Bayi Kukang sumatera (Nycticebus coucang) yang dijual di pasar gelap. Induk kukang dibunuh demi bisa menjual anaknya ke pasar satwa. Foto: The Little Fireface Project
Pada artikel sebelumnya, Mongabay Indonesia mengangkat tentang kondisi 238 ekor kukang (slow loris) hasil sitaan perdagangan liar. Cukup mengenaskan, karena hingga saat ini dilaporkan telah terdapat 13 kukang eks sitaan yang mati. Banyak dari mereka dalam kondisi menyedihkan, mengalami dehidrasi, diare, mal nutrisi, hingga masalah gigi dan pernapasan. Banyak kukang dengan gigi terpotong, dan mengalami infeksi gigi parah.
Meskipun telah dimasukkan dalam kategori dalam Appendix 1 CITES, yang berarti tidak boleh diperdagangkan, namun masih mudah untuk dijumpai perdagangan kukang secara ilegal di pasar hewan maupun di daerah-daerah perumahan.
Dari lima genus Nycticebus yang ada di dunia, tiga jenis spesies kukang hidup di Indonesia, yaitu Kukang jawa (Nycticebus javanicus), Kukang sumatera (N. coucang) dan Kukang borneo (N. menagensis). Dalam IUCN Redlist bahkan telah mengategorikan Kukang jawa dalam status endangered (terancam punah) dan vulnerable (rentan terhadap kepunahan) untuk jenis Kukang sumatera dan Kukang borneo.
Dalam media rilis sebelumnya, Direktur Eksekutif Yayasan
International Animal Rescue Indonesia (YIARI), Agustinus Taufik Ph.D
menyebutkan bahwa daya tampung di kandang rehabilitasi yang dimiliki
oleh yayasannya amat terbatas.
Selain karena masuknya kukang-kukang sitaan, daya tampung yang
terbatas disebabkan karena kukang yang telah siap dilepasliarkan, hingga
saat ini masih berada di pusat rehabilitasi karena menunggu izin
otoritas berwenang untuk lokasi pelepasliarannya. Agustinus mengkuatikan
bahwa daya tampung yang terbatas akan berpengaruh kepada aspek
kesejahteraan satwa (animal welfare).
Terkait tentang proses rehabilitasi kukang dan berbagai fakta unik
tentang hewan ini, berikut petikan wawancara elektronik antara Mongabay
Indonesia dengan Richard S. Moore, PhD, Program Manager Pusat Rehabilitasi Kandang Ciapus Bogor dan Ayut Enggeliah, staf Pendidikan dari YIARI.
Mongabay Indonesia: Apa yang menjadi fokus YIARI terhadap konservasi satwa liar, secara khusus kukang?
Ayut Enggeliah: Mengutip penjelasan Direktur Eksekutif
YIARI, Agustinus Taufik, maka yayasan memiliki komitmen penuh dan akan
mendukung pemerintah dalam upaya penyelamatan, konservasi satwa
dilindungi serta penegakkan hukum, karena upaya ini sejalan dengan visi
dan misi yayasan. Kukang adalah salah satu satwa dilindungi yang
menjadi fokus kerja YIARI untuk program penyelamatan, rehabilitasi dan
pelepasliaran satwa.
Mongabay Indonesia: Mengapa satwa liar harus dilestarikan?
Richard S. Moore: Sekali satwa punah dari muka bumi, dunia
akan menjadi tempat yang sepi dan tidak ramah lagi bagi manusia. Kita
harus mulai berpikir bahwa masa depan yang berkelanjutan adalah
keniscayaan, sudah waktunya kita berubah, tidak hanya berpikir melulu tentang bagaimana cara untuk menghasilkan uang secara sesaat dari sumberdaya alam yang terbatas ini.
Mongabay Indonesia: Dalam konteks ini bagaimana kukang penting dari kacamata penyelamatan satwa liar?
Richard S. Moore: kukang adalah primata yang cantik dan
karismatik yang memiliki karakteristik yang unik dan tidak umum. Mereka
adalah satu-satunya primata yang memiliki bisa (venomous primate), mereka
memiliki dua lidah sisir yang terbuat dari gigi seri bawahnya. Mereka
tidak bisa melompat, gerak mereka lambat dan hati-hati. Kukang juga
memiliki ekstra vertebrata di tulang belakangnya yang memungkinkan
mereka mampu bergulung di cabang. Mereka juga memiliki metabolisme yang
sangat rendah, mereka juga unik karena memiliki masa hibernasi parsial
atau mati suri temporer.
Selain keunikan karakteristiknya, kukang juga belum banyak diteliti.
Barangkali karena sifatnya yang nokturnal (aktif sebagai binatang malam)
hingga gaya hidupnya yang tersamar. Akan amat disesalkan, jika
membiarkan primata yang unik dalam proses evolusi ini punah sebelum kita
banyak paham tentangnya.
Jika kita dapat menyelamatkan kukang, berarti kita telah
menyelamatkan habitat tempat hidupnya. Berarti pula, kita juga telah
turut menyelamatkan spesies-spesies lain yang berbagi hutan yang sama
dengannya. Jika kita mampu turut menghentikan perdagangan ilegal
kukang, tidak diragukan pula berbagai perdagangan satwa liar akan
merasakan manfaat dari penegakan hukum yang diterapkan.
Mongabay Indonesia: Dimana pentingnya kukang secara ekologis?
Richard S. Moore: kukang memiliki tempat di ekosistem
yang belum sepenuhnya dimengerti. Bagaimanapun juga, ketika satu jenis
satwa menempati relung hidup dan eksis selama jutaan tahun bersama
spesies yang lain, tidak ada keraguan lagi tentang kontribusinya di
dalam keseimbangan ekosistem.
Hasil penelitian terbaru menyebutkan bahwa jenis Kukang jawa (Javan lorises)
berperan penting dalam penyerbukan tumbuhan berbunga, misalnya yang
kami amati untuk penyerbukan bunga kaliandra di hutan. Indikasi awal
menunjukkan bahwa kukang amat berperan pula dalam penyerbukan pohon
berbunga dan juga penyebaran biji-bijian.
Mongabay Indonesia: Bagaimana proses
pelepasliaran kukang di alam liar misalnya di hutan alam atau hutan
konservasi? Apa yang dipersiapkan selama masa rehabilitasinya di
kandang?
Richard S. Moore: Setiap spesies berbeda dan memiliki
efek yang berbeda-beda di alam karena faktor-faktor tekanan hidup,
ketersediaan pakannya, kompetisi dari sesama hewan yang telah ada di
alam, pemangsa, iklim dan sebagainya. Kita perlu memahami asal dari
satwa tersebut, tipe habitat tempat kita akan melepaskan juga harus
spesifik dan berbeda.
Satwa yang dilepasliarkan harus beradaptasi untuk menemukan sumber
makanan baru, menjelajahi habitat baru, membangun berbagai rumah,
termasuk beradaptasi dengan penghuni lama yang telah ada.
Ibaratnya demikian, jika kita memindahkan seorang peternak sapi
savana dari Afrika ke New York, tentu saja ia akan berjuang untuk
bertahan hidup. Hal sebaliknya, yaitu menempatkan seorang asal New York
dan menempatkannya di savana Afrika, mungkin dia akan mati kelaparan
atau dehidrasi. Pengetahuan lokal dari habitat baru sangat penting untuk
kelangsungan hidup.
Kami mengatasi masalah ini melalui rehabilitasi dan periodisasi di
kandang habituasi di calon lokasi pelepasan. Selama waktu di pusat
rehabilitasi, kukang diberi makan jenis berbagai pakan liar yang dapat
diperolehnya di alam liar. Setelah itu kemudian kita memindahkan satwa
ke dalam sangkar besar di areal pegunungan di mana mereka tinggal selama
satu bulan atau lebih. Periode ini memungkinkan mereka untuk
beradaptasi dengan lingkungan baru dan stres karena perjalanan.
Mongabay Indonesia: Seberapa banyaknyakah kukang yang disita rata-rata per periode waktu tertentu (misalnya: per bulan, 6 bulan, 1 tahun)?
Richard S. Moore: Tidak tentu, tidak ada jumlah rata-rata
kukang yang disita per minggu. Hal ini dapat berkisar dari 1 atau 2
kukang, tetapi bisa pula untuk sebuah penyitaan terbesar sampai saat ini
hingga 238 kukang.
Mongabay Indonesia: Ada berapa tepatnya sekarang kukang di kandang rehabilitasi YIARI di Bogor? Apa saja spesiesnya?
Ayut Enggeliah: Saat ini di pusat rehabilitasi YIARI ada sebanyak 308 ekor Kukang sumatera (Nycticebus coucang), Kukang jawa (Nycticebus javanicus) dan Kukang Kalimantan (Nycticebus menagensis).
Mongabay Indonesia: Berapa rasio kukang yg berhasil dirilis dengan kukang yg masuk dari sitaan?
Ayut Enggeliah: Sejak tahun 2007 Yayasan IAR Indonesia sudah
berhasil melepasliarkan sebanyak 75 ekor kukang, kategori pelepasliaran
ada 2 yaitu soft release dan hard release atau yang disebut translokasi. Soft release yang dilakukan YIARI adalah dengan melakukan monitoring minimal 1 tahun dihabitat alaminya, kalau hard release
kukang ditranslokasikan berdasarkan kasus tertentu, seperti misalnya
kukang hasil penyitaan dengan kondisi kukang masih liar yang didukung
informasi kesehatan, selanjutnya kukang akan dimonitoring minimal 1
bulan.
Mongabay Indonesia: Berapa lama rata-rata kukang-kukang tersebut direhabilitasi di kandangnya?
Ayut Enggeliah: Tergantung kondisi individu seperti kesehatan
dan perilakunya, karena kesulitannya kami tidak bisa mengetahui sejarah
kukang sebelum masuk dikandang rehabilitasi, biasanya kukang yang lama
dipelihara dan dikandangkan oleh pemilik sebelumnya akan berpengaruh
terhadap kesehatan dan perilaku satwa.
source : link
source : link
0 komentar:
Posting Komentar