Beberapa minggu lalu, Yayasan Bos Samboja Lestari kembali
melepasliarkan sebanyak 10 individu orangutan. Kesepuluh individu
orangutan tersebut telah melewati sekolah alam selama lebih dari 10
tahun. Pelepasliaran ini juga merupakan salah satu target dalam strategi
dan rencana aksi konservasi orangutan Indonesia 2007-2027.
Rencana aksi ini sendiri dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia
dalam Konferensi Perubahan Iklim di Bali tahun 2007, yang menyatakan
bahwa semua orangutan di pusat rehabilitasi harus dikembalikan ke
habitatnya paling lambat pada tahun 2015, dan telah disepakati oleh
seluruh jajaran pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.
10 Orangutan yang dilepasliarkan dari Yayasan BOS Samboja Lestari
dengan semangat Hari Kehutanan Sedunia yang jatuh pada tanggal 21 Maret
2014,Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) dari Pusat
Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari, ke habitat
alami mereka.
Sebelumnya Samboja Lestari, Kalimantan Timur, telah melakukan
pelepasliaran 12 orangutan lintas propinsi, orangutan dari Pusat
Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari ke Kalimantan
Tengah. Memasuki tahun 2014 ini, Yayasan Penyelamatan Orangutan. Borneo
(Yayasan BOS) memulai kegiatan pelepasliarantahun 2014 ini dengan
melepasliarkan 10 orangutan rehabilitan lagi ke wilayah Hutan Kehje
Sewen, Kalimantan Timur.
Enam orangutan betina dan empat orangutan jantan telah di
berangkatkan dari Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di
Samboja Lestari menuju lokasi pelepasliaran di Hutan Kehje Sewen,
Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara pada tanggal 20 dan 21 Maret
2014. Delapan orangutan yang terbagi dalam dua kelompok, masing-masing
empat orangutan, diberangkatkan pada tanggal 20 Maret 2014 dari Bandar
Udara Sepinggan, Balikpapan, Kalimantan Timur menuju Bandara PT Swakarsa
Sinar Sentosa, Kecamatan Muara Wahau dalam dua kali penerbangan, untuk
selanjutnya diterbangkan dengan helikopter (sling load) menuju Kehje
Sewen. Dua orangutan yang lain diberangkatkan keesokan harinya, 21 Maret
2014 dengan rute dan armada yang sama.
Hutan Kehje Sewen yang dikelola oleh PT Restorasi Habitat Orangutan
Indonesia (RHOI) telah mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dari Kementerian Kehutanan. RHOI
adalah perusahaan yang didirikan oleh Yayasan BOS pada 21 April 2009
dengan tujuan tunggal untuk dapat mengelola kawasan hutan secara lestari
serta menyediakan habitat alami yang layak dan aman bagi orangutan
rehabilitan dari Samboja Lestari, di mana mereka dapat hidup bebas dan
akhirnya menciptakan populasi orangutan liar yang baru dan berkelanjutan
untuk menjaga kelestarian spesies ini.
Pelepasliaran orangutan ini merupakan hasil nyata kolaborasi Yayasan
BOS dengan para pemangku kepentingan, antara lain Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Kutai
Kartanegara, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur,
serta masyarakat Kutai Timur dan Kutai Kartanegara. Selain itu,
Yayasan BOS juga berterima kasih atas dukungan moral, finansial, dan
logistik dari organisasi-organisasi mitra BOS Switzerland dan Orangutan
Protection Foundation UK, sektor swasta seperti First State Indoequity
Peka Fund yang dikelola oleh First State Investments Indonesia dan
distribusikan eksklusif oleh Citibank, Salim Ivomas, dan Bank BCA serta
juga dari donor perseorangan, dan organisasi konservasi di seluruh dunia
yang peduli atas usaha pelestarian orangutan di Indonesia.
“Kami sangat gembira melihat kegiatan pelepasliaran orangutan yang
dilaksanakan secara kontinyu ini. Sangat penting bagi kita semua untuk
terus memerhatikan kelangsungan hidup orangutan di tempat di mana
seharusnya mereka berada, yaitu di hutan alami. Perlu kita ingat selalu,
sehatnya suatu hutan dapat dilihat dari kesejahteraan satwa yang ada di
dalamnya, terutama orangutan.” Kepala BKSDA Kaltim, Ir. Y. Hendradi
Kusdiharjo, MM
Sementara itu CEO Yayasan BOS, Dr. Ir. Jamartin Sihite menyatakan ,
pihaknya akan terus melakukan pelepasliaran sesuai dengan target. “Kami
terus berusaha untuk memenuhi target yang dicanangkan dalam Rencana Aksi
Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. Kerjasama antara pemerintah,
sektor swasta dan donor sangat berperan penting dalam kegiatan ini.
Semoga untuk kedepannya akan semakin bertambah dukungan yang diberikan
dari pemangku kepentingan. Mari kita sadari bahwa ini adalah tugas kita
bersama.” Kata Jamartin.
Begitu pula dengan drh. Agus Irwanto, Manajer Program Samboja Lestari
mengatakan pihaknya optimis akan melepaskan orangutan lebih banyak lagi
ke habitatnya. , “Tahun 2014 kami mulai dengan melepasliarkan 10
orangutan. Selanjutnya kami optimis untuk melepasliarkan lebih banyak
lagi orangutan ke habitat alaminya. Tentu saja ini harus didukung dengan
ketersediaan hutan yang layak dan aman. Kami sangat berharap kepada
para pemangku kepentingan untuk terus mendukung baik dalam pelaksanaan
kegiatan pelepasliaran ini, juga dalam penyediaan hutan yang layak dan
aman di masa depan.” Kata Agus.
Namun laju deforestasi hutan di Indonesia yang sangat tinggi, tentu
menjadi ancaman tersendiri bagi upaya pelepasliaran orangutan. Tanpa
upaya pelestarian hutan, kegiatan konservasi orangutan tidak dapat
berjalan lancar. Sebagai akibatnya, target yang telah dicanangkan dalam
Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017, tidak akan
tercapai.
10 Orangutan Kembali Menghirup Alam Bebas
Pelepasliaran orangutan tidaklah mudah, pasalnya selain membutuhkan
biaya yang besar, juga membutuhkan waktu untuk proses adaptasi individu
orangutan dan kesediaan tempat. “Sebelum orangutan itu dilepasliarkan
pastinya harus dilakukan pengecekan DNA, untuk memastikan apakah DNA
orangutan yang akan dilepasliarkan sesuai dengan habitatnya,” kata Agus.
Sebelum melakukan pelepasliaran orangutan, pihak BOS Samboja Lestari
harus melakukan tes DNA sebelum melakukan pelepasliaran, setelah
ketahuan apakah DNA tersebut untuk mengetahui orangutan kaltim apa
bukan, bila saat pengetesan DNA diketahui bahwa individu orangutan
tersebut adalah orangutan Kaltim, maka akan dilepaskan di hutan Kaltim
namun bila tidak maka akan dilepaskan sesuai dengan DNA nya.
“Pada pelepasliaran sebelumnya, terjadi pelepasliaran individu
orangutan lintas propinsi, yakni Kaltim dan Kalteng, dan ada baiknya
bila ada penyitaan orangutan, biaknya pihak pemerintah sebelum
menyerahkan ke lembaga konservasi terlebih dahulu melakukan tes DNA
untuk mengetahui orangutan dari mana,” papar Agus.
ACUL
Acul tiba dari Bontang ke Samboja Lestari pada tanggal 25 Juni 2001
saat usianya masih 4 tahun. Karena sifatnya yang semi-liar, kemampuan
Acul di Sekolah Hutan cepat berkembang. Ia pintar memilih pakan
alaminya, membuat sarang, dan banyak beraktivitas di pepohonan. Acul
adalah orangutan jantan dominan dengan bantalan pipi yang kini mulai
tumbuh menghiasi wajahnya. Meskipun dominan, Acul tidak pernah bersifat
agresif terhadap teman-temannya. Kini usia Acul sudah 17 tahun dengan
berat badan 62 kilogram. Tak lama lagi Acul yang gagah akan menikmati
kebebasannya menjelajah Hutan Kehje Sewen.
NILA
Nila tiba di Samboja Lestari dari Bontang pada 22 April 1998 saat
usianya masih 4 tahun dengan berat badan 4 kilogram. Anak orangutan liar
ini ditempatkan di kandang sosialisasi di mana ia bertemu dengan Titin,
Juminten dan Sarmi yang kini telah dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen.
Nila kemudian ditempatkan di Pulau 6 dan mengasah keterampilannya
dalam bertahan hidup di alam liar di pulau itu. Salah satu teman
pulau-nya yang akan dilepasliarkan bersamanya adalah orangutan betina
bernama Oneng.
Nila merupakan orangutan penyendiri dan tidak menyukai kehadiran
manusia. Nila juga terampil memilih pakan alaminya sehingga ia lebih
banyak mencari makan sendiri ketimbang memakan buah-buahan menu harian
yang diberikan oleh teknisi. Makanan kesukaan Nila adalah dedaunan.
Kini Nila berusia 20 tahun dengan berat badan 68 kilogram. Orangutan
betina dewasa yang aktif di pepohonan ini tak lama lagi akan menjelajah
hutan Kehje Sewen rumah sejatinya.
ONENG
Oneng yang saat itu masih berusia 3 tahun tiba di Samboja Lestari
pada 5 April 2006 setelah disita oleh BKSDA Tenggarong dari seorang
warga Muara Wahau yang menjadikannya hewan peliharaan. Oneng mengasah
kemampuan bertahan hidupnya di alam liar di Pulau 6 bersama Nila yang
akan dilepasliarkan bersamanya dan Sarmi yang sudah lebih dulu
dilepasliarkan ke Kehje Sewen pada Oktober 2013.
Oneng yang kini berusia 11 tahun dengan berat badan 41 kilogram ini
merupakan orangutan termuda yang dilepasliarkan kali ini. Meskipun masih
muda, Oneng terkenal cerdik dan pandai melarikan diri dari pulau dengan
cara berenang di kanal. Kemampuan Oneng dalam mengenal pakan alami dan
membuat sarang sudah tak diragukan lagi. Kini orangutan betina
Kalimantan Timur ini tinggal menghitung hari saja untuk menikmati rumah
sejatinya di Hutan Kehje Sewen.
LEKE
Leke menjadi hewan peliharaan seorang warga di Balikpapan sebelum
akhirnya masuk ke Samboja Lestari pada 23 April 2001. Saat itu orangutan
betina ini masih berusia 3 tahun dengan berat badan 5,5 kilogram serta
mengalami dehidrasi, diare parah dan malnutrisi sehingga harus
mendapatkan perawatan intensif dari Tim Medis. Leke belajar di Sekolah
Hutan mulai tahun 2001 hingga 2005 dan mendapat predikat sebagai murid
yang pintar sehingga ditempatkan di Halfway House hingga 2008 untuk mempersiapkannya menjadi kandidat pelepasliaran.
Leke yang berperawakan besar dan kekar ini merupakan orangutan betina
dominan yang tak kalah bersaing dengan orangutan jantan untuk
mendapatkan makanan. Kini di usianya yang ke-16 dengan berat badan 51
kilogram, Si cantik Leke yang pemberani siap menjalani hidup barunya di
rimba yang sesungguhnya.
INDO
Indo dijadikan hewan peliharaan oleh seorang warga di Samarinda
sebelum akhirnya masuk ke Samboja Lestari pada 10 April 2001. Saat itu
anak orangutan jantan ini baru berusia 5 tahun dengan berat badan 11,5
kg. Indo menjadi lulusan terbaik Sekolah Hutan dan ditempatkan di Halfway House pada tahun 2004 hingga 2005 untuk mengasah kemampuan alaminya sebelum dipersiapkan sebagai kandidat pelepasliaran.
Indo yang terampil mengenali pakan alaminya ini merupakan orangutan
jantan dominan, namun memiliki sifat yang kalem. Kini di usianya yang
ke-18 dengan bobot 60 kilogram, Indo siap menguji kemampuannya sebagai
lulusan terbaik Sekolah Hutan di habitat alaminya.
MADURI
Maduri masuk ke Samboja Lestari pada 16 Desember 1998 setelah
sebelumnya menjadi hewan peliharaan seorang warga di Kecamatan Muara
Wahau, Kabupaten Kutai Timur. Saat pertama kali tiba di Samboja Lestari,
orangutan betina ini masih berusia 2 tahun dengan berat badan 3
kilogram. Setelah lulus dari Sekolah Hutan, Maduri masuk ke Halfway House untuk menjalani
tahap akhir proses rehabilitasinya mulai tahun 2003 hingga 2007.
Maduri yang pandai mengenal pakan alaminya dan banyak beraktivitas di
pepohonan ini pun dipersiapkan sebagai kandidat pelepasliaran.
Orangutan cantik dengan wajah yang berwarna terang ini kini berusia
18 tahun dengan berat badan 43 kilogram. Maduri yang telah menjelma
menjadi orangutan betina dewasa ini siap pulang ke rumah sejatinya di
Hutan Kehje Sewen.
UPI
Upi diserahkan langsung ke Samboja Lestari oleh seorang warga
Balikpapan yang menjadikannya sebagai hewan peliharaan pada 4 Juli 2001.
Saat itu usianya masih 5 tahun dengan berat badan 16 kilogram. Sebelum
dipersiapkan sebagai kandidat pelepasliaran, Upi belajar di Sekolah
Hutan dan Halfway House pada 2004. Upi termasuk orangutan betina yang pintar dalam memilih pakan alaminya. Kebiasaan Upi yang paling diingat oleh para babysitter adalah mengeluarkan suara mencicit terhadap babysitter yang tidak disukainya.
Kini Upi berusia 18 tahun dengan berat badan 44 kilogram. Tak lama
lagi orangutan betina cantik ini akan merasakan senangnya tinggal di
rumah barunya di Hutan Kehje Sewen.
BAJURI
Bajuri diserahkan oleh Kebun Raya Universitas Mulawarman Samarinda
kepada Samboja Lestari pada tanggal 17 Maret 2006. Saat itu orangutan
jantan ini masih berusia 6 tahun.
Semasa di Sekolah Hutan, Bajuri sangat aktif, mandiri, dan tidak tergantung kepada babysitter-nya. Ia juga terampil mengenali pakan alaminya dan membangun sarang.
Karena kemandirian dan kemampuannya itu Bajuri dipersiapkan sebagai
kandidat pelepasliaran. Bajuri yang dominan namun tidak agresif
terhadap teman-temannya ini kini berusia 14 tahun dengan berat badan 49
kilogram. Tak lama lagi ia akan membuktikan kemandirian dan kemampuannya
bertahan hidup di belantara Kehje Sewen.
KENT
Kent tiba dari Sangkulirang ke Samboja Lestari pada tanggal 25 Maret
1999. Saat itu bayi orangutan liar yang diselamatkan dari kebun warga
ini masih berusia 2 bulan dengan berat badan 5 kilogram. Selain tiba
dalam keadaan tanpa induk, bayi orangutan jantan ini juga mengalami
dehidrasi dan diare parah akibat infeksi cacing. Belajar di Sekolah
Hutan Samboja Lestari, Kent lulus pada 2004 dan ditempatkan ke Halfway House untuk mempersiapkannya sebagai kandidiat pelepasliaran.
Kent yang mandiri, terampil bertahan hidup di alam liar dan tidak
menyukai kehadiran manusia ini kini telah berusia 16 tahun dengan berat
badan 45 kilogram. Tak lama lagi Kent akan kembali menikmati hidupnya
sebagai orangutan liar sejati di Hutan Kehje Sewen.
WANI
Wani tiba di Samboja Lestari pada 26 Juni 2002 setelah disita oleh
BKSDA Tenggarong dari seorang warga di Samarinda yang menjadikannya
hewan peliharaan. Saat itu orangutan betina ini berusia 5 tahun dengan
berat badan 17 kilogram. Wani dipisahkan dari induknya dan ditangkap di
Desa Bengalon saat usianya masih 2 bulan.
Wani yang pintar lulus dari Sekolah Hutan pada 2004 dan melanjutkan pembelajarannya di Halfway House hingga 2007. Ia sangat terampil memilih pakan alaminya dan hanya mau berinteraksi dengan babysitter yang
disukainya saja. Wani kini berusia 17 tahun dengan berat badan 34
kilogram. Orangutan betina yang cantik dan pintar ini tak lama lagi akan
pulang ke Hutan Kehje Sewen, rumah sejatinya.
source : link
source : link
0 komentar:
Posting Komentar