Salah satu aksi memperingati Hari Orangutan Sedunia, pada 19 Agustus 2013 di berbagai penjuru dunia. Foto dari Facebook World Orangutan Day
“Love orangutan. Save orangutan. Lets do it together.” Begitu tulis Lucinda Aprilia, dari Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), kala memposting foto di akun Facebook World Orangutan Day. Kalbar, adalah salah satu ‘rumah’ orangutan Kalimantan.
Tak hanya Lucinda. Orang-orang dari berbagai penjuru dunia
mengirimkan kreasi mereka sebagai wujud kecintaan pada orangutan. “We
Love Orangutan.” “I Love Orangutan.” Begitu kata-kata dalam foto-foto
yang mereka posting. Ada juga yang membuat puisi, melukis, sampai
menulis surat tentang orangutan. Bermacam ragam ekspresi ada di sana.
Ekspresi cinta dan kekhawatiran akan keterancaman satwa langka ini.
Penelitian terbaru dipimpin Brent Loken dari Simon Fraser University
dan Dr. Stephanie Spehar dari University of Wisconsin Oshkosh ke hutan
Wehea di Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur, menemukan perilaku
baru orangutan. Spesies yang dikenal jago bergelantungan di dahan ini
kini makin banyak menghabiskan waktu di tanah.
Mengapa? Penyebab perubahan masih misteri. Namun, dugaan kuat karena
penyesuaian terhadap perubahan habitat. Hutan, sebagai rumah mereka
makin habis terbabat.
Menurut Shepar, kendati melihat orangutan bisa fleksibel dalam
perilaku mereka dibanding yang diperkirakan, tetapi mereka masih
membutuhkan hutan untuk bertahan hidup. “Di hutan tanaman industri
sekalipun, mereka masih bergantung pada hutan alami untuk sumber pangan
mereka dan bersarang.”
Penelitian ini menunjukkan, bagaimanapun orangutan bergantung pada
hutan. Sayangnya, ekspansi besar-besaran hutan untuk perkebunan, baik
kebun sawit, sampai kayu hingga pertambangan, menyebabkan satwa
dilindungi ini makin terdesak. Aksi nyata penyelamatan orangutan harus
terus digerakkan. Tak berlebihan, diawali 2013 ini, setiap 19 Agustus
digagas menjadi Hari Orangutan Sedunia.
Robert Hii, salah satu penggagas Hari Orangutan Sedunia mengatakan,
kegiatan ini untuk memperingati orangutan yang bertahan di alam bebas di
tengah ancaman kerusakan lingkungan. “Acara ini juga sebagai wujud
apresiasi kepada orang-orang yang bekerja melindungi
orangutan,”katanya. Indonesia, ujar dia, harus berbangga, sebagai salah
satu dari dua negara di dunia yang memiliki orangutan.
Pada hari ini, Mongabay, mengetengahkan beberapa kasus miris
orangutan di berbagai daerah, terutama Kalimantan dan Sumatera. Mereka
ada yang dievakuasi dari perkebunan sawit, sampai ditangkap dan
dipelihara warga.
Pada Kamis, 27 Juni 2013, orangutan
betina dewasa baru dijemput tim kerjasama BKSDA Aceh, SOCP, YOSL-OIC
tewas dalam perjalanan ke pusat karantina orangutan SOCP di Sibolangit,
Sumatra Utara. Ia tewas saat hendak dirawat pasca mengalami pukulan dan
luka saat ditangkap masyarakat di Desa Panton Luas, Kecamatan Sawang,
Aceh Selatan.
Taman wisata yang memajang satwa langka pun ancaman bagi orangutan. Jack, orangutan jantan yang tewas karena pemeliharaan tak layak, salah satu contoh.
Jack, tak tertolong. Meskipun para dokter hewan di Pusat Karantina
Orangutan Sibolangit Sumatera Utara (Sumut) berupaya intensif, Jack tak
kuat melawan penyakit setelah 10 hari dirawat.
Pada pagi buta di 6 Mei 2013, Jack pergi selamanya. Orangutan
Sumatera (Pongo abelii) jantan berumur empat tahun ini disita dari Taman
Rusa, tempat rekreasi di pinggiran Kota Banda Aceh 24 April 2013. Saat
itu, kondisi Jack sudah parah.
Pada April 2013, video dirilis Environmental Investigation Agency di situs Vimeo memperlihatkan sekawanan orangutan kelaparan berhasil diselamatkan dari perkebunan sawit
oleh tim International Animal Rescue (IAR) di Kalimantan Barat. Habitat
mereka habis akibat dibuldoser salah satu anggota Rooundtable on
Sustainable Palm Oil (RSPO) bernama Bumitama Gunajaya Agro.
Pemusnahan hutan ini sekaligus membuktikan perusahaan melanggar
kesepakatan yang tertera dalam aturan RSPO untuk tidak membuka
perkebunan sawit di hutan alami, . habitat orangutan.
Masih dalam April 2013, orangutan jantan berusia sekitar dua tahun, diselamatkan tim penyelamat Orangutan Information Centre (OIC) dari ‘pemilik’ yang mengaku menemukan di lahan pertanian di kaki Taman Nasional Gunung Leuser, sebulan silam.
Orangutan jantan bernama Kedaung ini disimpan di sebuah karung
sebelum diselamatkan tim OIC bersama BKSDA setempat dan staf Taman
Nasional Gunung Leuser. Ia mengalami luka karena serangan anjing,
sebelum disimpan penduduk setempat, lalu ditaruh di dapur rumah sang
pemilik.
Pada Februari 2013, Tim Program Konservasi Orangutan Sumatera(Orangutan Conservation Programme/SOCP) menyita satu bayi orangutan.
Ia ditangkap di kebun sawit Rawa Tripa, dari seorang mantri di Afdeling
II, perkebunan PT. Socfindo, Desa Sidojadi, Kecamatan Darul Makmur,
Kabupaten Nagan Raya, Aceh, Selasa(19/2/13).
Si bayi orangutan diberi nama Gokong Puntung ini ditangkap 26 Januari
2013 di Suak Puntung, dekat pinggiran hutan rawa gambut Tripa di dalam
areal hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit milik PT Surya Panen Subur 2
(PT SPS-2).
Berdasarkan informasi dari warga, tim gabungan dari Balai Konservasi
Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat (Kalbar) dan YIARI turun
menyelamatkan bayi ini pada Jumat(16/2/13) pagi. Bayi orangutan ini
dibawa ke fasilitas YIARI guna mendapatkan perawatan medis.
Tindakan lambat dari aparat berwenang juga melanggengkan perdagangan
orangutan. Februari 2013, di Desa Kuala Labai, Kecamatan Simpang Hulu,
Kabupaten Ketapang, Kalbar, satu dari
dua orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) peliharaan warga, dilaporkan
dijual pemilik lantaran telat dievakuasi pihak berwenang.
Padahal, kasus ini sudah dilaporkan ke Balai Konservasi Sumber Daya
Alam (BKSDA) Kalbar dan BKSDA Ketapang akhir Oktober 2012. Ali Barata,
pemilik orangutan jantan bernama Amin. Si pongo ditebus dengan uang
Rp1,5 juta dari pedagang di Desa Kuala Labai bernama Asep pada 2010.
Kasus hampir sama terjadi pada Desember 2012. Seorang
guru dari Dusun Senibung, Desa Suak Medang, Kecamatan Ketungau Tengah,
Kabupaten Sintang, berniat menyerahkan bayi orangutan yang diperoleh
dari warga ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar. Kini, , orangutan (Pongo pygmeaus-pygmeaus) ini masih dipelihara warga.
Berbagai peristiwa terjadi antara Februari hingga September 2012,
mitra Sumatran Orangutan Society (SOS) bernama Orangutan Information
Center melakukan penyelamatan terhadap tujuh orangutan dari buldoser perusahaan perkebunan sawit, PT Sisirau.
Organisasi Sumatran Orangutan Society mengirimkan protes resmi kepada
RSPO atas pelanggaran ketentuan yang disepakati dalam RSPO. Yaitu
menebang hutan yang masuk kategori High Conservation Value Forest di
Aceh Tamiang, Aceh.
Kasus mengenaskan terjadi pada Agustus 2012. Orangutan yang terdesak dan terpaksa masuk perkampungan, terbakar dan berakhir tewas dalam proses evakuasi di Desa Wajok, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar.
Orangutan ini tewas dalam perjalanan ke Pusat Rehabilitasi &
Konservasi International Animal Rescue (IAR) Ketapang untuk mendapatkan
fasilitas perawatan lebih baik. Sebelum itu, BKSDA menyatakan, kondisi
orangutan yang dievakuasi selama dua hari, (26-27/8/12) dari Dusun Parit
Wa’dongka, Desa Wajok Hilir, berangsur membaik. Berdasarkan hasil
observasi tim medis selama tiga hari terakhir, perkiraan waktu untuk
pemulihan sekitar dua sampai tiga minggu.
Pada, Rabu(16/5/12), tim respon penanggulangan konflik manusia dan
orangutan dari Pusat Informasi Orangutan (the Orangutan Information
Centre/OIC) membantu penyelamatan orangutan betina yang diperkirakan berusia 16 tahun dan bayinya sekitar lima tahun.
Orangutan ini terisolasi di hutan kecil di antara perkebunan sawit
yang dimiliki Sisirau di Desa Rimba Sawang, Aceh Tamiang. HOCRU dibantu
SOCP dan Badan Pengelola Kawasan Ekositem Lauser(BPKEL) serta Badan
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Tim juga menyelamatkan orangutan di
area yang sama 10- hari lalu. HOCRU dan BPKEL kembali. Mereka menyadari
masih ada orangutan yang memerlukan bantuan. Ibu dan anak orangutan pun
terlihat di hutan pada 14 Mei.
0 komentar:
Posting Komentar