BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Alelopati berasal dari bahasa Yunani, allelon yang berarti “satu sama lain” dan pathos yang berarti “menderita”. Alelopati didefinisikan sebagai suatu fenomena alam dimana suatu organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme lain di sekitarnya. Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat mengakibatkan tumbuhan di sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati, contoh tanaman alelopati adalah Ekaliptus (Eucalyptus spp.). Hal ini dilakukan untuk memenangkan kompetisi nutrisi dengan tanaman lain yang berbeda jenis/spesies. Oleh karena itu, alelopati dapat diaplikasikan sebagai pembasmi gulma sehingga mengurangi penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi lingkungan. Contoh alelopati di dalam ekosistem perairan adalah beberapa dinoflagelata dapat menghasilkan senyawa alelokimia yang merugikan fitoplankton, ikan, dan binatang laut lainnya.
Tumbuhan dapat menghasilkan senyawa alelokimia yang merupakan metabolit sekunder di bagian akar, rizoma, daun, serbuk sari, bunga, batang, dan biji.[6] Fungsi dari senyawa alelokimia tersebut belum diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai pertahanan terhadap herbivora dan patogen tanaman. Tanaman yang rentan terhadap senyawa alelokimia dari tanaman lainnya dapat mengalami gangguan pada proses perkecambahan, pertumbuhan, serta perkembangannya. Perubahan morfologis yang sering terjadi akibat paparan senyawa alelokimia adalah perlambatan atau penghambatan perkecambahan biji, perpanjangan koleoptil, radikula, tunas, dan akar.
Indikasi terjadinya fenomena alelopati dapat terlihat melalui beberapa bentuk, di antaranya adalah autotoksisitas, efek residu, dan penghambatan gulma. Autotoksisitas terjadi bila alelopati terjadi di antara individu dalam satu spesies yang sama, contohnya spesies Medicago sativa (alfalfa), Trifolium spp. (semanggi), dan Asparagus officinalis (asparagus). Hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab pertumbuhan tanaman yang tidak sama pada tahun-tahun berikutnya dalam pertanian. Salah satu bentuk alelopati tanaman lainnya adalah residu dari beberapa tanaman diketahui dapat mengurangi perkecambahan gulma. Beberapa tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan gulma melalui proses alelopati adalah Avena fatua (haver), E. repens (semacam rumput), Cirsium arvense, dan Stellaria media.
Alelopati berasal dari bahasa Yunani, allelon yang berarti “satu sama lain” dan pathos yang berarti “menderita”. Alelopati didefinisikan sebagai suatu fenomena alam dimana suatu organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme lain di sekitarnya. Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat mengakibatkan tumbuhan di sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati, contoh tanaman alelopati adalah Ekaliptus (Eucalyptus spp.). Hal ini dilakukan untuk memenangkan kompetisi nutrisi dengan tanaman lain yang berbeda jenis/spesies. Oleh karena itu, alelopati dapat diaplikasikan sebagai pembasmi gulma sehingga mengurangi penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi lingkungan. Contoh alelopati di dalam ekosistem perairan adalah beberapa dinoflagelata dapat menghasilkan senyawa alelokimia yang merugikan fitoplankton, ikan, dan binatang laut lainnya.
Tumbuhan dapat menghasilkan senyawa alelokimia yang merupakan metabolit sekunder di bagian akar, rizoma, daun, serbuk sari, bunga, batang, dan biji.[6] Fungsi dari senyawa alelokimia tersebut belum diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai pertahanan terhadap herbivora dan patogen tanaman. Tanaman yang rentan terhadap senyawa alelokimia dari tanaman lainnya dapat mengalami gangguan pada proses perkecambahan, pertumbuhan, serta perkembangannya. Perubahan morfologis yang sering terjadi akibat paparan senyawa alelokimia adalah perlambatan atau penghambatan perkecambahan biji, perpanjangan koleoptil, radikula, tunas, dan akar.
Indikasi terjadinya fenomena alelopati dapat terlihat melalui beberapa bentuk, di antaranya adalah autotoksisitas, efek residu, dan penghambatan gulma. Autotoksisitas terjadi bila alelopati terjadi di antara individu dalam satu spesies yang sama, contohnya spesies Medicago sativa (alfalfa), Trifolium spp. (semanggi), dan Asparagus officinalis (asparagus). Hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab pertumbuhan tanaman yang tidak sama pada tahun-tahun berikutnya dalam pertanian. Salah satu bentuk alelopati tanaman lainnya adalah residu dari beberapa tanaman diketahui dapat mengurangi perkecambahan gulma. Beberapa tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan gulma melalui proses alelopati adalah Avena fatua (haver), E. repens (semacam rumput), Cirsium arvense, dan Stellaria media.
1.2. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini, adalah sebagai berikut:
Adapun tujuan dari praktikum ini, adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui macam-macam alelopati pada tanaman.
- Untuk mengetahui reaksi alelopati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu
menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain.
Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan
lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada
mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa atau
antibiotisme. Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan
antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antartumbuhan, antarmikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme (Einhellig, 1995a). Menurut Rice (1984) interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tumbuhan, hewan atau mikrobia) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain (Weston, 1996).
Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ, mungkin di akar, batang, daun, bunga dan atau biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino nonprotein, sulfida serta nukleosida. (Rice,1984; Einhellig, 1995b). Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik (Einhellig, 1995b).
Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya (Rice, 1984; Einhellig, 1995b). Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, namun menurut Einhellig (1995b) proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran.
Alelopati tentunya menguntungkan bagi spesies yang menghasilkannya, namun merugikan bagi tumbuhan sasaran. Oleh karena itu, tumbuhan-tumbuhan yang menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu, sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tumbuhan penghasil alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air dapat terkonsenterasi pada tumbuhan penghasil alelokimia dan tumbuhan tertentu yang toleran terhadap senyawa ini.
Proses pembentukkan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi antarspesies atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya, baik dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antartumbuhan, antarmikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme (Einhellig, 1995a). Menurut Rice (1984) interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tumbuhan, hewan atau mikrobia) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain (Weston, 1996).
Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ, mungkin di akar, batang, daun, bunga dan atau biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino nonprotein, sulfida serta nukleosida. (Rice,1984; Einhellig, 1995b). Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik (Einhellig, 1995b).
Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya (Rice, 1984; Einhellig, 1995b). Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, namun menurut Einhellig (1995b) proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran.
Alelopati tentunya menguntungkan bagi spesies yang menghasilkannya, namun merugikan bagi tumbuhan sasaran. Oleh karena itu, tumbuhan-tumbuhan yang menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu, sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tumbuhan penghasil alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air dapat terkonsenterasi pada tumbuhan penghasil alelokimia dan tumbuhan tertentu yang toleran terhadap senyawa ini.
Proses pembentukkan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi antarspesies atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya, baik dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat Dan Bahan
- Bagian akar alang-alang
- Daun akasia
- Daun sengon
- Biji kacang hijau yang bagus
- Tanah subur/tanah humus yang sudah bersih dan diayak, pupuk kandang
- Pupuk kandang ayam
- Pasir halus
- Bak kecambah
- Gelas ukur
- Blender
- Pisau
- Gunting
- Timbangan
- Air
- Ember
- Penyemprot
3.2 Waktu Dan Tempat
Praktikum mengenai hubungan alelpati ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 26 Oktober 2011, hari Selasa tanggal 1 November 2011 dan hari selasa tanggal 8 November 2011. Dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB. Pelaksanaan praktikum ini dilakukan di laboratorium kehutanan dan rumah kaca Universitas Jambi, Mendalo Darat, Muaro Jambi.
Praktikum mengenai hubungan alelpati ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 26 Oktober 2011, hari Selasa tanggal 1 November 2011 dan hari selasa tanggal 8 November 2011. Dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB. Pelaksanaan praktikum ini dilakukan di laboratorium kehutanan dan rumah kaca Universitas Jambi, Mendalo Darat, Muaro Jambi.
3.3 Prosedur Percobaan
Perlakuan yang dicobakan yaitu:
Perlakuan yang dicobakan yaitu:
- Kontrol kacang hijau
- H1A1 = Kacang hijau pada akar alang-alang (3,5 : 1)
- H1A2 = Kacang hijau daun acacia mangium (7 : 1)
- H1A3 = Kacang hijau daun sengon (7 : 1)
- E1A1 = Benih kacang hijau akar alang-alang (7 : 1)
- E1A2 = Benih kacang hijau daun acacia mangium (14 : 1)
- E1A3 = Benih kacang hijau daun sengon (14 : 1)
- Tanah yang subur dicampur dengan pasir dan pupuk kandang hingga homogen. Selanjutnya disterilisasi dengan cara digongseng
- Tanah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam bak kecambah, lalu disiram sampai jenuh
- Biji kacang hijau diremdan dalam air selama 1 jam
- Biji yang telah direndam tadi ditanam ke dalam bak kecambah dengan jumlah 5 kali ulangan setiap perlakuan dan dibiarkan sampai tumbuh
- Disiapkan akar alang-alang yang sudah dibersihkan sebanyak 0,5 kg, daun sengon sebanyak 1 kg dan daun akasia sebanyak 1 kg
- Dibuat ekstrak alang-alang, daun sengon, dan daun akasia dengan cara sebagai berikut:
- Bagian tumbuhan jenis tersebut dibersihkan sampai bersih, kemudian dipotong kecil-kecil dengan gunting
- Potongan bagian tadi diblender hingga halus. Untuk akar alang-alang ditambahkan air sebanyak 3,5 liter. Untuk daun akasia dan sengon ditambahkan air sebanyak 7 liter. Selanjutnya dibuat larutan akar alang-alang dengan perbandingan (7:1) dan daun sengon serta akasia dengan perbandingan (14:1).
- Dilakukan penyiraman dengan air akuades secukupnya, terhadap tanaman di dalam polibag setiap hari. Kemudian selama satu minggu berikutnya dilakukan penyiraman dengan larutan alelopati sebagai perlakuan setiap hari, masing-masing tanaman disiram sebanyak 50 cc.
- Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap tanaman: morfologi daun, pertulangan daun, pertumbuhan batang dan lain-lain, yang dilakukan setiap hari. Setelah 2 minggu percobaan dilakukan pengukuran dan pengamatan terhadap:
- Tinggi tanaman mulai dari atas permukaan tanah
- Kelainan-kelainan yang terjadi pada akar, batang dan daun
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
• Tinggi Batang
Perlakuan Tinggi Rata-Rata
I II III IV V
Kontrol 17,5 cm 14,5 cm 11 cm 15 cm 18,5 cm 15,3 cm
Alang-Alang 3,5 : 1 15,5 cm 15 cm 15,5 cm 16 cm 10 cm 14,4 cm
Alang-Alang 7 : 1 15 cm 14 cm 11 cm 15 cm 9,5 cm 12,9 cm
Sengon 7 : 1 17 cm 15 cm 13 cm 13,2 cm 14,1 cm 14,46 cm
Sengon 14 : 1 13,8 cm 18,5 cm 13,2 cm 14 cm 13,4 cm 14,58 cm
Akasia 7 : 1 14,9 cm 14,2 cm 10,4 cm 14 cm 16 cm 13,9 cm
Akasia 14 :1 15 cm 17 cm 12,5 cm 14,5 cm 15 cm 14,8 cm
• Keadaan Daun
No. Perlakuan Keadaan Daun
No. Perlakuan Keadaan Daun
- Kontrol Hijau dan lebar
- Alang-alang 3,5 : 1 Daun agak keriting
- Alang-alang 7 : 1 Kecil dan keriting
- Sengon 7 : 1 Menguning
- Sengon 14 : 1 Menguning
- Akasia 7 : 1 Kecil dan ruas daun memendek
- Akasia 14 : 1 Kecil dan ruas daun memendek
• Panjang Akar
Perlakuan Panjang Rata-Rata
I II III IV V
Kontrol 14 cm 17 cm 21 cm 10 cm 13 cm 15 cm
Alang-Alang 3,5 : 1 17,5 cm 10,5 cm 15 cm 15 cm 12 cm 14 cm
Alang-Alang 7 : 1 11 cm 15 cm 10,5 cm 11 cm 12 cm 11,9 cm
Sengon 7 : 1 17 cm 13 cm 20 cm 16,5 cm 16 cm 16,5 cm
Sengon 14 : 1 20 cm 15,5 cm 14 cm 16,5 cm 13,5 cm 15,9 cm
Akasia 7 : 1 10,5 cm 19 cm 17 cm 17 cm 19 cm 16,5 cm
Akasia 14 :1 10 cm 14,5 cm 15,5 cm 8 cm 11 cm 11,8 cm
Perlakuan Panjang Rata-Rata
I II III IV V
Kontrol 14 cm 17 cm 21 cm 10 cm 13 cm 15 cm
Alang-Alang 3,5 : 1 17,5 cm 10,5 cm 15 cm 15 cm 12 cm 14 cm
Alang-Alang 7 : 1 11 cm 15 cm 10,5 cm 11 cm 12 cm 11,9 cm
Sengon 7 : 1 17 cm 13 cm 20 cm 16,5 cm 16 cm 16,5 cm
Sengon 14 : 1 20 cm 15,5 cm 14 cm 16,5 cm 13,5 cm 15,9 cm
Akasia 7 : 1 10,5 cm 19 cm 17 cm 17 cm 19 cm 16,5 cm
Akasia 14 :1 10 cm 14,5 cm 15,5 cm 8 cm 11 cm 11,8 cm
• Keadaan Akar
No. Perlakuan Keadaan Akar
- Kontrol Panjang dan berkembang
- Alang-alang 3,5 : 1 Panjang dan banyak
- Alang-alang 7 : 1 Pendek dan berkembang
- Sengon 7 : 1 Panjang, berkembang dan banyak
- Sengon 14 : 1 Pendek, berkembang dan banyak
- Akasia 7 : 1 Pendek dan tebal
- Akasia 14:1 Pendek dan berkembang
4.2. Pembahasan
Tinggi Batang
Setelah melakukan pengamatan terhadap tanaman kacang hijau yang telah
diberi alelopati selama kurang lebih 2 minggu, maka dapat dilihat bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada setiap kacang hijau. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa alelopati tersebut tidak terlalu memperngaruhi
tinggi batang kacang hijau.
- Kontrol
Rata-rata tinggi batang kacang hijau yang disiram dengan air biasa
setiap hari adalah 15,3 cm dengan batang terendah yaitu 11 cm dan yang
tertinggi adalah 18,5 cm.
- Alang-alang 3,5 : 1
Rata-rata tinggi batang kacang hijau yang disiram dengan menggunakan
alelopati alang-alang dengan perbandingan 3,5 : 1 adalah 14,4 cm. Batang
terendah adalah 10 cm dan yang tertinggi adalah 16 cm.
- Alang-alang 7 : 1
Rata-rata tinggi batang kacang hijau yang disiram dengan menggunakan
alelopati alang-alang dengan perbandingan 7 : 1 adalah 12,9 cm. Batang
terendah adalah 9,5 cm dan yang tertinggi adalah 15 cm.
- Sengon 7 : 1
Rata-rata tinggi batang kacang hijau yang disiram dengan menggunakan
alelopati sengon dengan perbandingan 7 : 1 adalah 14,46 cm. Batang
terendah adalah 13 cm dan yang tertinggi adalah 17 cm.
- Sengon 14 : 1
Rata-rata tinggi batang kacang hijau yang disiram dengan menggunakan
alelopati sengon dengan perbandingan 14 : 1 adalah 14,58 cm. Batang
terendah adalah 13,2 cm dan yang tertinggi adalah 18,5 cm.
- Akasia 7 : 1
Rata-rata tinggi batang kacang hijau yang disiram dengan menggunakan
alelopati akasia dengan perbandingan 7 : 1 adalah 13,9 cm. Batang
terendah adalah 10,4 cm dan yang tertinggi adalah 16 cm.
- Akasia 14 :1
Rata-rata tinggi batang kacang hijau yang disiram dengan menggunakan
alelopati akasia dengan perbandingan 14 : 1 adalah 14,8 cm. Batang
terendah adalah 12,5 cm dan yang tertinggi adalah 17 cm.
Keadaan Daun
Keadaan daun yang terlihat pada tanaman kacang hijau tampak beberapa perbedaan yang sedikit mencolok. Pada tanaman kacang hijau yang hanya disiram dengan air biasa, daunnya terlihat besar-besar dan berwarna hijau. Pada tanaman kacang hijau yang disiram dengan alelopati alang-alang, daunnya agak kecil dan juga mengeriting. Pada tanaman kacang hijau yang disiram dengan alelopati sengon dapat dilihat dengan jelas bahwa warna daun sedikit kekuningan dan tidak sehijau warna daun kontrol. Sedangkan pada tanaman kacang hijau yang disiram dengan alelopati akasia, daunnya kecil dan ruas daun memendek. Jadi, dapat disimpulkan bahwa zat alelopati berpengaruh terhadap keadaan daun kacang hijau.
Keadaan daun yang terlihat pada tanaman kacang hijau tampak beberapa perbedaan yang sedikit mencolok. Pada tanaman kacang hijau yang hanya disiram dengan air biasa, daunnya terlihat besar-besar dan berwarna hijau. Pada tanaman kacang hijau yang disiram dengan alelopati alang-alang, daunnya agak kecil dan juga mengeriting. Pada tanaman kacang hijau yang disiram dengan alelopati sengon dapat dilihat dengan jelas bahwa warna daun sedikit kekuningan dan tidak sehijau warna daun kontrol. Sedangkan pada tanaman kacang hijau yang disiram dengan alelopati akasia, daunnya kecil dan ruas daun memendek. Jadi, dapat disimpulkan bahwa zat alelopati berpengaruh terhadap keadaan daun kacang hijau.
Panjang Akar
Pengamatan yang dilakukan pada akar tanaman kacang hijau selama kurang lebih 2 minggu memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan antara tanaman satu dan tanaman lainnya. Hal ini membuktikan bahwa alelopati tersebut sedikit banyak turut berpengaruh terhadap pertumbuhan akar.
- Kontrol
Rata-rata panjang akar kacang hijau yang disiram dengan air biasa
setiap hari adalah 15 cm dengan akar terpendek yaitu 10 cm dan yang
terpanjang adalah 21 cm.
- Alang-alang 3,5 : 1
Rata-rata panjang akar kacang hijau yang disiram dengan menggunakan
alelopati alang-alang dengan perbandingan 3,5 : 1 adalah 14 cm. Akar
terpendek adalah 10,5 cm dan yang terpanjang adalah 17,5 cm.
- Alang-alang 7 : 1
Rata-rata panjang akar kacang hijau yang disiram dengan menggunakan
alelopati alang-alang dengan perbandingan 7 : 1 adalah 11,9 cm. Akar
terpendek adalah 10,5 cm dan yang terpanjang adalah 15 cm.
- Sengon 7 : 1
Rata-rata panjang akar kacang hijau yang disiram dengan menggunakan
alelopati sengon dengan perbandingan 7 : 1 adalah 16,5 cm. Akar
terpendek adalah 13 cm dan yang terpanjang adalah 20 cm.
- Sengon 14 : 1
Rata-rata panjang akar kacang hijau yang disiram dengan menggunakan
alelopati sengon dengan perbandingan 14 : 1 adalah 15,9 cm. Akar
terpendek adalah 13,5 cm dan yang terpanjang adalah 20 cm.
- Akasia 7 : 1
Rata-rata panjang akar kacang hijau yang disiram dengan menggunakan
alelopati akasia dengan perbandingan 7 : 1 adalah 16,5 cm. Akar
terpendek adalah 10,5 cm dan yang terpanjang adalah 19 cm.
- Akasia 14 :1
Rata-rata panjang akar kacang hijau yang disiram dengan menggunakan
alelopati akasia dengan perbandingan 14 : 1 adalah 11,8 cm. Akar
terpendek adalah 8 cm dan yang terpanjang adalah 15,5 cm.
Keadaan Akar
Keadaan akar pada tanaman kacang hijau terdapat beberapa perbedaan yang cukup signifikan. Pada tanaman kacang hijau yang hanya disiram dengan menggunakan air biasa, akarnya panjang dan berkembang. Pada tanaman kacang hijau yang disiram dengan alelopati alang-alang perbandingan 3,5 : 1, akarnya terlihat panjang dan banyak. Sedangkan pada tanaman kacang hijau yang disiram dengan alelopati alang-alang perbandingan 7 : 1, akarnya terlihat pendek dan berkembang. Pada tanaman kecang hijau yang disiram dengan alelopati sengon perbandingan 7 : 1, akarnya panjang, berkembang dan banyak. Sedangkan pada kacang hijau yang disiram dengan alelopati sengon perbandingan 14 : 1, akarny pendek, berkembang dan juga banyak. Pada tanaman kacang hijau yang disiram dengan alelopati daun akasia dengan perbandingan 7 : 1, akarnya pendek dan tebal. Sedangkan pada tanaman kacang hijau yang disiram dengan alelopti akasia perbandingan 14 : 1, akarnya terliht pendek dn berkembang. Hal ini dapat membuktikan bahwa alelopati dapat mempengaruhi perkembangan akar.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Alelopati didefinisikan sebagai suatu fenomena alam dimana suatu organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme lain di sekitarnya. Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat mengakibatkan tumbuhan di sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati, contoh tanaman alelopati adalah Ekaliptus (Eucalyptus spp.). Hal ini dilakukan untuk memenangkan kompetisi nutrisi dengan tanaman lain yang berbeda jenis/spesies. Oleh karena itu, alelopati dapat diaplikasikan sebagai pembasmi gulma sehingga mengurangi penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi lingkungan.
Alelopati dapat mempengaruhi pertumbuhan batang, khususnya tinggi batang, keadaan daun dan bentuk daun, panjang akar dan juga perkembangan akar pada tumbuhan.
Daftar Pustaka
Alelopati didefinisikan sebagai suatu fenomena alam dimana suatu organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme lain di sekitarnya. Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat mengakibatkan tumbuhan di sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati, contoh tanaman alelopati adalah Ekaliptus (Eucalyptus spp.). Hal ini dilakukan untuk memenangkan kompetisi nutrisi dengan tanaman lain yang berbeda jenis/spesies. Oleh karena itu, alelopati dapat diaplikasikan sebagai pembasmi gulma sehingga mengurangi penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi lingkungan.
Alelopati dapat mempengaruhi pertumbuhan batang, khususnya tinggi batang, keadaan daun dan bentuk daun, panjang akar dan juga perkembangan akar pada tumbuhan.
Daftar Pustaka
Indriyanto, Ekologi Hutan, 2006, Jakarta: Bumi Aksara
http://id.wikipedia.org/wiki/Alelopati/ diunduh pada 11 September 2011, pukul 13.00 WIB
0 komentar:
Posting Komentar