Hutan gambut di Kalimantan Tengah. Foto: Rhett A. Butler
Lembaga Bantuan Pembangunan Pemerintah Australia, AusAID diam-diam mengakhiri proyek ambisius mereka untuk menghutankan kembali dan merehabilitasi lahan gambut untuk menekan emisi karbon di Indoensia.
Proyek senilai 100 juta dollar ini diluncurkan tahun 2007 silam
dengan berbagai pro dan kontra, namun setelah tujuh tahun berlalu,
nampaknya sedikit sekali target yang ditetapkan di awal proyek ini yang
bisa dicapai.
Seperti dilaporkan oleh ABC.net proyek
bernama Kalimantan Forests and Climate Partnership ini disebut oleh
mantan Perdana Menteri Australia saat itu Alexander Downer sebagai
“sebuah kontribusi yang sangat nyata dan sangat praktis untuk
memperbaiki kondisi lingkungan dan akan membawa dampak yang baik”.
Proyek ini dilanjutkan pada masa pemerintahan Perdana Menteri Kevin
Ruud yang melakukan kinjungan pertama sebagai perdana menteri ke
Indonesia saat itu untuk sekaligus mengumumkan Indonesia-Australia
Forest Carbon Partnership.
Rencana awal dari proyek ini sendiri adalah menghasilkan pendanaan
sebesar 100 juta dollar untuk menanam 100 juta pohon dan merehabilitasi
lahan seluas 200 ribu hektar di Kalimantan dengan batas waktu bulan Juni
tahun 2012 silam. Proyek ini diperpanjang selama satu tahun hingga
bulan Juni 2013 dan baru berakhir beberapa hari lalu.
Namun, selama tujuh tahun proyek ini berjalan hanya sekitar 2,5 juta
bibit pohon yang dikembangkan di pusat pembibitan, dan tidak jelas
berapa jumlah bibit yang berhasil ditanam hingga saat ini.
Menanggapi hal ini profesor di bidang lingkungan dan pemerintahan,
Luca Tacconi dari Australia National University dalam wawancaranya
dengan reporter ABC, Katie Hamann menyatakan bahwa dirinya juga tak
yakin mengapa keputusan untuk mengakhiri proyek besar ini diambil, ada
kemungkinan ini masuk dalam agenda politik dibandingkan agenda
lingkungan karena dinilai proyek yang gagal. “Mereka sudah melakukan
sesuatu, dalam perspektif saya, banyak kerja di kedua belah pihak secara
ilmiah sudah dilakukan, misalnya dari sudut pandang ilmu tentang
gambut, lalu terkait perekayasaan untuk bagaimana membasahi lagi lahan
gambut, dan juga di bidang sosial dan ekonomi,” ungkap Profesor Tacconi.
Sementara itu seorang penasihat kebijakan yang bekerja untuk Forest
People Programme menyatakan bahwa dirinya tidak heran jika pemerintah
Australia menarik diri dari proyek tersebut. “Saya telah mengunjungi
lokasi proyek ini di Kalimantan Tengah selama beberapa tahun dan tak ada
dukungan yang luas dari masyarakat terhadap proyek ini. Dan saya tahu,
di kalangan pemerintah kabupaten dan propinsi sendiri banyak pertanyaan
seputar proyek ini. Jadi, tidak adanya dukungan dan membuat proyek ini
gagal, banyak dana terbuang percuma dan hanya sedikit kemajuan yang
dicapai.”
Pada tahun 2008 dan 2009 saat dunia sedang bersiap untuk Konferensi
Iklim di Kopenhagen, Denmark, Australia sudah memantapkan dirinya
sebagai donor terbesar kedua di dunia untuk melindungi hutan tropis
Indonesia. Namun penutupan Kalimantan Forests and Climate Partenrship
nampaknya akan menutup kontribusi Australia dalam proyek ini.
Indikasi ini tertangkap saat berbagai event terkait proyek ini
digelar di Indonesia beberapa bulan sebelumnya, tak ada satupun
perwakilan dari Australia yang hadir dalam acara tersebut. Pihak ABC
sendiri sudah melakukan konfirmasi soal ini kepada AusAID, namun mereka
belum memberikan jawaban resmi terkait penutupan proyek Kalimantan
Forests and Climate Partnership di Kalimantan Tengah ini.
Pada tanggal 21 Mei 2012 silam, dalam sebuah rapat dengar pendapat di
senat Australia, senator dari Partai Hijau Australia, Christine Milne
menyebut upaya REDD di Kalimantan Forest Carbon Partnership sebagai
sebuah ‘kegagalan total’.
Lima tahun berlalu setelah gelombang pasang REDD ini, Indonesia
hingga tahun 2012 silam masih mendapat gelar negara dengan tingkat
deforestasi tertinggi di dunia. Bahkan proyek yang sudah menghabiskan
dana 30 juta dollar Australia ini, menurut senator Christine Milne,
hanya berhasil mengembalikan hutan seluas 1000 hektar di Kalimantan.
Dari target awal 50.000 hektar reforestasi hutan.
Source : link
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar