Greenpeace dan Walhi kembali mendesak Kementerian Kehutanan menindaklanjuti temuan bukti pelanggaran PT Asia Pulp & Paper. Lambatnya tindakan memberikan kesempatan menghilangkan bukti penebangan dan penimbunan ramin secara ilegal.
VHRmedia, Jakarta – Untuk kesekian kali, organisasi lingkungan Greenpeace dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak Kementerian Kehutanan agar segera menghentikan sementara kegiatan PT Asia Pulp & Paper yang dinilai telah merusak hutan Indonesia. Greenpeace mempunyai bukti kegiatan ilegal di pabrik perusahaan tersebut.
Greenpeace telah menyerahkan bukti rekaman video kegiatan ilegal di pabrik PT Indah Kiat kepada Kementerian Kehutanan dan Polri. Rekaman video menunjukkan perusahaan itu telah merusak lahan gambut dan ramin. “Rekaman video menunjukkan keberadaan kayu ramin di penimbunan kayu di kawasan pabrik mereka,” kata Zulfahmi, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, di Jakarta, Selasa (20/3).
Lambatnya Kementerian Kehutanan bertindak menjadi kesempatan bagi PT Asia Pulp & Paper untuk membersihkan, memindahkan, atau bahkan memusnahkan bukti-bukti yang ada. “Kami menyerukan Kementerian Kehutanan tidak lagi menunda waktu dan segera menyelidiki penebangan ramin secara ilegal yang dilakukan APP di Indonesia,” kata Zulfahmi.
Manajer Kampanye Hutan Walhi Dedi Ratih mengatakan, pemerintah Indonesia harus berani mengambil tindakan yang berpihak kepada rakyat dan lingkungan. Harus berani melakukan evaluasi perizinan konsesi hutan yang dimiliki PT Asia Pulp & Paper. “Tidak mungkin muncul konflik apabila sedari awal telah dilakukan proses yang benar, transparan, dan adil.”
Beberapa perusahaan dengan merek dagang seperti Kraft, Nestle, Adidas, Staples, dan Mattel sudah menghentikan pembelian dari PT Asia Pulp & Paper. Perusahaan-perusahaan itu menerapkan kebijakan menghindari kerusakan hutan dalam usaha mereka. Afiliasi perusahaan di Australia, Collins Debben, telah memastikan secara terbuka untuk tidak lagi mengambil bahan kertas dari PT Asia Pulp & Paper. (E4) Foto: Greenpeace Indonesia
Source : link
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar