skip to main | skip to sidebar

Silva Dream

Konsep Bumi Kita

  • Home
  • Gallery
  • Contact me
  • About Me

Jumat, 04 Oktober 2013

Kisah Pemburu Burung Rangkong di Belahan Utara Kalimantan Timur

Diposting oleh Maysatria Label: Konservasi, News
Rangkong badak di Kampung Merasa, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Foto: Hendar

Rangkong badak di Kampung Merasa, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Foto: Hendar

Kampung Merasa adalah salah satu dari ribuan kampung di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kampung yang terletak  di Kecamatan Kelay, dan dipadati sekitar 1000 jiwa ini, berdiri sejajar dengan salah satu sungai utama yang bernama sama, Sungai Kelay. Nyaris semua aktivitas penduduk desa ini, tidak terlepas dari aliran sungai ini.
Bentangan alam yang indah serta hutan yang masih terlihat rapat di kawasan tersebut, menjadi rumah bagi keragaman hayati di dalamnya. Namun, seperti nasib banyak hutan lain di Indonesia, tangan-tangan jahil pun terus mengintai untuk mengekspolitasinya. Ratusan spesies mamalia, burung dan reptil hidup sebagai bagian dari sebuah rantai ekosistem di hutan ini. Burung Rangkong Badak (Buceros Rhinoceros) adalah salah satu spesies yang mudah ditemui di kawasan ini.
Burung yang memiliki jambul paruh berwarna merah tersebut, sejak tahun 2012 silam semakin marak diincar para pembeli dari luar negeri. Hal ini seperti disampaikan oleh Kepala Kampung Merasa, Effendi. “Warga kampung beberapa bulan lalu sering melakukan perburuan burung rangkong itu, karena banyak permintaan dan harganya cukup tinggi. Yang beli orang dari luar negeri, tapi lewat pengepul,” kata Effendi yang ditemui beberapa waktu lalu di Kampung Merasa.
Seiring ramainya perburuan rangkong di kampung Merasa, harga kepala rangkong pun meroket mencapai jutaan rupiah. Penduduk kampung yang mayoritas hidup dari berburu, mencari kayu gaharu  dan petani itu, sejak awal tahun ini semakin sering melakukan perburuan terhadap burung yang dilindungi tersebut.
Menurut Effendi, sebagai kepala kampung yang juga pernah mengikuti perburuan rangkong tersebut, setiap subuh, ia bersama para penduduk telah memasuki hutan yang ada di belakang kampung, bahkan ia bergerak bersama penduduk menyusuri sungai Kelay, untuk mencari lokasi dimana burung yang sering berkelompok tersebut bertengger.
“Saya waktu itu mendengar besarnya permintaan kepala burung rangkong itu. Bersama-sama penduduk kampung kami melakukan perburuan sejak subuh, kami ada yang membawa sumpit, ada yang membawa sejata rakitan, masuk ke hutan di belakang kampung, bahkan kami juga mencari dengan menyusuri sungai,” kata Effendi. “Kalau sudah dapat burungnya, kami langsung potong di tempat, kadang dagingnya kami makan, kepalanya kami simpan, kadang kami tinggalkan begitu saja. Kami kalau berburu bisa berhari-hari, bisa dua hari bahkan tiga hari. Sekali berburu bisa dapat tiga sampai empat ekor. Burung ini kadang berkelompok dan selalu berpasangan.”
Setelah kembali ke kampung, para pemburu tersebut mulai mengumpulkan hasil buruannnya. Lalu mereka menghubungi perantara pembeli untuk mengambil barangnya. Harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Burung enggang ini sempat menjadi primadona di kampung Merasa, namun saat ini aktivitas perburuan sudah terhenti.
Saat ini, permintaan anjlok dan harga semakin jatuh. Harga setiap paruh bahkan hanya mencapai Rp 100 ribu rupiah perkepalanya. “Kami saat ini sudah tidak lagi melakukan perburuan, karena harganya yang jatuh, bahkan hanya sampai ratusan ribu, tidak sesuai dengan biaya yang kami keluarkan dan resiko yang kami tanggung bila melakukan perburan,” lanjut Effendi
Menurut Effendi, kepala rangkong badak ini digunakan sebagai obat dan ukiran. Biasanya peminatnya dari Negara China. “Kalau kepala rangkong yang sudah diukir pasti sangat mahal, lalu ada yang bilang juga bisa sebagai obat, tidak tahu bagaimana caranya,” tambah Effendi.
Dari data yang ada, Indonesia merupakan rumah bagi 13 jenis burung rangkong yang tersebar di hutan hujan tropis, tiga diantaranya bersifat endemik. Mayoritas, rangkong banyak ditemukan di daerah hutan dataran rendah hutan perbukitan (0 – 1000 m dpl). Di daerah pegunungan (> 1000 m dpl) rangkong sudah mulai jarang ditemukan. Pulau Sumatera menempati jumlah terbanyak dengan 9 jenis, di susul dengan Kalimantan dengan 8 jenis.

Source : link

0 komentar:

Posting Komentar

Sponsored

  • banners
  • banners
  • banners
  • banners

Kategori

  • Flora dan Fauna (128)
  • Forestry (312)
  • Mangrove (82)

Archive

  • ►  2015 (20)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (17)
  • ►  2014 (43)
    • ►  Agustus (13)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (8)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (7)
  • ▼  2013 (309)
    • ►  Desember (14)
    • ►  November (97)
    • ▼  Oktober (28)
      • Senduduk Bulu (Clidemia hirta (L.) D. Don.)
      • Senduduk (Melastoma polyanthum Bl.)
      • Pinang Hutan (Pinanga kuhlii)
      • Tembesu Paya (Fagraea racemosa Jack ex Wall.)
      • Akasia Mangium (Acacia mangium Willd.)
      • Bengkinang (Elaeocarpus glaber Bl.)
      • Sawo hutan (Diospyros macrophylla Bl,)
      • Simpur Air (Dillenia suffruticosa Griff. ex Hook)
      • Merambung (Vernonia arborea Schreb. Ham.)
      • Seuseureuhan (Piper aduncum L.)
      • Jamur Kuping (Auricularia auricula-judae.)
      • Honje hutan (Etlingera hemisphaerica (Bl.) R.M. Sm...
      • Malaka (Phyllanthus emblica Linn.)
      • Kaso (Saccharum spontaneum Linn)
      • Saliara (Lantana camara LINN.)
      • Pakis Haji (Alsophila glauca (Bl.) J. SM.)
      • Jalan Panjang 9 Orangutan Meraih Kebebasan Kembali...
      • Orangutan Keseratus Berhasil Dilepasliarkan ke Hut...
      • Ikan Medaka Masih Menyimpan Banyak Misteri
      • Jul, Si Julang Emas Maskot Kamp Hutan Harapan Jambi
      • Laporan Praktikum Ekologi Alelopati pada Tanaman
      • Penelitian: Indonesia, Negeri Paling Awal di Dunia...
      • Nikmati Keajaiban Alam Papua Dalam Tiga Dimensi Le...
      • Ancaman Masa Depan: Populasi Dunia Terus Meningkat...
      • Kisah Pemburu Burung Rangkong di Belahan Utara Kal...
      • Sepakati Ekspor Kayu Bersertifikat Dengan Uni Erop...
      • Lahan Gambut Indonesia, Bom Waktu Emisi Karbon Dunia
      • Cagar Alam Tangkoko, Rumah si Monyet Hitam Sulawesi
    • ►  September (36)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Juli (20)
    • ►  Juni (19)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (20)
    • ►  Februari (19)
    • ►  Januari (25)
  • ►  2012 (97)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (25)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (15)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (19)
    • ►  Januari (16)
  • ►  2011 (323)
    • ►  Desember (52)
    • ►  November (27)
    • ►  Oktober (12)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (16)
    • ►  Maret (24)
    • ►  Februari (122)
    • ►  Januari (44)
  • ►  2010 (105)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (22)
    • ►  Agustus (79)

_______________

_______________

 

© My Private Blog
designed by Website Templates | Bloggerized by Yamato Maysatria |