elektronik, bertambah 40% jumlahnya setiap tahun. Foto: David Fedele
Menurutnya, tanpa riset dan pengembangan, pandanaan, pengembangan kapasitas dan transfer ilmu pengetahuan, implementasi regulasi akan terus terkendala. Sebaliknya, regulasi itu sendiri tidak akan menyelesaikan masalah sampah elektronik ini.
Namun di satu sisi disepakati bahwa sebenarnya ini adalah salah satu tanggung jawab utama produsen alat elektronik itu sendiri untuk mengurus sampah elektronik produk mereka, karena hal ini adalah bagian dari corporate social responsibility mereka. Terutama terkait dengan umur pemakaian produk serta desain produk yang bisa diperbarui dan digunakan ulang (renewable and re-usable).
Pakar dari Melbourne Institute of Applied Economic and Social Research, Chris Ryan merekomendasikan agar setiap produsen alat elektronik mengikuti panduan yang dibuat oleh UNEP tentang desain yang ramah lingkungan. Produk yang berorientasi lingkungan akan menekan dampak kerusakan lingkungan antara 60 hingga 80%. Terkait hal ini, edukasi terhadap para pengguna produk elektronik untuk memakai produk yang lebih ramah lingkungan menjadi sangat penting, dan akan membuat orang menjadi lebih bertanggung jawab untuk mendaur ulang produk yang mereka gunakan.
Chris Ryan menambahkan bahwa seiring dengan meningkatnya polusi dan limbah beracun, fokus terpenting dalam dua dekade mendatang adalah bagaimana upaya melakukan recovery material dan komponen. Selain untuk mencegah upaya greenwashing yang masih dilakukan oleh produsen elektronik di berbagai belahan dunia, pemerintah negara-negara di kawasan Asia Pasifik harus memberikan akreditasi bagi pelaksanaan corporate social responsibility (CSR) setiap produsen alat elektronik terkait penanganan limbah atau sampah eletronik produk mereka. “Menggunakan kembali komponen metal yang sudah bekas tidak hanya akan menekan kerusakan lingkungan, namun juga memberikan keuntungan ekonomi dan kesehatan. Ini sebabnya kita harus serius menangani isu sampah elektronik,” ungkap Dr Park lebih lanjut kepada eco-business.com.

Source : link

Sponsored

  • banners
  • banners
  • banners
  • banners

Kategori

  • Flora dan Fauna (128)
  • Forestry (312)
  • Mangrove (82)

Archive

  • ►  2015 (20)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (17)
  • ►  2014 (43)
    • ►  Agustus (13)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (8)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (7)
  • ▼  2013 (309)
    • ►  Desember (14)
    • ►  November (97)
    • ►  Oktober (28)
    • ►  September (36)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Juli (20)
    • ►  Juni (19)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (20)
    • ▼  Februari (19)
      • Pembalakan Liar, Memperburuk Indeks Kualitas Lingk...
      • WWF Desak APRIL Hentikan Penghancuran Hutan Alam
      • Data Deforestasi RI Meragukan, Metodologi Dipertan...
      • Pemerintah Propinsi Aceh Ajukan Pembukaan 50.000 H...
      • Perambahan TN Tesso Nilo: Ruwet Tata Ruang dan Man...
      • Primata dari Inggris Latihan Penyesuaian Sebelum D...
      • Kearifan Alam Dayak Paser dan Misteri Keragaman Ha...
      • Terlambat Penanganan, Si Pongo Masuk Pusaran Perda...
      • Upaya Penyelamatan Hutan Kota Babakan Siliwangi
      • Kaltim Rencanakan Moratorium Penebangan Hutan Untu...
      • World Wetlands Day: Habitat Satwa Yang Terus Menyu...
      • Sampah Elektronik Bertambah 40% Setiap Tahun di Dunia
      • Sumber Energi Biogas Pertama di Lahan Gambut Berha...
      • Penelitian: Pemusnahan Gambut Demi Sawit Sumbang E...
      • Kemenhut Janji Berikan HTR, Petani Jambi Akhiri “T...
      • Adakah yang tersisa dari cerita hutan Kalimantan?
      • Ketika “Harimau” Pesan KFC Tanpa Kemasan Perusak H...
      • Kita Berada di Kapal yang Sama: Presiden SBY Dukun...
      • Artie: “Kolonel, sekarang saatnya jadi jagoan peny...
    • ►  Januari (25)
  • ►  2012 (97)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (25)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (15)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (19)
    • ►  Januari (16)
  • ►  2011 (323)
    • ►  Desember (52)
    • ►  November (27)
    • ►  Oktober (12)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (16)
    • ►  Maret (24)
    • ►  Februari (122)
    • ►  Januari (44)
  • ►  2010 (105)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (22)
    • ►  Agustus (79)

_______________

_______________

 

© My Private Blog
designed by Website Templates | Bloggerized by Yamato Maysatria |