Samarinda - Program Kaltim Green atau Kaltim Hijau yang dicanangkan Gubernur Awang Faroek Ishak dianggap hanya kegiatan seremonial dan pencitraan saja.
Gerakan menanam pohon sebagai bagian dari program Kaltim Green, dianggap tidak ada manfaatnya bila di sisi lain hutan terus dibabat untuk perluasan Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan skala besar dan pertambangan di Kaltim. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim Isal Wardhana mengatakan, perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil yang telah dicapai selama aksi penanaman pohon dan Kaltim Green berlangsung.
Selain itu, yang perlu dipahami adalah gerakan menanam pohon bukan sebagai pengganti hutan alam yang sudah ditebang dan dikonversi (alih fungsi). Tapi pemeliharaan dan perlindungan terhadap tanaman pohon yang ada di kawasan hutan juga perlu dilakukan dengan memertimbangkan kawasan hutan yang rusak. "Belum lagi ditambah kawasan hutan yang akan dikonversi untuk infrastruktur termasuk jalan tol di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto dan Hutan Lindung Sungai Manggar di Balikpapan,” cetusnya kemarin (6/1).
Artinya, Kaltim Green bukan hanya persoalan tanam pohon, tetapi juga harus memproteksi hutan alam di Kaltim dan mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap ekologis yang ada. Sia-sia saja aksi penanaman pohon dilakukan jika aksi pembabatan hutan juga masih terjadi. Ia juga membeberkan lima indikator evaluasi yang harus dilakukan Awang terhadap program Kaltim Green. Yakni kebijakan RTRWP berkaitan dengan alih fungsi kawasan hutan, luasan kawasan hutan yang sudah direhabilitasi, luasan hutan yang dikonversi, kelembagaan yang melaksanakan Kaltim Green dan kehendak politik.
"Tanpa lima indikator mendasar yang dilakukan terhadap program Kaltim Green, maka dampaknya hanya pada pencitraan gubernur saja. Sementara Kaltim Green diharapkan bisa maksimal dalam menjaga dan merawat serta menambah hijau kawasan yang tandus, kawasan hutan yang gundul dengan dukungan kebijakan," sebutnya.
Dalam beberapa kali pernyataannya, Awang menegaskan bahwa Kaltim Green bukanlah sekedar selogan atau pemanis semata melainkan merupakan program nyata dan tidak main-main karena kesungguhan ditunjukkan dengan dukungan Satuan Kerja Perangkat Daerah dan masyarakat di daerah ini. Menurut Awang Faroek, semua penanaman yang dilaksanakan selama Kaltim Green terus dicatat jumlah pohon yang telah tertanam, bukan sekedar aksi yang tidak serius.
Jadi Kaltim Green itu tidak saja menanam pohon untuk reboisasi tetapi juga menjaga serta melestarikan keanekaragamana hayati di dalamnya. Selain sebagai upaya untuk mengurangi emisi gas buang atau karbon, juga merupakan upaya untuk memberikan warisan kepada anak cucu kelak,” ujarnya.
Gubernur menjelaskan, pengalaman Kaltim yang pernah memiliki hutan luas, memang memberikan dampak ekonomi dan kemajuan pada daerah, namun masa keemasan kayu tersebut juga membawa dampak pada kerusakan lingkungan, yakni pendangkalan sungai dan ancaman bencana berupa meluapnya air sungai di sepanjang alur Sungai Mahakam.
“Keuntungan dan royalti yang didapat saat dulu tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini. Itulah Kaltim Green berupa merehabilitasinya. Bukan untuk saat ini tetapi untuk 10-20 tahun mendatang,” ujarnya. [mor]
Source : link
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar