Sembilan orangutan yang dilepaskan kembali ke rumah asli mereka di hutan Kalimantan. Foto: Hendar
Tidak mudah untuk mengembalikan orangutan ke habitat aslinya. Butuh tahapan yang panjang dan rumit untuk kembali ke rumah alami mereka. Orangutan yang terpaksa memasuki lembaga rehabilitasi atau lembaga penyelamatan dimasukkan ke dalam beberapa kategori saat mereka masuk untuk menjalani upaya meliarkan kembali.
Orangutan dengan kategori semi-liar adalah orangutan yang pada saat
diselamatkan, masih berperilaku alami (liar), dan secara konsisten
memperlihatkan bahwa ia telah memiliki kemampuan yang cukup untuk hidup
mandiri di hutan. Sementara orangutan rehabilitan atau rehabilitasi
adalah para orangutan yang diselamatkan pada usia yang sangat muda
dan/atau pernah menjadi peliharaan manusia. Orangutan seperti ini belum
memiliki atau sudah kehilangan sebagian besar kemampuan untuk hidup
mandiri di hutan, dan harus terlebih dahulu melalui proses rehabilitasi (
baik melalui Sekolah Hutan serta tahap pra-pelepasliaran di pulau/hutan
singgah); sebuah proses yang memakan waktu selama rata-rata7 tahun.
“Paling tidak orangutan yang dianggap lulus dari sekolah hutan,
individu tersebut harus mengetahui 100 jenis pakan, harus dapat membuat
sarang. Observasi kepintaran. Nah kalau semua itu belum memenuhi berarti
orangutan belum bisa dilepasliarkan,” kata Drh. Agus Irwanto, Acting Manager Program Samboja Lestari
Rata-rata para penghuni sekolah hutan yang berada di Pusat
Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari milik Yayasan Penyelamat
Orangutan Borneo (Yayasan BOS), merupakan hasil sitaan, temuan warga
karena pembukaan lahan sawit, dan pembukaan lahan tambang. Saat ini di
Samboja Lestari terdapat lebih dari 200 individu orangutan dan saat ini
lokasi ini sudah tidak menampung orangutan baru karena sudah melebihi
kapasitas.
“Sekolah hutan yang kami miliki sudah tidak bisa lagi menampung individu-individu baru, selain telah over capacity
masih banyak orangutan yang belum dirilis atau belum lulus sekolah
hutan. Paling ideal untuk masuk ke sekolah hutan umur 7 tahun dan kalau
lebih dari 14 tahun kemampuan belajar orangutan telah menurun sehingga
kemungkinannya sangat kecil. Dan saat ini dari 200 lebih orangutan
sekitar 73% dapat dilepasliarkan, sementara sisanya tidak bisa, karena
umur tua, dan ada pula yang telah cacat dan sakit,” ungkap Agus.
Pelepasliaran orangutan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Pihak lembaga rehabilitasi tetap melakukan monitoring dalam rentang
waktu tertentu. Proses monitoring intensif dilakukan hingga orangutan
sudah dilepaskan selama dua tahun, lalu selanjutnya dilakukan setiap
tahun.
“Hasil pelepasliaran di Hutan Kehje Sewen sebelumnya Alhamdulillah
telah mendapatkan hasil. Dari data observasinya, semua orangutan yang
dilepasliarkan sudah mendekati aslinya. Semuanya kami lihat dari
aktivitas hariannya. Paling tidak 99 persen, sementara satu persennya
individu orangutan masih mendekati manusia,’ papar Agus.
Kawasan hutan restorasi Kehje Sewen ini merupakan hutan HPH yang
telah tidak dipergunakan dan saat ini telah di hutankan kembali, hingga
saat ini ada sekitar 20 orangutan yang telah dilepasliarkan. Dari luas
86,450 hektar hutan restorasi di Kabupaten Kutai Timur dan di Kabupaten
Kutai Kartanegara, hanya mampu menampung sekitar 150 orangutan,
sementara masih sekitar 50 an individu yang berada di Samboja Lestari
yang belum bisa tertampung.
source : link
0 komentar:
Posting Komentar