PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kayu dengan diameter diatas 60 cm, pada saat ini termasuk dalam kategori langka. Inilah yang menjadi latar belakang bagi para peneliti dan mahasiswa yang bergerak dibidang kehutanan mengeluarkan ide baru untuk mencetuskan alternatif agar manusia tetap dapat mempergunakan kayu. Untuk itu pemanfaatan kayu diharapkan optimal dengan memanfaatkan kulit, cabang, ranting, sortimen kecil bahkan serbuk. Untuk membuat suatu produk yang terlihat seperti kayu solid maka diperlukanlah upaya menyatukan bagian tersebut yang dikenal dengan perekatan.
Perekat merupakan salah satu faktor yang mempunyai keberhasilan dalam pembuatan papan partikel. Pemilihan jenis dan banyaknya perekat yang dibutuhkan sangat penting untuk diperhatikan. Suatu bahan perekat tergantung pada jenis papan partikel yang akan dibuat (Dumanauw, 1993).
Beberapa istilah lain dari perekat yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, pasta, dan cement. Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit, kuku, urat, otot dan tulang yang secara luas digunakan dalam industri pengerjaan kayu. Mucilage merupakan perekat yang dipersiapkan dari getah dan air dan diperuntukkan terutama untuk merekat kertas. Paste merupakan perekat pati (strach) yang dibuat melalui pemanasan campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta. Cement merupakan istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut (Santoso, 2004).
Komposisi perekat meliputi; base/ binder yaitu substan yang menjadi tulang punggung dari perekat film dan karakteristik adhesi dan perekat cair, digunakan bagi nama perekat. Contoh phenol formaldehide (PF) untuk kayu lapis. Solvent/ larutan, yaitu cairan yang diperlukan untuk melarutkan sistem cair dari semua komponen untuk aplikasi sirekat. Dipakai sampai tingkat kekentalan tertentu, selain bahan tambahan tersebut diatas ada juga thinners, catalist, filler, ekstender, fortifiers serta carier (Tsoumis, 1991).
Berdasarkan unsur kimia utama perekat dibagi menjadi dua kategori yaitu perekat alami yang berasal dari tumbuhan dan hewan serta sintetis. Perekat yang berasal dari tumbuhan berupa pati dan turunannya serta dapat berupa getah-getahan yang dikeluarkan oleh tumbuhan tersebut yang berupa albumin dan material lain. Perekat sintetis meliputi termoplastik resin dan termotesting resin (Anonim, 2006).
Polyvinyl asetat diperoleh dari polimerisasi vinyl asetat dengan cara polimerisasi massa, polimerisasi larutan, maupun polimerisasi emulsi. reaksinya dimulai dikontrol dengan penggunaan radikal bebas atau katalis ionik, sedangkan untuk tujuan percobaan dapat digunakan dengan metoda katalis, termasuk katalis redox atau aktivasi dengan cahaya. secara garis besar reaksinya ada tiga tahap, yaitu permulaan, pertumbuhan polimer dan terminasi. pada tahap awal dimulai dengan adanya radikal bebas dari peroksida seperti benzoil, lauroil, hidrogen peroksida, serta initator lainnya seperti persulfat. tahap kedua yaitu polimerisasi berlangsung terus dengan adanya gugus aktif di ujung molekul polimer tersebut. pada tahap terminasi terjadi apabila radikal bebas satu bertemu dengan radikal bebas lainnya (Ruhedi dan Hadi, 1997).
Isosianat adalah perekat yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada perekat lainnya. Isosianat bereaksi bukan hanya dengan aquarous tetapi juga dengan kayu yang menghasilkan ikatan kimia yang kuat sekali (chemical bonding). Isosianat juga memiliki gugus kimia yang sangat reaktif, yaitu R-N=C=O. Keunikan perekat isosianat adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, panas, cepat kering, Ph netral dan kedap terhadap solvent (pelarut organik). Perekat ini juga memiliki daya guna yang luas untuk merekatkan berbagai macam kayu ke kayu (Anonim, 2001).
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum yang berjudul Penentuan Kualitas Perekat yaitu untuk mengetahui kualitas suatu perekat dengan cara menentukan berat jenis perekat, menentukan ph perekat, menentukan kadar padatan yang tidak menguap, penentuan gelating time (waktu gelatinisasi).
TINJAUAN PUSTAKA
Perekat kayu merupakan campuran dari beberapa komponen yang secara kimia aktif bersifat interen dan bervariasi dalam proporsi terhadap perekat dasar. fungsi formulasi perekat adalah untuk mengetahui mutu dan kualitas campuran untuk membantu proses penyiapan perekat campuran. Ada beberapa hal yang bisa dilihat dari dari kulitas perekat campuran adalah kemurnian dasar dari base, tingkat ekstensi (kadar jumlah ekstender yang diberikan terhadap resin, karena makin tinggi ekstensi makin rendah kualitasnya) dan resin solid perekat campuran. Selain hal tersebut, ada empat hal yang juga berkaitan dengan karakteristik perekat, yakni proses pematangan (hardening mechanism), percepatan pematangan (speed of solidification), tahap pematangan (stage of solidification) dqan sifat-sifat solid atau solid properties (Rinawati, 2005).
Polivinyl asetat merupakan termoplastik resin, yang artinya resin dapat kembali menjadi lunak ketika dipanaskan dan mengeras kembali ketika didinginkan. Adapun kelebihan dari polivynil asetat adalah mudah penggunaannya, storage lifenya tidak terbatas, tahan terhadap mikroorganisme, tidak mengakibatkan bercak noda pada kayu, mempunyai gap-filling hampir sama dengan perekat hewani serta tekanan kempanya rendah. Selain kelebihan, ada juga kekurangan dari perekat jenis ini yaitu sangat sensitif terhadap air, sehingga penggunaannya hanya untuk interior saja, kekuatannya menurun cepat dengan adanya panas dan air serta sifat viscositasnya tidak baik, sehingga creep(retakan) besar dan ketahanan terhadap fatigue rendah (Ruhedi, 2007).
Dalam penentuan kualitas suatu perekat ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni derajat keasaman, kekentalan, berat jenis, kadar padatan dan waktu gelatinisasi. Nilai ph yang tinggi suatu perekat akan mewmperpanjang waktu simpan namun akan memperlambat proses curring. Selain kesesuaian antara perekat dengan kayu harus disesuaikan derajat keasamannya. Karena pada kondisi asam kayu akan lebih cepat rusak (Satuhu, 1987).
Viscositas atau dalam istilah bahasa indonesia dikenal dengan kekentalan merupakan salah satu sifat yang penting dalam perekatan. Kekentalan menunjukan kemampuan perekat untuk merngalir pada permukaan yang direkat. Semakin tinggi kekentalan, maka kemampuan untuk membasahi atau berpenetrasi kedalam void permukaan direkat akan semakin sulit. Namun, jika kekentalan terlalu rendah, maka akan terjadi penetrasi perekat kedalam permukaan void sirekat yang berlebihan dan menyebabkan miskinnya garis rekat yang terbentuk (Ruhedi, 1997).
Berat jenis perekat berkaitan dengan komponen yang terkandung di dalam perekat. Berat jenis akan bertambah jika ada peningkatan rasio penggunaan formalin dengan perekat. Selain berat jenis perekat, kadar padatan jugsa merupakan saslah satu parameter pengukur kualitas suatu perekat. Kadar padatan menunjukan jumlah molekul perekat yang akan berikatan dengan molekul sirekat. Semakin tinggi kadar padatan tertentu, maka keteguhan rekat papan yang dihasilkan semakin meningkat karena semakin banyak molekul penyusun perekat yang bereaksi dengan kayu saat perekatan. Selain empat parameter diatas waktu gelatinisasi juga menentukan kualitas. Waktu gelatinisasi menunjukan waktu yang dibutuhkan perekat untuk mengental atau menjadi gel, sehingga tidak dapat ditambahkan lagi dengan bahan lain dan siap untuk direkatkan (Rowell, 2005).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penggunaan perekat PVAc meliputi komponen-komponen perekat (substrate) permukaan bahan yang direkat, viskositas, masa tunggu, kondisi pemakaian, kondisi penyimpanan dan harga. Perekat PVAc ini mempunyai sifat termoplastik yang penting untuk menjaga tekanan kempa selama pembentukan ikatan sampai ikatan rekat mempunyai kekuatan yang memadai. Penggunaan khusus PVAc dipakai pada pembuatan kayu lapis dan papan blok, karena perekat ini mampu meningkatkan kekuatan rekat secara ekstrim dan cepat. Tingkat polimerisasi ini sangat berpengaruh terhadap sifat PVAcnya dimana berat molekul yang tinggi memberikan kekentalan yang tinggi pula (Vick, 1999).
Mekanisme dari aksi bersikunci perekat terjadi ketika permukaan substrat (tempat dimana perekat dilaburkan), poros (sarang), perekat dapat mengalir ke dalamnya dan mulai mengeras, sehingga berfungsi sebagai jangkar perekatan. Namun kemampuan perekat untuk memasuki sirekat dan kekuatan perekat tidak cukup dalam (Packham, 2003).
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Perekat dan Perekatan yang berjudul Penentuan Kualitas Perekat diadakan pada hari Kamis 4 September 2009 pukul 14.00 WIB sampai dengan pukul 16.30 WIB di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departrmen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
- Picnometer sebagai wadah pada saat pengujian berat jenis
- Cawan sebagai wadah pada saat pengujian kandungan padatan yang tidak menguap
- Oven sebagai alat pemanas atau penguap perekat
- Tabung reaksi sebagai wadah pada saat pengujian gelating time dan penentuan ph perekat
- Timbangan elektrik sebagai penimbang massa perekat
- Kertas lakmus sebagai sebagai alat yang menentukan keasaman perekat
- Pengaduk kaca sebagai pengaduk larutan.
Bahan yang digunaklan dalam praktikum ini adalah:
- Polivinyl asetat sebagai bahan yang akan diuji
- Isosianat sebagai bahan yang akan diuji
- Air sebagai tambahan terhadap bahan pada waktu gelatinisasi dan sebagai pembabtu pemanasan saat pengujian kadar padatan yang tidak menguap
C. Prosedur
C.1 Berat Jenis Perekat:
1. ditimbang picnometer kosong (w1) masukkan air ke dalam picnometer sampai batas tera, lalu tutup jangan sampai ada gelembung udara didalamnya, bersih dan keringkan picnometer, kemudian timbang didapat w2, yaitu air.
2. dimasukkan contoh uji perekat kedalam picnometer sampai batas tera jangan sampai ada gelembung udara dfan keringkan (w3).
3. dihitung berat jenis :
BJ = (w3 – w1)/ w2- w1
C.2 Penentuan Ph Perekat
1. ditentukan kertas ph yang akan digunakan dengan trayek yang sesuai dengan ph perekat, kemudian masukkan 5-10cc, contoh uji kedalam gelas piala dan diaduk.
2. dimasukkan gelas piala kedalam penangas bersuhu 30 + 0.50 C.
3. dicelupkan kertas Ph kedalam larutan contoh selama 10 detik.
4. dibandingkan warna kertas dengan standar warna trayek ph dilakukan 3 kali ulangan.
Trayek Kertas Ph
Kode | Nama | Trayek Ph | Trayek Warna |
BCG | Hijau Brom Kreosol | 3.6-6.0 | Kuning ke Biru |
MR | Merah Metil | 5.0-7.4 | Merah ke Kuning |
BTB | Biru Brom Timol | 6.3-8.2 | Kuning ke Biru |
TB | Biru Timol | 7.6-10.0 | Kuning ke Biru |
AZV | Kuning Alizanin | 10.6-12.0 | Kuning ke Merah |
ALB | Biru Alkali | 11.0-13.6 | Biru ke Merah |
C.3 Penentuan Kandungan Padatan yang Tidak Menguap
1. ditimbang cawan kosong (w1) ditimbang contoh sebanyak 1.5 gr dimasukkan kedalam cawan dan ditimbang (w2)
2. dimasukkan cawan yang berisi contoh kedalam oven dengan suhu 103+2 0C selama 3 jam.
3. dinginkan dalam desikator dan timbang (w3)
4. dihitung solid contetent (Kadar padatan)
Sc = = (w3 – w1)/ (w2- w1) x 100%
C.4 Penentuan Gelating Time (Waktu Gelatinisasi)
1. ditimbang + 10 gr contoh uji dan masukkan kedalam tabung reaksi dan tutup, penarikan diatas penangas air pada suhu 1000 C, permukaan contoh uji + 2cm dibawah permukaan air.
2. diamati warna yang dibutuhkan contoh uji dalam tabung tergelatin dengan cara memiringkan tabung reaksi (tabung reaksitidak mengalir lagi)
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
I. Berat Jenis (BJ) Perekat
Jenis Perekat | W1 | W2 | W3 | BJ |
Isosianat | 59,25 | 158,55 | 896,6 | 8,43 |
PVAc (Poly Vinyl Asetat) | 34,55 | 83,90 | 521,3 | 9,86 |
II. Penentuan Ph Perekat
| Ph | Trayek Ph | ||||
| 1 | 2 | 3 | Nama | Kode | Trayek Ph |
Isosianat | 5 | 4 | 4 | Hijau Brom Kreosol | BCG | Kuning ke Biru |
PVAc (Poly Vinyl Asetat) | 4 | 3 | 4 | Hijau Brom Kreosol | BCG | Kuning ke Biru |
III. Kandungan Padatan yang Tidak Menguap
Jenis Perekat | W1 | W2 | W3 | Solid Content |
Isosianat | 14,10 | 15,60 | 15,60 | 100% |
PVAc (Poly Vinyl Asetat) | 13,80 | 15,30 | 14,50 | 46,7% |
IV. Gelating Time (Waktu Gelatinasi)
Jenis Perekat | Gelating Time | Tanda-tanda |
Isosianat | 70 menit | - dari warna cokelat gelap ke cokelat terang -mengental tidak sempurna |
PVAc (Poly Vinyl Asetat) | 58 menit | - warna tidak mengalami perubahan -terdapat endapan perekat dan air naik |
B. Pembahasan
Berdasarkan pelaksanaan praktikum didapat data bahwa berat jenis polivynil asetat lebih besar dibandingkan dengan isosianat. Ini berarti perekat polyvinyl memiliki rasio penggunaan formaldehid yang lebih banyak. Berdasarkan data tersebut polyvinyl asetat akan lebih awet jika digunakan dalam proses perekatan dibandingkan penggunaan isosianat. Hal ini sesuai dengan literatur Rowell (2005) yang menyatakan bahwa berat jenis perekat berkaitan dengan komponen yang terkandung di dalam perekat. Berat jenis akan bertambah jika ada peningkatan rasio penggunaan formalin dengan perekat.
Isosianat dan polivynil asetat memiliki trayek ph yang sama yaitu Hijau Brom Kreosol (BCG), hal ini menunjukan bahwa kedua perekat ini tergolong dalam derajat keasaman yang tinggi. Berdasarkan hasil ini didapat bahwa kedua perekat ini mampu memperpanjang waktu simpan namun hal tersebut akan memperlambat proses curring. Hal ini sesuai dengan literatur Satuhu (1987) yang menyatakan bahwa nilai ph yang tinggi suatu perekat akan mewmperpanjang waktu simpan namun akan memperlambat proses curring. Selain kesesuaian antara perekat dengan kayu harus disesuaikan derajat keasamannya. Karena pada kondisi asam kayu akan lebih cepat rusak.
Keteguhan rekat suatu proses perekatan akan lebih baik menggunakan isosianat dibanding polivynil asetat. Hal ini disebabkan nilai solid content isosianat 53,3% lebih tinggi dibandingkan polivinyl asetat. Hal ini sesuai dengan literatur Rowell (2005) yang menyatakan bahwa Semakin tinggi kadar padatan tertentu, maka keteguhan rekat papan yang dihasilkan semakin meningkat karena semakin banyak molekul penyusun perekat yang bereaksi dengan kayu saat perekatan. Selain empat parameter diatas waktu gelatinisasi juga menentukan kualitas. Waktu gelatinisasi menunjukan waktu yang dibutuhkan perekat untuk mengental atau menjadi gel, sehingga tidak dapat ditambahkan lagi dengan bahan lain dan siap untuk direkatkan.
Isosianat membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengental dibanding polivynil asetat ini dikartenakan pada awalnya polivynil asetat telah bebbentuk gel, lain halnya dengan isosianat yang awalnya berbentuk cairan. Isosianat membutuhkan waktu yang lama untuk mengental, pada saat menit ke-70 isosianat tidak mampu menental dengan sempurna, berbalik dengan polivynil asetat yang membentuk endapan pada menit ke-58, hal ini perlu diketahui untuk menentukan siap tidaknya perekat direkatkan. Hal ini sesuai dengan literatur Rowell (2005) yang menyatakan bahwa Waktu gelatinisasi menunjukan waktu yang dibutuhkan perekat untuk mengental atau menjadi gel, sehingga tidak dapat ditambahkan lagi dengan bahan lain dan siap untuk direkatkan.
Berdasarkan pengamatan pada saat pengujian gelatinisasi dan kadar padatan yang tidak menguap dapat disimpulkan bahwa PVAc dan isosianat tergolong dalam perekat termoplastik. Karena pada saat pengujian gelatinisasi kedua perekat ini mengalami perubahan ke arah yang lebih cair sedangkan pada saat percobaan kadar padatan yang tidak menguap kedua perekat ini mengeras. Hal ini sesuai dengan literatur Ruhedi (2007) yang menyatakan bahwa polivinyl asetat merupakan termoplastik resin, yang artinya resin dapat kembali menjadi lunak ketika dipanaskan dan mengeras kembali ketika didinginkan.
Isosianat memiliki masa tunggu pengeringan rekat lebih cepat dibanding PVAc hal ini dapat dilihat pada saat proses gelating time dan kandungan padatan yang tidak menguap. Hal ini menandakan kualitas yang berbeda pada tiap perekat. Hal ini sesuai dengan literatur Vick (1999) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penggunaan perekat PVAc meliputi komponen-komponen perekat (substrate) permukaan bahan yang direkat, viskositas, masa tunggu, kondisi pemakaian, kondisi penyimpanan dan harga. Perekat PVAc ini mempunyai sifat termoplastik yang penting untuk menjaga tekanan kempa selama pembentukan ikatan sampai ikatan rekat mempunyai kekuatan yang memadai. Penggunaan khusus PVAc dipakai pada pembuatan kayu lapis dan papan blok, karena perekat ini mampu meningkatkan kekuatan rekat secara ekstrim dan cepat.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berat jenis yang diperoleh untuk PVAc dan isosianat diperoleh nilai yang berbeda, yakni PVAc lebih tinggi 1,43 BJnya dibanding dengan isosianat.
2. Isosianat dan PVAc tergolong dalam keadaan asam karena keduanya memiliki ph dibawah 7, dan tergolong dalam derajat keasaman yang tinggi.
3. Kandungan padatan yang tidak menguap untuk perekat isosianat sangat sempurna yaitu 100%, hal ini dikarenakan perekat yang sudah dikeluarkan dalam oven kontak lama dengan udara sebelum masuk kedalam desikator.
4. Dalam percobaan gelating time isosianat membutuhkan waktu 1 jam 10 menit 23 detik dan PVAc 58 menit 37 detik sampai terlihat perbedaan antara sebelum dan sesudah perlakuan.
5. Untuk menentukan pemakaian perekat yang cocok untuk digunakan ada hal yang perlu dipertimbangkan seperti penggunaan perekat terhadap objek untuk mengurangi kerugian yang timbul.
B. Saran
Pada saat pengovenan selama 3 jam pada uji padatan yang tidak menuap, perekat harus langsung dimasukkan kedalam desikator setelah dikeluarkan agar hasilnya benat dan tepat karena tidak terlalu lama kontak dengan udara. Pada saat penentuan ph perlu juga diperhatikan kertas lakmus dengan tepat sehingga derajat keasamannya tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Adhesion Theory. www.woodweb.com.
Anonim. 2006. Adhesion Theory. www.specialchem4adhesives.com.
Dumanaw, J. F. 1993. Mengenal Kayu. Kanisius. Semarang.
Packham, D. E. 2003. A Seventy Year Perspectives and Its Current Status. http://people.bath.ac.uk. [29 September 2009] [17.30 wib].
Ruhedi, S. dan Y.S. Hadi. 1997. Perekat dan Perekatan. Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ruhedi, S., Koroh D. S., Syahmani F., Yanti H., Nurhaida, Saad S., Sucipto T. 2007. Analisis Perekatan Kayu. Institut Peranian Bogor. Bogor.
Rinawati. 2002. Perekat Berbahan Dasar Lignin untuk Kayu Lapis Meranti. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rowell, R.M. 2005. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. CRC Press. New York.
Santoso, A. 2004. Pemanfaatan Lignin dari Lindi Hitam untuk Pembuatan Kopolimer Lignin Resorsinol Formaldehida sebagai Perekat Lamina. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol-22.
Satuhu, E. 1987. Keterbatasan dan Kekuatan Perekat Lima jenis Kayu Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tsoumis, G. 19971. Science and Technology of Wood, Structure Properties, Utiliztion. Vand Hostrand Reinhold. New York.
Vick, C. B. 1999. Adhesive Bonding of Wood Material. Forest Product Technology. USDA Forest Service. Wisconsin.
0 komentar:
Posting Komentar