Persetujuan DPR Telah Keluar
Padang, Padek—Sekitar 29.620 hektare (ha) kawasan hutan yang direncanakan menjadi area penggunaan lain (APL) akhirnya disetujui Komisi IV DPR sejak 2 bulan lalu. Kini tinggal menunggu persetujuan Menteri Kehutanan (Menhut).
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Hendri Oktavia mengatakan, kawasan hutan yang akan diubah statusnya dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Sumbar tidak saja untuk APL, tapi juga untuk hutan lindung, hutan konversi, hutan produksi, dan hutan produksi yang dapat dikonversi. ”Komposisi luas masing-masing hutan itu akan berubah,” sebut Hendri kepada Padang Ekspres kemarin.
Sebelumnya, melalui SK Menhut Nomor K. 304/Menhut-II/2011 tanggal 9 Juli 2011 lalu, telah diserahkan kepada Pemprov Sumbar. SK itu berisi perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas 96.904 ha, perubahan antarfungsi kawasan hutan seluas 147.213 ha dan peruntukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 9.906 ha.
Sekadar diketahui, hutan di Sumbar didominasi hutan suaka alam atau kawasan pelestarian alam dan hutan lindung, sehingga harus dikekola sesuai peruntukan dan fungsinya. Luas kawasan hutan Sumbar 2,342.651 hektare, melihat angka hasil revisi tata ruang, sekitar 18,26 persen merupakan hutan suaka alam/pelestarian alam dan 18,71 persen hutan lindung (rinciannya lihat grafis).
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat menyebutkan kondisi hutan di Sumbar memprihatinkan karena tidak adanya kebijakan pengamanan terhadap kawasan hutan. Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Khalid Syaifullah menyatakan, jika terus dibiarkan tanpa pengawasan dan pengendalian pemberian izin pengelolaan, 5 tahun ke depan tidak akan ditemukan lagi kawasan hutan di provinsi ini.
Dia menjelaskan, salah satu penyebab tidak lagi berfungsi dengan baik kawasan hutan di Sumbar adalah maraknya praktik penebangan liar, baik yang dilakukan perusahaan pemilik izin, maupun secara ilegal.
Walhi memperkirakan ada 551.387 hektare lahan kritis akibat sistem pengelolaan kawasan hutan yang tidak benar, kemudian sebagian besar lahan hutan yang diklaim milik negara justru menjadi ajang konflik sosial, politik, budaya dan ekologis.(*)
Source : link
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar