Kehidupan badak kian terancam. Bukan hanya habitat atau hutan yang
kian tergerus, perburuan pun masih berlangsung. Pemerintah lewat
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menargetkan dalam
lima tahun kedepan meningkatkan 20% populasi badak Jawa dan Sumatera,
yang kini status terancam punah.
Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, saat diwawancarai Mongabay,
belum lama ini mengatakan, dalam rencana jangka menengah sudah ada,
selama lima tahun harus ada kenaikan 20% populasi badak Jawa dan
Sumatera, yang di Indonesia. Target itu, diperlakukan sama terhadap
harimau, orangutan, dan satwa terancam punah lain.
Dia menjelaskan, khusus badak Jawa, hanya tinggal di Taman Nasional
Ujung Kulon. Ini dataran rendah dikelilingi laut, jika terjadi bencana
alam bisa mengancam kehidupan badak itu. Untuk itu, kini diinisiasi
pencarian tempat baru yang layak bagi badak Jawa.
Begitu juga badak Sumatera, kata Siti, masih ditemukan di Taman
Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan beberapa wilayah lain di Indonesia.
Untuk menjaga keberlangsungan hidup mereka, ada kemungkinan dibuat
konsep pemindahan ke lokasi lain yang lebih baik dan terkontrol. “Agar
proses perkawinan lebih besar jika disatukan hingga kenaikan populasi
20% bisa terwujud.”
Saat ini, katanya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih
mempelajari, dengan menggandeng sejumlah organisasi, dan peneliti badak.
“Ini masih dipelajari. Target kita proses pemindahan bisa menjaga
keberlangsungan hidup badak baik di Ujung Kulon juga badak Sumatera.”
Tachrir Fathoni, Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan
Ekosistem (KSDAE), KLHK mengatakan, konsep pemindahan badak itu, salah
satu cara agar perkembangbiakan lebih cepat. Sebab, jika murni di alam,
khawatir frekuensi pertemuan pengembangbiakan tidak bisa terkontrol.
Khusus badak Jawa, mengingat jumlah tidak sampai 100, dan sangat terancam punah, maka akan ada pemindahan ke lokasi lain.
Sedangkan Umamat Rahmad, Kepala Seksi Peredaran Tumbuhan dan Satwa
Liar, Direktorat Jenderal KSDAE, juga peneliti badak Jawa, mengatakan,
badak Jawa, satu dari lima jenis badak di dunia. Dulu habitat sangat
luas baik di Jawa maupun Sumatera. Namun, kini tinggal ada di TNUK. Pada
2011, badak Jawa punah di Vietnam.
Populasi saat ini di TNUK , berdasarkan video trap, jumlah
diperkirakan tinggal 57 individu. Kondisi habitat cukup bagus, walaupun
ada gangguan inflasi areal, hingga pakan tidak tumbuh bagus.
Menurut dia, langkah penyelamatan badak Jawa, dengan menyiapkan
sarana yang saat ini dibuat Japan Study Conservation Area, di TNUK.
Juga buat populasi kedua. Dengan kondisi badak Jawa di Ujung Kulon, dan
badak Sumatera di Taman Nasional Gunung Leuser yang terancam, diupayakan
memperbanyak kantong baru “rumah baru” bagi mereka.
KLHK, katanya, sudah survei sejumlah lokasi, mulai Suaka Margasatwa
Cikepuh, Cagar Alam Gunung Sanca, Taman Nasional Alimursala, Hutan
Baduy, Akar Sari, Pulau Panaitan, Waikambas, sampai Harapan Koles di
Jambi. Konsepnya peningkatan di alam dibantu penangkaran semi alami.
Begitu juga badak Sumatera, selain di TNGL juga ditemukan di Bukit
Barisan Selatan, dan Way Kambas. “Badak Sumatera memiliki sebaran lebih
luas, namun kondisi kantong-kantong ini terputus, hingga lebih
menghawatirkan. Atas dasar itu juga jumlah diduga kurang dari 100
individu.”
Menurut Mamat, badak Jawa dan Sumatera, pernah hidup berdampingan di
Sumatera. Bedanya, badak Jawa hidup di dataran rendah, dan badak
Sumatera beradaptasi dan ada di dataran tinggi. Karena badak Jawa punah
terlebih dahulu di Sumatera, karena hidup di dataran rendah. Ia lebih
banyak dirambah manusia, hingga punah duluan.
Terbaru, badak Sumatera ditemukan di Kalimantan. Dahulu pernah
dinyatakan punah, namun ditemukan jejak dan wujud di Kutai Barat,
berkelamin jantan dan betina. “Agar tidak punah, akan dilakukan rapat
nasional penyelamatan badak Sumatera di Kalimantan.”
Secara ekologis, katanya, badak Jawa lebih banyak jantan hingga perlu
campur tangan manusia untuk menstabilkan sekrasio. Sekrasio sebenarnya
di mamalia minimal 1:2. Artinya, satu jantan dua betina. Lebih bagus
lagi satu jantan empat betina.
Sedangkan Kuswandono, Kepala Bidang Teknis Balai Besar TNGL,
mengatakan, di beberapa lokasi TNGL, masih ada hutan lindung, hutan
produksi tetap, dan hutan produksi terbatas. Namun, beberapa kawasan
langsung berbatasan dengan wilayah masyarakat atau masuk areal
penggunaan lain hingga tantangan tersendiri.
“Artinya, jika serius ingin melindungi hutan konservasi sebagai
kantong terakhir pelestarian ekosistem, termasuk badak tidak bisa
dilakukan sendiri BBTNGL. Harus ada dukungan pemerintah daerah, politisi
lokal, dan masyarakat yang hidup dan tinggal di sekitar TNGL.”
Dalam pemantauan badak, mereka memakai peta lokasi dan memasang
camera trap di sejumlah titik yang dianggap area badak. Populasi badak
di TNGL, katanya, juga berkembang biak. Ini termonitor dari camera trap
yang merekam kegiatan mereka.
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar