Sejak 2011, Denassa mengembangkan outing class, atau belajar di luar sekolah, dengan mengajak para murid keliling kampung untuk mengenali berbagai jenis tanaman di alam. Para murid biasa sangat antusias mengikuti kegiatan ini karena metode pembelajaran lebih banyak menerapkan permainan. Foto: Denassa
Kala orang berlomba-lomba membabat hutan untuk menguras hasil dari dalamnya, Dermawan Denassa, berlaku sebaliknya. Denassa, begitu biasa dia dipanggil, menyulap halaman belakang rumah seluas satu hektar menjadi hutan mini. Di sana, dia membiakkan ratusan spesies tanaman unik dan langka, dari berbagai daerah.
Saking cinta kepada alam, Denassa melakukan konservasi swadaya. Dalam
enam tahun ini, dia mengoleksi 300 spesies tanaman, mayoritas dari
daerah berbeda. Sebagian besar benih ditanam, ada juga dikoleksi dalam
wadah khusus, terutama biji-bijian.
Saya mengunjungi rumah yang dinamai Rumah Hijau Denassa di Jalan
Borongtala, Kelurahan Tamalayyang, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa,
Sulawesi Selatan (Sulsel). Denassa mengajak saya berkeliling
memperlihatkan koleksi tenamannya.“Ini disebut paria belut, berbeda
dengan paria biasa dari ukuran. Paria belut bentuk memanjang seperti
belut, rasa manis. Paria biasa pahit,” katanya.
Dia memperlihatkan puluhan mahoni dan jati yang ditanam sejak enam
tahun lalu. Beberapa puluh jenis tanaman obat-obatan. Beberapa jenis
tanaman hanya dikenali dengan bahasa lokal, misal, buah coppeng– mirip anggur biasa juga disebut jamblang (Syzygium cumini). Ada juga buah bunne atau buni (Antidesma bunius (L.) Spreng.). Tanaman lain lobe-lobe, sappang, biraeng atau Ara, gonrong-gonrong (Chromolaena odorata), kalumpang,
baji (Markisa besar), gamasi (Sukun berbiji), bambu kolasa. “Khusus
bambu kami mengoleksi lima jenis dari berbagai daerah.”
Kepedulian Denassa pada alam dan hutan sejak mahasiswa, tahun 1999.
“Dulu, di belakang rumah ada dua pohon asam. Karena dianggap menganggu,
pohon ini ditebang bapak saya. Saya protes tapi tetap saja dipotong.”
Pohon asam itu ditebang karena berada di sekitar tungku pembakaran bata
milik keluarga.
Denassa merasa kehilangan. Kedua pohon itu menjadi tempat bermain
sejak kecil. Keadaan sama ditemui di sepanjang jalan, dimana banyak
pohon-pohon ditebang. Kenyataan ini berbeda dengan konsep yang dia
pahami. Menurut dia, pohon memiliki arti tersendiri bagi kehidupan.
“Ketika pohon ditebang, suara-suara burung pun takkan lagi terdengar.
Belum lagi sejumlah hewan-hewan kecil yang hidup dan terkait di
dalamnya,” ucap Denassa.
Pelahan, dia menanami halaman pekarangan rumah. Tak hanya itu,
Denassa menjadikan hutan mini sebagai tepat hidup satwa kecil tergolong
langka, seperti cicak terbang, katak coklat, kutilang, dan belasan jenis
burung dan satwa lain. Beberapa jenis pohon sengaja ditanam untuk
tempat hidup satwa-satwa ini. “Cicak terbang dulu sangat banyak di
kampung sini, namun mulai berkurang.”
Cekibar adalah sejenis reptil termasuk keluarga Agamidae, dikenal dengan nama ilmiah Draco volans linnaeus. Untuk mempertahankan spesies ini, Denassa awalnya menangkar empat pasang. Dia memperkiraan, kini sudah mencapai ratusan.
Dia mulai total terjun ke bidang lingkungan tahun 2006. Asisten dosen
di Jurusan Sastra Indonesia Universitas Hasanuddin pun ditinggalkan.
Dia mulai membersihkan pekarangan belakang rumah. Pohon pertama yang
ditanam jati, sebagai investasi masa depan. “Sejak 2007, saya rajin
keliling kampung mencari jenis tanaman langka atau mulai berkurang. Saya
masuk hutan di daerah lain. Semua jenis tanaman yang dinilai unik atau
jarang ditemui saya kumpulkan.”
Hutan mini inipun sekaligus apotik hidup, dengan menanam berbagai
tanaman obat, khusus yang tidak tersedia lagi di sekitar situ. “Kalau
ada tetangga sakit dan perlu obat herbal, biasa kesini. Ada banyak
tanaman obat sengaja saya tanam untuk warga sekitar.”
Sebagai mantan aktivis kampus, dia membentuk komunitas Rumah Hijau
Denassa (RHD) tahun 2007. Dia mulai mengajak rekan dan sejumlah warga
terlibat. Melalui RHD ini, Denassa menyelenggarakan berbagai kegiatan.
Sebuah rumah panggung dibangun sebagai tempat belajar dan diskusi. Di
bagian belakang rumah, tempat hutan mini, sebagian lahan dibiarkan
ditumbuhi rumput. Ini sebagai tempat berkemah, diskusi dan belajar bagi
pengunjung.
Sejak 2008, dia rutin diskusi, tidak hanya isu lingkungan, tapi juga
isu pelayanan publik. RHD dalam waktu singkat mulai dikenal warga
sekitar maupun daerah lain. RHD bahkan mengembangkan komunitas belajar,
khusus murid SD dan SMP.“Sudah banyak anak-anak kemari untuk belajar.
Kami biasa mengajari mereka bagaimana mencintai alam, mengenali berbagai
tanaman dan hewan, serta pendidikan moral, seperti nilai kejujuran dan
berbuat baik pada sesama.”
Melalui kelas komunitas, Denassa mengajak murid sekolah dari berbagai
desa sekitar. Ada lima sekolah rutin datang ke sana, yakni, SD
Kulase’rena, SD Rappokelleng, SD Bontorikong, SD Bontonompo dan SMP
Bontonompo.
Sejak 2011, Denassa mengembangkan outing class, atau belajar
di luar sekolah. Dia mengajak para murid keliling kampung mengenali
berbagai jenis tanaman di alam. Para murid antusias mengikuti karena
metode pembelajaran banyak permainan.“Metode pembelajaran banyak
permainan dan interaksi disenangi anak-anak. Mereka bisa lebih mudah
mencerna. Kami juga mencoba membangun interaksi dan saling mengenal
antara mereka, terutama ketika dari sekolah berbeda,” katanya.
Untuk menjaga hutan mini dari tangan-tangan jahil, Denassa menerapkan
aturan ketat kepada pengunjung dengan tak mencabut tanaman ataupun
membunuh satwa yang mereka temui. “Tanaman boleh dicabut atau diambil
karena dua hal, sebagai obat atau mau ditanam kembali dan penelitian.”
Denassa berencana menambah luasan hutan mini menjadi dua atau tiga
hektar dengan memanfaatkan lahan saudara yang berada di sekitar. Dia
berupaya lebih menghidupkan kelas komunitas, dengan menyediakan wifi di sekitar halaman rumah, dan ruang baca lebih luas.
Dalam membiayai semua aktivitas ini, sebagian besar dari dana
pribadi. “Semua dari kantong sendiri. Kadang ada dari sisa kegiatan Gowa
Center yang saya pimpin.” Denassa juga berencana membangun green school. Dia terinspirasi dari green school di Bali yang pernah dikunjungi.
0 komentar:
Posting Komentar