Potensi keanekaragaman hayati bawah laut Sumbawa dan Sumbawa Barat,
Nusa Tenggara Barat, memang mengagumkan. Wilayah yang masuk dalam Lesser Sunda Seascape ini merupakan habitatnya terumbu karang yang ada di dunia.
Survei yang dilakukan Wildlife Conservation Society (WCS) dan Marine Protected Areas Governance (MPAG)
bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Nusa Tenggara Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa,
dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa Barat berhasil
mengidentifikasi dan menginventarisai potensi sumber daya pesisir dan
laut di sekitar perairan Pulau Sumbawa tersebut.
Kegiatan yang dilakukan tanggal 9-27 Juni 2014 ini dipusatkan di 30
titik pengamatan yang mewakili gugusan Gili Balu’, Perairan Lunyuk,
Pulau Moyo, Pulau Panjang, serta Perairan Teluk Saleh.
Hasilnya, terdata 69 genera karang keras yang berasal dari 16 famili
karang keras dengan rata-rata tutupan sebesar 38,08% (kategori sedang).
Sementara, tutupan karang keras tertinggi ditemukan di lokasi pengamatan
Selatan Pulau Liang, Teluk Saleh sebesar 70,5% (kategori baik).
Sedangkan yang terendah ditemukan di lokasi pengamatan Pulau Temudong
sebesar 5,75% (kategori buruk).
Keanekaragaman hayati di Pulau Mandiki, Sumbawa Barat. Foto: WCS
Dari hasil survei juga banyak ditemukan terumbu karang yang rusak.
Ini ditandai adanya patahan karang yang menghitam sebagai dampak
penangkapan ikan menggunakan bahan peledak (bom).
Meski demikian, 9 dari 30 lokasi pengamatan yang dilakukan
menunjukkan kondisi tutupan karang keras yang baik dengan nilai tutupan
karang hidup di atas 50 persen. Ini terlihat di bagian Utara Pulau
Ngali, Selatan 1 Pulau Liang, Selatan 2 Pulau Liang, Utara Pulau Liang,
Pulau Bedil, Pulau Ranggi, Pulau Mandiki, Utara Pulau Belang dan Timur
Pulau Belang.
Pertumbuhan karang baru (recruitment) juga ditemukan di Pulau Moyo, Pulau Saringgit, Pulau Kenawa dan Gili Ranggi dengan nilai di atas 6 (no.m-2). Selain itu, tim peneliti juga menemukan jenis karang yang hanya ditemukan di wilayah terbatas pada Lesser Sunda yaitu Acropora suharsonoi.
Effin Muttaqin, peneliti karang WCS, mengatakan kondisi tutupan
karang keras yang baik serta kemunculan karang-karang baru menandakan
adanya suksesi pemulihan pasca-gangguan dan kerusakan. Karang-karang
yang baru tumbuh akan memberikan suplai planula (benih karang) sehingga kelanjutan populasi dapat dipertahankan.
Effin menjelaskan, tim peneliti juga mencatat 352 spesies yang
berasal dari 123 genera dan 43 famili ikan karang. Rata-rata, biomassa
ikan karang sebesar 320,7 kg.ha-1. Biomassa tertinggi ditemukan di Perairan Lunyuk yaitu sebesar 622,67 kg.ha-1, sedangkan terendah di Gili Kramat sebesar 71,13 kg.ha-1.
Berdasarkan kelompok trofik, hampir 60% ikan karang di perairan
Sumbawa didominasi kelompok planktivora, benthik invertivora, dan
omnivora. Yaitu, kelompok ikan yang mayoritas dari famili Caesionidae
(ekor kuning dan pisang-pisang), Labridae (keling-kelingan), dan
Pomacentridae (betok laut). Sedangkan jenis ikan pemakan polip karang
(koralivora), pemakan alga (herbivora), dan pemakan daging (karnivora)
ditemukan sangat sedikit jumlahnya.
Tasrif Kartawijaya, Koordinator Program Lombok-WCS Indonesia Program,
mengatakan berdasarkan survei keseluruhan Pulau Sumbawa memiliki
keanekaragaman hayati laut yang tinggi. Potensi tersebut perlu dikelola
dengan menerapkan tiga strategi pengelolaan kawasan konservasi perairan,
yaitu dengan penguatan kelembagaan, pengelolaan sumber daya alam, dan
peningkatan sosial-ekonomi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada forum World Ocean Conference di Manado pada
2009 telah mencanangkan target luasan konservasi sebesar 20 juta hektar
tahun 2020 nanti. Hingga Desember 2013, upaya tersebut telah mencapai
15,7 juta hektar. Tahapan pencadangan konservasi perairan ini dilakukan
melalui identifikasi dan inventarisasi potensi biofisik, yang salah
satunya adalah melalui ekosistem terumbu karang.
0 komentar:
Posting Komentar