Minggu lalu, warga kota Jambi sempat dihebohkan oleh himbauan
Walikota Jambi SY Fasha ME, yang isinya meminta seluruh kepala sekolah
sekota Jambi agar menginstruksikan semua siswanya agar membawa baskom
berisi air garam.
Walikota Jambi yang tampaknya sudah kehabisan akal untuk menghalau kabut asap yang telah membuat ISPA 20 ribu orang lebih di Kota Jambi, tampaknya berpaling ke metode “ilmiah”.
Menurut nalar Walikota, sumber asap yaitu api kebakaran lahan hanya
akan dapat dihalau jika hujan turun. Hujan akan turun jika ada molekul
yang mengikat air. Untuk itulah Walikota meminta seluruh anak sekolah di
Kota Jambi membawa baskom berisi garam, unsur di alam yang diharapkan
akan mampu menciptakan bibit hujan.
“Bayangkan jika ada 80 ribu siswa kita di Kota Jambi dan mereka semua
membawa baskom garam. Kita harapkan semoga akan menciptakan hujan,”
jelasnya semangat di hadapan seluruh kepala sekolah se-Kota Jambi
(16/09).
Seorang wali murid, sebutlah Rina (33) mengaku tak menghiraukan
imbauan tersebut. “Imbauan tak masuk akal. Mestinya Pak Wali itu mencari
solusi lain, misalnya lewat hujan buatan. Masa membuat anjuran yang tak
logis macam itu?” jelasnya kepada Mongabay Indonesia.
Namun, ada juga pihak Kepala Sekolah yang menganggap bahwa anjuran Walikota perlu diikuti.
“Metode itu memang benar, ya walau tidak akan berhasil secara
langsung, di sini lebih mengajak siswa berikhtiar. Dimana selain
tindakan, doa pun kita mohonkan agar melalui tindakan seperti ini bisa
sedikit mengundang hujan,” kata seorang Kepala Sekolah Zulafni seperti
dikutip tribunjambi.com.
Tapi apakah benar membawa baskom berisi garam akan mendatangkan hujan?
Proses kondensasi di udara. Sumber: wheatherquestion.com
Hanya Teori, Prakteknya Mustahil! Dosen Kimia di Universitas Jambi (Unja), Epinur (52) skeptis dengan penjelasan ilmiah dari Walikota. Menurutnya secara teori baskom berisi air garam itu bisa mendatangkan hujan merupakan kesia-siaan.“Itu hanya tinjauan teoritis tetapi kenyataannya tidak akan bisa direalisasikan, serta tidak ekonomis,” katanya kepada Mongabay Indonesia, Rabu (16/09/2015) lalu.
Epinur pun menjelaskan bahwa air dan garam yang ditaruh di baskom akan menjadi larutan. Sifat larutan itu menurunkan tekanan uap air dan menurunkan titik beku. Udara yang ada di sekitar wadah atau baskom tekanannya akan menurun sehingga udara yang mengandung uap air tersebut akan mengkondensasi kemudian menghasilkan air (cairan).
Ini mirip jika kita meletakkan gelas berisi air dan es batu di hari panas yang kemudian pada permukaan gelas muncul titik-titik air yang menempel. Air yang terlihat di luar gelas air yang dingin di hari yang panas inilah yang disebut kondensasi. Kondensasi atau pengembunan sendiri dipahami sebagai perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat, seperti gas (atau uap) menjadi cairan. Kondensasi terjadi ketika uap didinginkan menjadi cairan, tetapi dapat pula terjadi bila sebuah uap dikompresi (yaitu, tekanan ditingkatkan) menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari pendinginan dan kompresi.
Cairan yang telah terkondensasi dari uap disebut kondensat. Sebuah alat yang digunakan untuk mengkondensasi uap menjadi cairan disebut kondenser. Kondensasi uap menjadi cairan adalah lawan dari penguapan (evaporasi) dan merupakan proses eksothermik (melepas panas).“Artinya imbauan larutan air garam itu adalah bentuk lain dari cara pekerjaan tukang es keliling yang membuat es krim. Bikinnya ya seperti baskom berisi air garam tersebut,” ujarnya.
Hanya Teori, Prakteknya Mustahil! Dosen Kimia di Universitas Jambi (Unja), Epinur (52) skeptis dengan penjelasan ilmiah dari Walikota. Menurutnya secara teori baskom berisi air garam itu bisa mendatangkan hujan merupakan kesia-siaan.“Itu hanya tinjauan teoritis tetapi kenyataannya tidak akan bisa direalisasikan, serta tidak ekonomis,” katanya kepada Mongabay Indonesia, Rabu (16/09/2015) lalu.
Epinur pun menjelaskan bahwa air dan garam yang ditaruh di baskom akan menjadi larutan. Sifat larutan itu menurunkan tekanan uap air dan menurunkan titik beku. Udara yang ada di sekitar wadah atau baskom tekanannya akan menurun sehingga udara yang mengandung uap air tersebut akan mengkondensasi kemudian menghasilkan air (cairan).
Ini mirip jika kita meletakkan gelas berisi air dan es batu di hari panas yang kemudian pada permukaan gelas muncul titik-titik air yang menempel. Air yang terlihat di luar gelas air yang dingin di hari yang panas inilah yang disebut kondensasi. Kondensasi atau pengembunan sendiri dipahami sebagai perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat, seperti gas (atau uap) menjadi cairan. Kondensasi terjadi ketika uap didinginkan menjadi cairan, tetapi dapat pula terjadi bila sebuah uap dikompresi (yaitu, tekanan ditingkatkan) menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari pendinginan dan kompresi.
Cairan yang telah terkondensasi dari uap disebut kondensat. Sebuah alat yang digunakan untuk mengkondensasi uap menjadi cairan disebut kondenser. Kondensasi uap menjadi cairan adalah lawan dari penguapan (evaporasi) dan merupakan proses eksothermik (melepas panas).“Artinya imbauan larutan air garam itu adalah bentuk lain dari cara pekerjaan tukang es keliling yang membuat es krim. Bikinnya ya seperti baskom berisi air garam tersebut,” ujarnya.
Kondensasi di Atmosfer
Secara teori, uap air di udara yang terkondensasi secara alami pada
permukaan yang dingin dinamakan embun. Uap air hanya akan terkondensasi
pada suatu permukaan ketika permukaan tersebut lebih dingin dari titik
embunnya, atau uap air telah mencapai kesetimbangan di udara, seperti
kelembapan jenuh. Titik embun udara adalah temperatur yang harus dicapai
agar mulai terjadi kondensasi di udara.
Molekul air tersebut akan mengambil sebagian panas dari udara.
Akibatnya, temperatur atmosfer akan sedikit turun. Di atmosfer,
kondensasi uap airlah yang menyebabkan terjadinya awan. Molekul kecil
air dalam jumlah banyak akan menjadi butiran air karena pengaruh suhu,
dan tapat turun ke bumi menjadi hujan. Inilah yang disebut siklus air.
Jadi, kata Epinur, prinsip hujan, uap air mengkondensasi menjadi air
(hujan), salah satunya bergantung pada tekanan. Artinya larutan air
garam itu hanya pemicu. Bukan larutan garam itu penyebab utamanya. Uap
air yang ada di udara mengkondensasi hujan.
“Kalau tidak ada bibit awan, ya tidak akan bisa membuat hujan,” ujar Epinur lagi.
Kembali lagi kepada model yang dilakukan oleh tukang es keliling,
Epinur menjelaskan hal tersebut dapat terjadi jika air garam yang
diletakkan di dalam akuarium berukuran 1 x 0,5 meter lalu ditutup rapat.
“Memang betul bisa menguap, akan tetapi butuh berapa juta ton garam
baru bisa menghasilkan uap air yang kemudian menurunkan hujan. Memangnya
berapa juta orang penduduk Jambi?” kata dia balik bertanya.
“Metode itu tidak ekonomis!” kata Epinur mengakhiri penjelasannya.
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar