Hutan bekas dibakar di sempadan PT RAPP di Estate Baserah, Desa Gondai, Langgam, Pelalawan, Riau. Foto: Made Ali
Ban mobil melumat jalan koridor PT RAPP di Gunung Sahilan. Sopir
sesuka hati memacu bak melintasi jalan tol di jalan yang berwajah buruk
ini. Dari kawasan Gunung Sari, Kabupaten Kampar, Mongabay Indonesia
bersama lima wartawan lain tengah menuju ke Kabupaten Kuantan Singingi
perbatasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Kabupaten Pelalawan untuk
melihat langsung deforestasi akibat perambahan yang terjadi di dalam
Taman Nasional Tesso Nilo tanggal 22-23 Januari 2013 silam.
TNTN awalnya kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) PT Dwi Marta, PT
Inhutani dan PT Nanjak Makmur . Perusahaan tersebut diberi izin
pemerintah untuk pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam melalui
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam/Hak Pengusahaan Hutan
(IUPHHK-HA/HPH) guna mensuplai kebutuhan bahan baku plywood industri
sawmill. Total luasan ketiga perusahaan tersebut 120.000 hektar.
Tercatat PT Dwi Marta sudah ada sejak 1974.
Di sekitar TNTN saat ini masih terdapat perizinan HPH yang masih
aktif yaitu HPH PT. Siak Raya Timber seluas 38. 650 hektar, HPH PT.
Hutani Sola Lestari seluas 45.990 hektar, HPHTI PT RAPP (Riau Andalan
Pulp And Paper), PT Rimba Lazuardi, PT Rimba Peranap Indah, PT. Putri
Lindung Bulan dan perkebunan kelapa sawit yaitu PT Inti Indosawit Subur,
PT Peputra Supra Jaya, PT Mitra Unggul Perkasa dan beberapa perusahaan
lainnya.
Tesso Nilo ditetapkan sebagai taman nasional melalui perubahan fungsi
dari Hutan Produksi Terbatas seluas 83.068 hektar oleh Kementerian
Kehutanan. Tahap pertama berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: SK.255/Menhut-II/2004 tanggal 19 Juli 2004 seluas 38.576 ha. Tahap berikutnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: SK 663/Menhut-II/2009
tanggal 15 Oktober 2009 seluas + 44.492 hektar. Sebagian besar kawasan
TNTN berada di Kabupaten Pelalawan dan sebagian kecil di Kabupaten
Indragiri Hulu, Provinsi Riau.
Kawasan ini memiliki tingkat keragaman hayati sangat tinggi. Ada
sekitar 360 jenis flora tergolong dalam 165 marga dan 57 suku untuk
setiap hektarnya. Tesso Nilo juga dikenal sebagai habitat bagi beraneka
ragam jenis satwa liar langka, seperti Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), berbagai jenis Primata, 114 jenis burung, 50 jenis ikan, 33 jenis herpetofauna dan 644 jenis kumbang.
Setelah dua jam perjalanan, di kiri-kanan jalan koridor berdiri kokoh
pohon-pohon akasia milik PT RAPP. Jalan koridor dan pohon-pohon akasia
ini adalah bekas hutan alam yang dibabat PT RAPP untuk sumber produksi
pabrik pulp and paper. Sekitar pukul 14.30, kami tiba di
sebuah simpang di Desa Situgal, Kecamatan Logas Tanah Darat, Kuansing.
Di sebuah warung berdinding kayu berlantai tanah, saya bertemu M. Hadta,
yang sudah 12 tahun menjaga hutan TNTN. Dia kemudian menjadi pemandu
perjalanan kami.
Bersama Hadta mobil meluncur lewati jalan koridor menuju perbatasan
Kuansing-Pelalawan. Memasuki jalan setapak hanya bisa dilewati motor,
samping kiri pohon akasia. “Jalan ini dibangun PT RAPP. Jalan ini juga
jadi akses perambah untuk masuk dalam kawasan TNTN,” kata Hadta.
Melewati batas PT RAPP, kami memasuki TNTN wilayah Desa Bukit Kesuma,
Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan. Hujan turun deras.
Jalanan mulai becek. Rencana hendak menginap di sebuah rumah di atas
bukit, urung kami lakukan. Arah jalan pulang ke Situgal, memasuki jalan
koridor PT RAPP, mobil kami tak bisa menanjak karena jalanan licin.
Untung ada Lubis seorang perambah membantu menarik mobil kami.
Pagi hari, perjalanan lanjut ke perbatasan akasia PT RAPP wilayah
Desa Gondai, Kecamatan Langgam. Kami juga melewati jalan samping kiri
pohon akasia.
Mobil pun kami parkir, karena mobil tak bisa melintas. Kiri-kanan
jalan setapak masih ada hutan tersisa. Setelah berjalan empat kilometer,
ada sebuah rumah dari papan di tengah hutan TNTN.
Ada bibit sawit dan lahan karet di depan rumah ini. “Lahan Ini lahan
milik bathin untuk sengaja ditanami sawit dan karet,” kata Konimin
Pitung, 60 tahun, asli Jawa, besar di Kisaran, Sumatera Utara. Ada 36 KK
mengelola lahan Ninik Mamak dalam kelompok Konimin. Hanya delapan orang
yang tinggal di rumah tersebut.
“Lahan di depan itu baru ditanami karet milik Ninik Mamak. Luasnya 4
hekatre. Punya saya 2 hektare. Sisanya Ninik Mamak. Di sini saya kelola
baru setahun. Saya tidak tahu ini TNTN, tahunya ini punya ninik mamak,”
kata Ramli kelahiran tahun 1967 yang karet, rekan Konimin.
Menurut hasil investigasi Balai TNTN dan WWF Riau, sekitar 2.279
Kepala Keluarga telah menetap dalam kawasan TNTN: 2.176 (95 persen) KK
merupakan pendatang dari luar desa sekitar TNTN dan hanya 666 KK (5%)
masyarakat sekitar kawasan TNTN. Perambahan bertambah marak, hingga
tahun 2009 terdapat 14 lokus perambahan, menyebar di sepanjang
jalan-koridor dan pusat-pusat perkampungan. Luasnya mencapai 28.606,08,
atau 34,5% dari luas TNTN. Empat lokus terluas adalah Koridor PT RAPP
Ukui–Gondai (8.242,34 ha), Kuala Onangan Toro Jaya (7.769,27 ha), Bagan
Limau (3.852,21 ha), dan Toro Makmur (2.440 ha).
Perambahan ini telah terjadi sejak tahun 1992, jauh sebelum menjadi
TNTN atau masih kawasan pemegang ijin HPH. “Tahun 2002 puncaknya hingga
kini perambahan masih berlangsung,” kata Hadta. “Sekarang perambah sudah
ribuan, luas TN 83.068 ha, sepuluh tahun terakhir hampir 28.000 ha
terjadi perambahan,” kata Kupin Simbolon, Kepala Balai TNTN yang
bermarkas di Pelalawan. Perambahan ini terjadia menurut Kupin, karena
“Perambahan terjadi sebelum TN TN ditunjuk, areal TNTN umunya bekas
konsesi, perambah umunya pendatang dari provinsi lain dan perambah
umunya tidak tinggal di kawasan.”
Dari hasil investigasi WWF bersama Balai Taman Nasional Tesso Nilo
hingga 2011 luas perambahan mencapai 52.266,50 hektar telah menjadi
kebun kelapa sawit sekitar 36.353,50 hektar, tanaman karet capai 993.000
hektar. “Tim juga menemukan areal yang baru ditebang sekitra 6.212,00
dan sudah menjadi belukar sekitar 8.6009,00 hektar.”
Namun berdasarkan Citra Satelit Landsat 2002-April 2011 dan Citra
Satelit SPOT 2009, luas perambahan mencapai 86.238,39 hektar dari total
luas Kawasan Tesso Nilo 167.618,00 hektar atau sekitar 51,45 persen
kawasan Tesso Nilo telah dirambah. “Dari data analisa Citra Satelit
Landsat 2002-April 2011 menunjukkan pertambahan perambahan selalu
meningkat setiap tahunnya,” tulis WWF Program Riau dalam rilis yang saya
terima.
WWF merinci, puncak perambahan mulai meningkat tajam pada 2006
sekitar 14.164,85 hektar. Pada 2008 mencapai 14.704,06 hektar, paling
luas pada tahun 2009 mencapai 16.305,06 hektar.
Dari tiga konsesi tersebut, perambahan paling besar terjadi pada
konsesi HPH PT Siak Raya Timber mencapai 83,80% atau sekitar 32.310,85
hektar dari 38.560,00 total ijin konsesinya. Taman Nasional Tesso Nilo
mencapai 42,64% atau sebesar 35.416,43 hektar dari 83.068,00 hektar dari
total luas Taman Nasional Tesso Nilo. Terakhir konsesi HPH PT. Hutani
Sola Lestari mencapai 40,22% dari total luas konsesi 45.990,00 hektar
atau sebesar 18.497,68 hektar.
“Pemerintah tidak tegas menyelesaikan masalah perambah ini,” kata
Hadta. Selain ketidak tegasan pemerintah, masalah lainnya menurut data
WWF, kurangnya perlindungan hutan oleh pemegang izin pemanfaatan kawasan
(HPHTI PT. Inhutani IV eks HPH PT. Dwi Marta dan PT. Nanjak Makmur)
sebelum ditunjuk menjadi TNTN, adanya koridor HTI PT RAPP ditengah
kawasan Tesso Nilo yang dibuat pada tahun 2001 (koridor Baserah) dan
koridor sektor Ukui-Gondai sebelah utara kawasan Tesso Nilo yang dibuat
PT RAPP tahun 2004, adanya oknum tokoh adat maupun oknum pemerintahan
desa yang memperjualbelikan lahan dan memberi kemudahan dalam menguasai
dan memanfaatkan lahan dikawasan Tesso Nilo.
“Ingat, awalnya TNTN dikawal BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya
Alam) Riau. Saya nilai BKSDA tak bekerja waktu itu melawan perambah,
bahkan membiarkan perambah. Lalu, Balai TNTN ditunjuk mengelola TNTN
tahun 2006-2067, waktu itu perambah marak terjadi di TNTN. Sejak 2007
hingga kini kita hanya punya penyidik satu orang. Salah satu kelemahan
TNTN, personil kurang,” kata Kupin.
“Menhut sudah memberi arahan pada Balai TNTN untuk menata ulang siapa
dan di mana perambah serta berapa jumlah perambah. Ini akan kita
lakukan dalam waktu dekat. Menurut data Bupati Pelalawan total ada 2.400
perambah. nah, data itu akan kita rapikan dahulu,” katanya. Tugas
menjaga hutan, menurut Kupin, juga tugas Dinas Kehutanan dan Bupati.”
Pemerintah harus perketat menjaga TNTN. Orang kehutanan harus berbenah
di sini. Ingat TNTN adalah kawasan gajah dan harimau, jangan salahi
komitmen tersebut.”
Lubis dan Konimin yang sudah terlanjur punya lahan sawit bersedia
berunding dengan pemerintah. Mereka menawarkan solusi. “Kalau hutan yang
belum terbuka, masyarakat bersama pemerintah membuat tapal batas,
sehingga jelas mana lahan masyarakat dan mana yang masih berhutan di
dalam TNTN,” kata Lubis. Lantas, lahan yang sudah ditanam sawit dibikin
penanaman 30 pokok ada satu hektar untuk durian, rambutan dan mangga.
Lahan yang sudah terbuka dan masih kosong ditanami karet. “Kita sudah
ribuan orang di dalam, pemerintah tak mungkin lagi mengusir.”
Source : link