Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di pusat pengembangan jalak Bali di Menjangan Resort, di Taman Nasional Bali Barat. Foto: Aji Wihardandi
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah salah satu satwa endemik di Indonesia dan secara istimewa merupakan satwa khas pulau Dewata, Bali. Burung ini, menjadi salah satu spesies khas Bali yang masih tersisa setelah harimau Bali dinyatakan punah.
Jalak Bali pertamakali ditemukan oleh seorang ahli dari Inggris pada
tanggal 24 Maret 1911. Penamaan Rothscildi pada nama latin jalak Bali
ini diberikan sebagai penghargaan kepada pakar burung yang juga asal
Inggris, Walter Rothschild yang mendeskripsikan burung ini pada tahun
1912 silam.
Burung dengan ciri khusus bulu warna putih di sekujur tubuh, kecuali
pada ujung ekor dan sayap yang berwarna hitam, serta pipi yang berwarna
biru cerah dan kaki abu-abu ini kini semakin diambang kepunahan. Tidak
heran, jika IUCN (International Union for Conservation of Nature and
Natural Resources) memasukkan jalak Bali ke dalam daftar merah sebagai
satwa yang terancam punah sejak tahun 1966.
Demikian pula dengan konvensi perdagangan internasional untuk satwa
liar CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of
Wild Fauna and Flora) telah mengategorikan jalak Bali ke dalam Appendix
I, yaitu satwa yang terancam kepunahan dan terlarang untuk
diperdagangkan. Dalam sebuah survey yang dilakukan pada tahun 2005 di
habitat jalak Bali, yaitu di Taman Nasional Bali Barat, hanya ditemukan
lima ekor individu yang tersisa.
Kebiasaan jalak Bali untuk membuat sarang di tempat yang terbuka,
menjadi salah satu penyebab maraknya perburuan satwa ini untuk dijadikan
satwa peliharaan. Hingga kini, populasi jalak Bali di dunia yang hidup
di dalam kandang, jauh lebih banyak daripada yang bisa ditemui di alam
aliar.
Terkait hal ini, berbagai upaya untuk mengembalikan populasi jalak
Bali di alam liar semakin banyak dilakukan. Mongabay-Indonesia, di
pertengahan bulan Juni silam berkesempatan melihat salah satu proses
pengembangan populasi jalak Bali di habitat mereka di Taman Nasional
Bali Barat, tepatnya di Menjangan Resort yang memiliki penangkaran jalak
Bali secara alami di alam liar.
Proses penangkaran yang dilakukan disini tidak di dalam kandang,
burung-burung ini dibiarkan lepas bebas berkeliaran di hutan di Taman
Nasional Bali Barat. Proses penangkaran ini dilakukan untuk mendorong
pertambahan populasi burung jalak Bali yang hidup secara alami.
Pengembangan jalak Bali ini, sekaligus sebagai salah satu daya tarik
wisata yang dikembangkan oleh Menjangan Resort yang ada di dalam Taman
Nasional Bali Barat, untuk menarik wisatawan. Lewat program ini, jumlah
burung yang terancam punah ini, kini secara perlahan mulai bertambah.
“Dalam survey yang dilakukan pada tanggal 5 Mei 2013 silam antara
Menjangan Resort dengan Taman Nasional Bali Barat, kami menghitung
jumlah burung jalak Bali yang ada di alam sudah mencapa 10 individu.
Berarti sudah ada penambahan sekitar 3 individu sejak tahun lalu, dimana
kami hanya menemui 7 individu dalam survey yang sama,” jelas Junaedi
Arif, Manajer Lapangan Program Lingkungan Menjangan Resort kepada
Mongabay-Indonesia.
Proses penangkaran alami yang dilakukan oleh Menjangan Resort ini
adalah dengan menjaga habitat burung ini di alam liar, yaitu dengan
memberikan ruang-ruang untuk berkembang biak bagi mereka. Hal ini
digabungkan dengan metode pemberian makan secara ekstra kepada para
burung sebanyak dua kali dalam sehari, yaitu jam 9 pagi dan jam 2 siang.
Pemberian pakan ini dilakukan untuk memastikan bahwa jalak-jalak Bali
ini mendapat pasokan pangan yang cukup, terutama di musim kemarau dimana
buah-buahan tidak sebanyak di musim hujan. Pemberian pakan ini, yang
ditambah dengan berbagai konsentrat dan ulat dilakukan untuk menambah
nutrisi bagi spesies ini agar sehat dan bisa berkembang biak dengan
baik.
Sangat unik, melihat burung-burung jalak yang hidup di alam liar ini
berkumpul kembali ke tampat makan mereka hanya pada saat jam makan,
selebihnya, mereka terbang bebas dan bermain di habitat mereka.
Menjelang jam makan, burung-burung ini mulai bertengger dan berloncatan
di ranting di sekitar nampan tempat makan mereka akan diletakkan. Begitu
nampan berisi pakan tiba, mereka akan langsung menyerbunya dan
memakannya bersama-sama.
Ada dua buah nampan yang disediakan setiap kali jam makan tiba.
Keduanya berisi pakan dalam jumlah yang sama dan menu yang sama di
setiap jam makan untuk mengindari perebutan makanan diantara individu
jalak Bali tersebut. Dalam waktu 10-15 menit, semua pakan yang
disediakan akan langsung tandas, dan semua individu yang sebelumnya
berpesta ria menghabiskan pakan mereka, langsung pergi. Hal ini akan
berulang secara otomatis keesokan harinya.
Selain jam makan yang disediakan oleh pihak Menjangan Resort,
selebihnya proses perkembangan jalak Bali yang ada di tempat ini
berlangsung secara alami. Untuk pakan sehari-hari mereka mengandalkan
makanan yang mereka buru sendiri, berupa serangga atau ulat dan
buah-buahan. Demikian pula dengan musim kawin mereka yang umumnya jatuh
pada bulan Oktober hingga November.
Proses pengembangbiakan jalak Bali oleh Menjangan Resort ini,
dilakukan dibawah pengawasan Taman Nasional Bali Barat. “Kami ada
laporan bulanan, laporan tiga bulanan dan seterusnya untuk memonitor
perkembangan jalak Bali yang ada disini. Kami juga melakukan survey
besar dua kali dalam setahun bersama-sama dengan pihak Taman Nasional
Bali Barat,” sambung Junaedi Arif.
Selain program pengembangan populasi jalak Bali, Menjangan Resort
juga mengembangkan proyek-proyek penananaman pohon di kawasan-kawasan
yang disediakan bagi para wisatawan untuk melakukan donasi pohon, selain
itu mereka juga mengembangkan program pengembangan masyarakat bagi
desa-desa terdekat yang ada di sekitar wilayah mereka lewat pendidikan
lingkungan bagi anak-anak dan sistem pertanian 3 lapis.
Source : link
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar