Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjatuhkan sanksi administrasi kepada
empat perusahaan di Sumatera Selatan dan Riau, dengan mencabut satu izin
perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH) dan pembekuan tiga izin
perkebunan sawit.
Perusahaan-perusahaan itu, PT Hutani Sola Lestari, HPH grup Raja Garuda Mas (RGM), sekitar 49.000 hektar yang memperoleh izin pada 1999 di Riau.
Menurut data APHI, yang jadi data base dalam website Cifor, HSL
disebut grup GRM (Royal Golden Eagle/RGE). Namun RGE membantah ada
keterkaitan mereka dengan HSL. “PT RGE Indonesia beserta
perusahaan-perusahaan yang bernaung di bawah PT RGE Indonesia tidak
memiliki saham di PT Hutani Sola Lestari,” kata Ignatius Purnomo, Head of Corporate Communications RGE Indonesia, saat dikonfirmasi Mongabay.
Lalu tiga perusahaan sawit yakni, PT Langgam Inti Hibrindo (Riau), PT Tempirai Palm Resources dan PT Waringin Agro Jaya di Sumsel. PT Tempirai ini, merupakan lahan terbakar yang didatangi Presiden Joko Widodo, belum lama ini.
Luasan kebun sawit yang terbakar belum disebutkan dengan alasan baru
pengukuran lapangan. Namun, dari keterangan sebelum itu, pembekuan izin
pada perusahaan yang terkena sanksi moderat dengan lahan terbakar
100-500 hektar.
Penjelasan Siti Nurbaya, Menteri LHK, baru-baru ini, mengatakan,
perusahaan dengan sanksi moderat, kena pembekuan izin selama enam bulan
sampai pembuktian indikasi pelanggaran, merehabilitasi lahan terbakar
dan diambil alih pemerintah. Juga harus meminta maaf kepada publik
terbuka.
Sanksi berat, berupa pencabutan izin lingkungan. Ditambah harus
merehabilitasi lahan terbakar sebelum diambil alih pemerintah. Juga
harus meminta maaf kepada publik terbuka. Ditambah proses pidana dan
perdata.
Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono dalam jumpa pers Selasa
(22/9/15) mengatakan, terhitung 22 September, seluruh operasional tiga
perusahaan sawit itu dihentikan di lapangan.
Sanksi ini, katanya, menggunakan pendekatan areal terbakar. Tim telah
menganalisis informasi di lapangan hingga keluar putusan ini. “Areal
ini jadi bagian yang sumbang asap dan berikan dampak kesehatan dan telah
membuat penderitaan masyarakat luas.”
Dengan pembekuan izin ini, ucap Bambang, bisa berdampak pada sanksi
lebih berat yaitu, pencabutan izin. “Ini menghentikan kegaitan operasi
usaha sampai selesai proses pidana. Jadi, secara paralel
perusahaan-perusahaan tadi juga dilakukan proses hukum dilakukan oleh
kepolisian. (Sebagian) tingkatan sudah tersangka. Proses ini akan jalan
terus. KLHK ambil sikap, pembekuan izin sampai selesai proses pidana dan
operasi di lapangan berhenti.”
Setelah sanksi ini, katanya, areal yang terbakar harus dikembalikan
kepada negara paling lambat 60 hari atau dua bulan. “Nanti untuk luasan
akan dihitung lagi. Areal yang terbakar jadi salah satu bukti proses
hukum berikutnya.”
Menurut dia, ketika lahan-lahan berada di bawah hak guna usaha
(HGU)–menjadi tanggung jawab Kementerian Agraria dan Tata Ruang–, juga
paralel akan mengikuti keputusan Menteri LHK. “Karena proses
pengembalian areal tak lepas dari peran BPN. Areal ini nanti dilakukan
restorasi yang akan jadi tanggung jawab pemerintah.”
Lahan-lahan ini, kata Bambang, akan menjadi areal tata kelola baru,.
“Akan dilihat, apakah memungkinkan jadi izin usaha atau kelola berbesis
masyarakat.”
Setelah pembekuan izin ini, katanya, perusahaan dalam 90 hari harus
melengkapi sarana dan prasarana penanganan kebakaran lahan. “Agar areal
ini tak terbakar lagi dan perusahaan tetap harus bertanggung jawab.
Karena ini pembekuan izin.” Perusahaan juga harus meminta maaf kepada
publik.
Sedangkan bagi HPH yang izin dicabut, kata Bambang, terhitung 21
September 2015, menghentikan semua kegiatan berbentuk apapun dan paling
penting seluruh kewajiban finasial tetap harus dikembalikan. “Yang belum
diselesaikan harus dibayar. Inilah sanksi pencabutan izin di HPH.”
Keseluruhan, ada 200-an perusahaan sedang diproses pengenaan sanksi
administrasi di KLHK, sebagai tahap awal penegakan hukum, paralel dengan
proses pidana dan perdata. Empat perusahaan ini, menjadi sesi awal dan
diperkirakan paling lambat selesai proses sanksi administratif pada
Desember 2015. Kepolisian sudah memproses hukum perusahaan itu, seperti
PT LIH di Riau dengan tersangka sudah ditangkap dan PT Tempirai di
Sumsel.
Salahkan warga
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) menolak angggapan perkebunan
sawit sebagai biang kerok dari kebakaran hutan dan lahan. Ketua Umum
GAPKI Joko Supriyono di Jakarta, Selasa (22/10/15) menyebut, tak bijak
saling menyalahkan tetapi dari paparan dia kerap menyasar pelaku
pembakaran itu warga.
Katanya, kebakaran bukan disengaja. Sebab, kalau terbakar perusahaan
rugi. Diapun mengklaim anggota GAPKI yang lahan terbakar hampir semua
sudah dipadamkan.
LIH, di Riau, yang baru terkena sanksi pembekuan KLHK dan sedang
proses hukum di kepolisian sebagai anggota GAPKI. Namun, katanya, dari
laporan yang diterima, perusahaan telah memadamkan api sendiri.
Lagi-lagi dikatakan kalau api bukan dari lahan perusahaan tapi kawasan
sekitar. Bahkan, dia menyatakan LIH itu korban kebakaran.
Meskipun begitu, katanya, GAPKI mendukung penegakan hukum oleh
pemerintah. “Jika perusahaan itu terbukti melanggar. Artinya yang
sengaja membakar. Kalau secara tak sengaja terbakar, tak bisa. Karena
perusahaan berusaha memadamkan api. Jangan sampai upaya penyelesaian
masalah ini hanya sektoral.”
Dia juga menyoroti penyegelan kebun oleh KLHK. Menurut Joko, langkah
ini berbahaya karena selama lima tahun mendatang, lahan tak ada yang
mengurus dan berpotensi menimbulkan kebakaran. “Main cabut juga
menimbulkan ketidakpastian hukum.”
Soal daftar hitam (black list) bagi perusahaan terbukti terbakar
seperti usulan Kapolri Badrodin Haiti, malah dinilai Joko sebagai orang
yang tak tahu permasalahan. “Sangat disayangkan.”
Dia mengutip data Global Forest Watch (GFW), bahwa kebakaran di lahan
sawit hanya 16%, terbesar yang tak dibebani izin. “Petani yang membakar
yang perlu kita pikirkan bersama. Melarang saja, juga tidak bijak.
Karena fakta mereka membakar motif karena ekonomi. Apakah misal,
pemerintah mulai berpikir memberikan insentif petani yang tidak
membakar. Atau ada dana BLU.”
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar