Pulau Urep.Jika air surut, Pulau Urep, Mansorbabo dan Undi menjadi satu, menjadi hamparan pasir indah yang menarik. Foto: Musa Abubar
Ada gua di laut. Ada kapal katalita dan pesawat terbang perang dunia II–kini menjadi penghuni dasar laut. Belum lagi keindahan bawah laut menakjubkan. Itu semua ada perairan sekitar Kepulauan Padaido, Biak Timur Papua. Potensi wisata cukup menarik.
Kala saya bersama tim Yayasan Saireri Paradise, akhir Juli 2013,
mengunjungi tempat ini, pemandangan laut tak kalah banding Raja Ampat,
Sorong, Papua Barat. Air laut jernih. Tampak rumput laut, karang dan
ikan-ikan kecil bak kaca tembus pandang di dalam laut di sekitar karang.
Perjalanan ke Padaido, menggunakan speedboad dari Kota Biak, memerlukan waktu sekitar satu jam. Bisa juga memakai perahu, perlu waktu sekitar tiga jam.
Kala memasuki kepulauan distrik Padaido, disambut tiga gugusan pulau.
Ia masing-masing Pulau Undi, Urep, dan Mansarbabo. Letaknya berdekatan.
Tiga gugusan pulau ini dinamakan Kepulauan Padaido.
Ketika hendak memasuki pulau-pulau itu, kecepatan perahu harus
dikurangi karena air laut dangkal, kurang lebih sepinggang orang
dewasa. Akman, pengemudi motor laut mengatakan, jika air surut, Urip,
Mansarbabo dan Undi menyambung satu sama lain. Hamparan pasir putih dan
karang-karang kecil menyatukan tiga pulau ini.
Suratman, peneliti Institut Pertanian Bogor yang sedang penelitian di
sana mengatakan, bukan hanya panorama alam yang memikat, di Mansarbabo
juga ada penyu. “Dalam satu tahun penyu bertelur tiga kali,” katanya.
Yorrys Raweyai, pendiri Yayasan Saireri Paradise mengungkapkan,
keindahan alam di kepulauan itu hingga kini tak dilirik pemerintah
setempat. Dia pernah menyampaikan itu ke Pemerintah Biak, tapi tak
mendapat respon baik. Akhirnya, dengan inisiatif sendiri, dia membentuk
kelompok pecinta lingkungan yang diberi nama Yayasan Saireri Paradise.
Yayasan ini, beranggotakan tiga orang masing-masing Akman, Heri dan
Suratman. Mereka membina warga pemilik hak ulayat Padaido agar bisa
menjaga dan melindungi kekayaan alam ini.
Yorrys mengatakan, mereka berencana bersama masyarakat mengembangkan ecotourism di
Padaidao. “Kita hanya memenej mereka, tetapi pemilik mereka sendiri.
Kita memberikan edukasi, membangun sarana dan fasilitas untuk menjaga
kekayaan alam jangan sampai hilang.”
Pada 2011, Yayasan Saireri Paradise bersama warga Padaido melepas
300-an penyu. Rata-rata jenis penyu belimbing. Penyu ini dua tahun
sekali naik dan bertelur di Pantai. Tidak hanya penyu belimpibing,
penyu sisik dan hijau juga ada. “Pada 2011, penyu belimbing dan penyu
sisik ada 4.000 telur. Ribuan telur itu baru saja menetas.”
Yayasan Saireri Paradise berkomitmen menjaga telur penyu itu hingga
menetas. Setelah 59 hari barulah dilepas. Penjagaan itu dipantau di
sekitar lokasi penangkaran. Saat ini, mereka menangkar 2.000 an telur.
Dari jumlah itu, sekitar 400 sudah menjadi tukik. “Setelah bertelur,
teman-teman jaga dan ambil lalu membuat penangkaran dan dipelihara
selama 60 hari lalu dilepas.”
Bagi Yorrys, menjaga hak ulayat penting. Mayoritas masyarakat di sini
trauma dengan masa lalu karena hak ulayat diambil. “Saya mencoba
pendekatan dengan pola berbeda. Saya bukan pemilik. Saya hanya datang
kepada mereka sebagai pawang, merekalah yang menjaga, melestarikan dan
melindungi semua yang ada.” Rencananya, tahun depan, kawasan ini
dikembangkan menjadi tempat wisata dan pusat penelitian.
0 komentar:
Posting Komentar