Kementerian Kehutanan agar segera menindaklanjuti hasil investigasi soal kegiatan ilegal Asia Pulp and Paper memperdagangkan kayu ramin. Penundaan penegakan hukum memberikan keleluasaan memusnahkan dan menghilangkan bukti.
VHRmedia, Jakarta - Greenpeace menyampaikan surat terbuka kepada Kementerian Kehutanan, menagih janji menindaklanjuti hasil investigasi soal kegiatan ilegal Asia Pulp and Paper yang menggunakan dan memperdagangkan kayu ramin.
"Kami mendesak tindak lanjut Kemenhut terkait hasil investigasi kami selama satu tahun tentang kegiatan ilegal APP yang menggunakan dan memperdagangkan kayu ramin dalam pengelolaan industrinya. Sifat dari bukti yang kami serahkan sangat penting, sehingga Kemenhut harus segera bertindak," kata Kepala Greenpeace Indonesia Nur Hidayati, Rabu (14/3).
Greenpeace menyatakan keterlambatan atau penundaan dalam menindaklanjuti bukti-bukti yang disampaikan akan memberikan waktu bagi APP untuk membersihkan, memindahkan, atau bahkan memusnahkan bukti-bukti lapangan dan hal itu mungkin saja terjadi saat ini. "Kami meminta Kemenhut segera menindaklanjuti tanpa menunda-nunda."
Nur Hidayati menegaskan, bukti-bukti yang diserahkan tidak terbantah. Bukti-bukti itu berupa rekaman video yang diambil dari Februari hingga Desember 2011 di pabrik bubur kayu Indah Kiat di Perawang, Provinsi Riau. Rekaman video itu menunjukkan keberadaan kayu ramin bercampur dengan kayu rimba tropis lain di tempat penimbunan kayu di kawasan pabrik dan siap diproses menjadi bubur kertas.
Dokumentasi juga dilakukan dalam pengumpulan sampel kayu dari sejumlah kayu ramin yang dikenali secara kasatmata. Sampel tersebut disimpan di dalam kantong bersegel dengan kode keamanan yang unik. "Bukti-bukti yang diserahkan juga termasuk laporan ahli kayu yang diakui secara internasional dari Universitas Hamburg di Jerman, yang melakukan analisis atas sampel-sampel kayu tersebut. Dari 46 sampel yang diambil dari kayu yang secara kasatmata teridentifikasi sebagai kayu ramin, semuanya terkonfirmasi secara meyakinkan sebagai kayu ramin."
Menurut Nur, Kementerian Kehutanan harus bertanggung jawab untuk memastikan penerapan peraturan pelarangan perdagangan dan pembalakan kayu ramin sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 1613/Kpts-II/2001, termasuk memberikan sanksi terhadap pihak yang memperdagangkan atau memiliki kayu ramin secara ilegal. Kementerian Kehutanan sebagai Otoritas Manajemen CITES Indonesia juga mempunyai tugas untuk segera menyita semua kayu ramin dari seluruh rantai pasokan bubur kayu APP.
"Penundaan atas penegakan hukum hanya akan memberi keleluasaan terhadap APP untuk memusnahkan dan menghilangkan bukti-bukti di lapangan. Jika Kementerian Kehutanan gagal melakukan tindakan hukum atas APP, hal tersebut sama saja dengan merendahkan hukum dan peraturan Indonesia. Juga berarti Indonesia gagal memenuhi kewajiban yang disepakati dalam CITES," kata Nur Hidayati. (E4) Foto: Greenpeace Indonesia
Source : link
"Kami mendesak tindak lanjut Kemenhut terkait hasil investigasi kami selama satu tahun tentang kegiatan ilegal APP yang menggunakan dan memperdagangkan kayu ramin dalam pengelolaan industrinya. Sifat dari bukti yang kami serahkan sangat penting, sehingga Kemenhut harus segera bertindak," kata Kepala Greenpeace Indonesia Nur Hidayati, Rabu (14/3).
Greenpeace menyatakan keterlambatan atau penundaan dalam menindaklanjuti bukti-bukti yang disampaikan akan memberikan waktu bagi APP untuk membersihkan, memindahkan, atau bahkan memusnahkan bukti-bukti lapangan dan hal itu mungkin saja terjadi saat ini. "Kami meminta Kemenhut segera menindaklanjuti tanpa menunda-nunda."
Nur Hidayati menegaskan, bukti-bukti yang diserahkan tidak terbantah. Bukti-bukti itu berupa rekaman video yang diambil dari Februari hingga Desember 2011 di pabrik bubur kayu Indah Kiat di Perawang, Provinsi Riau. Rekaman video itu menunjukkan keberadaan kayu ramin bercampur dengan kayu rimba tropis lain di tempat penimbunan kayu di kawasan pabrik dan siap diproses menjadi bubur kertas.
Dokumentasi juga dilakukan dalam pengumpulan sampel kayu dari sejumlah kayu ramin yang dikenali secara kasatmata. Sampel tersebut disimpan di dalam kantong bersegel dengan kode keamanan yang unik. "Bukti-bukti yang diserahkan juga termasuk laporan ahli kayu yang diakui secara internasional dari Universitas Hamburg di Jerman, yang melakukan analisis atas sampel-sampel kayu tersebut. Dari 46 sampel yang diambil dari kayu yang secara kasatmata teridentifikasi sebagai kayu ramin, semuanya terkonfirmasi secara meyakinkan sebagai kayu ramin."
Menurut Nur, Kementerian Kehutanan harus bertanggung jawab untuk memastikan penerapan peraturan pelarangan perdagangan dan pembalakan kayu ramin sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 1613/Kpts-II/2001, termasuk memberikan sanksi terhadap pihak yang memperdagangkan atau memiliki kayu ramin secara ilegal. Kementerian Kehutanan sebagai Otoritas Manajemen CITES Indonesia juga mempunyai tugas untuk segera menyita semua kayu ramin dari seluruh rantai pasokan bubur kayu APP.
"Penundaan atas penegakan hukum hanya akan memberi keleluasaan terhadap APP untuk memusnahkan dan menghilangkan bukti-bukti di lapangan. Jika Kementerian Kehutanan gagal melakukan tindakan hukum atas APP, hal tersebut sama saja dengan merendahkan hukum dan peraturan Indonesia. Juga berarti Indonesia gagal memenuhi kewajiban yang disepakati dalam CITES," kata Nur Hidayati. (E4) Foto: Greenpeace Indonesia
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar