Definisi agroforestri
Sampai
dengan saat ini belum ada kesatuan pendapat di antara para ahli tentang
definisi “agroforestri”. Hampir setiap ahli mengusulkan definisi yang
berbeda satu dari yang lain. Mendefinisikan agroforestri sama sulitnya dengan mendefinisikan hutan.
Dalam jurnal "Agroforestry Systems" Volume 1 No.1, halaman 7-12 Tahun 1982 ditampilkan tidak kurang dari 12 definisi antara lain:
Agroforestri adalah
……
sistem penggunaan lahan terpadu, yang memiliki aspek sosial dan
ekologi, dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman
pertanian dan/atau ternak (hewan), baik secara bersama-sama atau
bergiliran, sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati
atau hewan yang optimal dalam arti berkesinambungan (P.K.R. Nair)
……
sistem pengelolaan lahan berkelanjutan dan mampu meningkatkan produksi
lahan secara keseluruhan, merupakan kombinasi produksi tanaman pertanian
(termasuk tanaman tahunan) dengan tanaman hutan dan/atau hewan
(ternak), baik secara bersama atau bergiliran, dilaksanakan pada satu
bidang lahan dengan menerapkan teknik pengelolaan praktis yang sesuai
dengan budaya masyarakat setempat (K.F.S. King dan M.T. Chandler)
…….
penanaman pepohonan secara bersamaan atau berurutan dengan tanaman
pertanian dan/atau peternakan, baik dalam lingkup keluarga kecil ataupun
perusahaan besar. Agroforestri tidak sama
dengan hutan kemasyarakatan (community forestry), akan tetapi
seringkali tepat untuk pelaksanaan proyek- proyek hutan kemasyarakatan"
(L. Roche)
Beberapa definisi agroforestri yang digunakan oleh lembaga penelitian agroforestri internasional (ICRAF = International Centre for Research in Agroforestry) adalah (Huxley, 1999) :
…..
sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu
(pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak
berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada
komponen ternak atau hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk
interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen
lainnya.
…..
sistem pengunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu dengan
tanaman tidak berkayu (kadang-kadang dengan hewan) yang tumbuh
bersamaan atau bergiliran pada suatu lahan, untuk memperoleh berbagai
produk dan jasa (services) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan
ekonomis antar komponen tanaman.
…..
sistem pengeloloaan sumber daya alam yang dinamis secara ekologi dengan
penanaman pepohonan di lahan pertanian atau padang penggembalaan untuk
memperoleh berbagai produk secara berkelanjutan sehingga dapat
meningkatkan keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi semua
pengguna lahan
Selanjutnya Lundgren dan Raintree (1982) mengajukan ringkasan banyak definisi agroforestri dengan rumusan sebagai berikut:
Agroforestri
adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi
penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit
lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem,
bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau
ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga
terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang
ada.
Dari
beberapa definisi yang telah dikutip secara lengkap tersebut,
agroforestri merupakan suatu istilah baru dari praktek-praktek
pemanfaatan lahan tradisional yang memiliki unsur-unsur :
- Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia
- Penerapan teknologi
- Komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan/atau ternak atau hewan
- Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu
- Ada interaksi ekologi, sosial, ekonomi
Agroforestri
telah menarik perhatian peneliti-peneliti teknis dan sosial akan
pentingnya pengetahuan dasar pengkombinasian antara pepohonan dengan
tanaman tidak berkayu pada lahan yang sama, serta segala keuntungan dan
kendalanya.
Masyarakat
tidak akan perduli siapa dirinya, apakah mereka orang pertanian,
kehutanan atau agroforestri. Mereka juga tidak akan memperdulikan nama
praktek pertanian yang dilakukan, yang penting bagi mereka adalah
informasi dan binaan teknis yang memberikan keuntungan sosial dan
ekonomi.
Penyebarluasan
agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk mencegah perluasan
tanah terdegradasi, melestarikan sumber daya hutan, dan meningkatkan
mutu pertanian serta menyempurnakan intensifikasi dan diversifikasi
silvikultur.
Istilah agroforestri lain
Di
kalangan masyarakat berkembang beberapa istilah yang sering dicampur-
adukkan dengan agroforestri. Hal ini sangat membingungkan. Ada yang
memandang agroforestri adalah suatu kebijakan pemerintah atau status
kepemilikan lahan, bukan sebagai sistem penggunaan lahan.
Berikut ini beberapa contoh definisi agroforestri yang berkembang di masyarakat :
1. Perhutanan Sosial (Social-Forestry)
Perhutanan sosial (social forestry)
adalah upaya/kebijakan kehutanan yang ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar hutan.
Produk utama dari perhutanan sosial berupa kayu dan non-kayu. Oleh
karena itu dalam prakteknya dapat berupa pembangunan hutan tanaman (man-made forest) atau penanaman pohon-pohon pada lahan milik masyarakat yang dimanfaatkan bagi industri besar.
Kegiatan
perhutanan sosial, kadang-kadang menerapkan agroforestri, yaitu apabila
penanaman pohon-pohon harus dilaksanakan bersama-sama dengan komponen
pertanian dan/atau peternakan. Walaupun demikian perhutanan sosial
adalah tetap merupakan kegiatan kehutanan, karena pada intinya kehadiran
komponen pertanian sebagai kombinasi tidak mutlak harus dilakukan.
Istilah social-forestry sebenarnya dipopulerkan di India pada tahun 70-an dan dalam kegiatannya FAO memberikan istilah "Forestry for Rural Community Development".
2. Hutan Kemasyarakatan (Community-Forestry) dan Hutan Rakyat (Farm-Forestry)
Kedua istilah ini merupakan bagian dari perhutanan sosial (social-forestry). Hutan kemasyarakatan (community forestry) adalah
hutan yang perencanaan, pembangunan, pengelolaan, dan pemungutan hasil
hutan serta pemasarannya dilakukan sendiri oleh masyarakat yang tinggal
di sekitar hutan. Pelaksanaannya dapat pula dilakukan oleh pihak
kehutanan yang membantu masyarakat dengan mengutamakan keuntungan bagi
seluruh masyarakat, bukan untuk individu.
Hutan rakyat (farm-forestry) adalah
hutan di mana petani/pemilik lahan menanam pepohonan di lahannya
sendiri. Mereka biasanya telah mengikuti pendidikan, latihan dan
penyuluhan kehutanan ataupun memperoleh bantuan untuk kegiatan
kehutanan.
Bentuk
agroforestri mungkin dipilih dan diterapkan pada kedua kegiatan
tersebut bila pepohonan ditanam bersama dengan tanaman pertanian. Dengan
demikian hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat tidak selalu identik
dengan agroforestri, karena agroforestri adalah pemanfaatan lahan
terpadu tanpa batasan kepemilikan lahan.
3. Hutan Serba-Guna (Multiple Use Forestry)
Hutan
serba-guna adalah praktek kehutanan yang mempunyai dua atau lebih
tujuan pengelolaan, meliputi produksi, jasa atau keuntungan lainnya.
Dalam penerapan dan pelaksanaannya bisa menyertakan tanaman pertanian
atau kegiatan peternakan. Walaupun demikian hutan serba guna tetap
merupakan kehutanan (dalam arti penekanannya pada aspek pohon, hasil
hutan dan lahan hutan), dan bukan merupakan bentuk pemanfaatan lahan
terpadu sebagaimana agroforestri yang secara terencana diarahkan pada
pengkombinasian kehutanan dan pertanian untuk mencapai beberapa tujuan
yang terkait dengan degradasi lingkungan serta problema masyarakat di
pedesaan.
4. Forest Farming
Istilah
Forest farming sebenarnya mirip dengan multiple use forestry, yang
digunakan untuk upaya peningkatan produksi lahan hutan, yaitu tidak
melulu produk kayu, tetapi juga mencakup berbagai bahan pangan dan
hijauan. Praktek ini juga sering disebut “Dreidimensionale
Forstwirtschaft" atau kehutanan dengan tiga dimensi. Di Amerika,
istilah forest farming digunakan untuk menyatakan upaya pembangunan
hutan tanaman oleh petani-petani kecil.
5. Ecofarming
Ecofarming
adalah bentuk budidaya pertanian yang mengusahakan sedapat mungkin
tercapainya keharmonisan dengan lingkungannya. Dalam hal tertentu dalam
ecofarming bisa saja memasukkan komponen pepohonan atau tumbuhan berkayu
lainnya sehingga dapat disebut agroforestri. Dalam eco-farming tidak
selalu dijumpai unsur kehutanan dalam kombinasinya, sehingga dalam hal
ini ecofarming merupakan kegiatan pertanian.
Ada
berbagai bentuk sistem atau praktek agroforestri, baik yang bersifat
tradisional atau modern (lihat Bahan Ajaran 2, dan Bahan Latihan), yang
tersebar di wilayah tropis dan sub-tropis. Berbagai contoh tersebut
menunjukkan betapa luasnya rentang agroforestri, sehingga para ahli
kehutanan dan pertanian konvensional sulit untuk menerimanya.
Dari
uraian di atas dapat diketahui bahwa definisi agroforestri dapat
meliputi rentang yang luas dari sistem-sistem pemanfaatan lahan
primitif, tradisional maupun modern. Oleh sebab itu, diperlukan adanya
batasan yang jelas kapan atau bilamana suatu sistem dapat dikategorikan
sebagai agroforestri. Batasan semacam ini diperlukan untuk menghindari
timbulnya pendapat bahwa setiap kombinasi komponen kehutanan, pertanian
dan/atau peternakan selalu dapat diklasifikasikan sebagai suatu sistem
agroforestri.
Kuenzel
(1989) menyarankan untuk melihat adanya interaksi yang nyata dari
komponen-komponen penyusunnya. Sebagai contoh sederetan pohon cemara
yang ditanam pada pinggir sawah/ladang yang dimaksudkan melulu untuk
produk kayunya, maka sistem tersebut bukan sistem agroforestri. Namun,
bila penanaman pohon tersebut sekaligus juga dimaksudkan untuk
melindungi tanaman pertanian dari terpaan angin (windbreak), maka sistem
itu dapat dikatakan sebagai agroforestri.
Menurut
Lundgren (1982), definisi agroforestri seyogyanya menitikberatkan dua
karakter pokok yang umum dipakai pada seluruh bentuk agroforestri yang
membedakan dengan sistem penggunaan lahan lainnya:
-
Adanya pengkombinasian yang terencana/disengaja dalam satu bidang lahan antara tumbuhan berkayu (pepohonan), tanaman pertanian dan/atau ternak/hewan baik secara bersamaan (pembagian ruang) ataupun bergiliran (bergantian waktu);
-
Ada interaksi ekologis dan/atau ekonomis yang nyata/jelas, baik positif dan/atau negatif antara komponen-komponen sistem yang berkayu maupun tidak berkayu.
Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree, (1982) adalah:
-
Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan). Paling tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu.
-
Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.
-
Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.
- Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.
-
Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.
-
Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.
-
Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.
Agroforestri sebagai sistem penggunaan lahan
Berbicara
mengenai agroforestri, berarti berbicara mengenai sistem. Sistem
terdiri dari beberapa komponen dalam susunan tertentu (struktur), yang
satu sama lain saling berpengaruh atau melaksanakan fungsinya. Satu
sistem membentuk satu kesatuan yang berbeda dengan lingkungannya dan di
antara keduanya ada hubungan timbal balik. Di samping itu satu sistem
memiliki sifat-sifat tertentu yang juga dapat berubah antara lain dalam
kaitan dengan struktur dan fungsinya.
Agroforestri
terdiri dari komponen-komponen kehutanan, pertanian dan/atau
peternakan, tetapi agroforestri sebagai suatu sistem mencakup
komponen-komponen penyusun yang jauh lebih rumit. Hal yang harus
dicatat, agroforestri merupakan suatu sistem buatan (man-made) dan
merupakan aplikasi praktis dari interaksi manusia dengan sumber daya
alam di sekitarnya. Mengapa demikian? Agroforestri pada prinsipnya
dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan lahan dan
pengembangan pedesaan; serta memanfaatkan potensi-potensi dan
peluang-peluang yang ada untuk kesejahteraan manusia dengan dukungan
kelestarian sumber daya beserta lingkungannya. Oleh karena itu manusia
selalu merupakan komponen yang terpenting dari suatu sistem
agroforestri. Dalam melakukan pengelolaan lahan, manusia melakukan
interaksi dengan komponen-komponen agroforestri lainnya. Komponen
tersebut adalah:
-
Lingkungan abiotis: air, tanah, iklim, topografi, dan mineral.
-
Lingkungan biotis: tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll) serta tumbuhan tidak berkayu (tanaman tahunan, tanaman keras, tanaman musiman dll), binatang (ternak, burung, ikan, serangga dll), dan mikroorganisme.
-
Lingkungan budaya: teknologi dan informasi, alokasi sumber-sumber daya, infrastruktur dan pemukiman, permintaan dan penawaran, dan disparitas penguasaan/pemilikan lahan.
Komponen-komponen ABC (Abiotic, Biotic dan Culture)
tersebut di atas tersusun dalam sistem agroforestri melalui berbagai
cara. Beberapa komponen biotis hadir secara alami, yang mungkin sebagian
masih bertahan atau tertinggal dari kegiatan penggunaan lahan
sebelumnya. Komponen yang lain memang secara khusus atau sengaja
ditempatkan/ditanam oleh manusia sebagai pengelola lahan. Berbagai
komponen dalam satu sistem akan bereaksi atau menunjukkan respon berbeda
dengan respon masing-masing pada kondisi terisolasi. Karena adanya
interaksi antar komponen tersebut, sistem pada dasarnya berbeda dengan
total penambahan secara sederhana dari beberapa komponen. Jadi hutan
lebih dari sekedar kumpulan pohon, demikian pula agroforestri bukan
sekedar upaya campur-mencampur kehutanan dengan pertanian dan/atau
peternakan (von Maydell, 1988).
Source : link