Hutan Harapan merupakan kawasan restorasi ekosistem pada areal hutan
hujan tropis dataran rendah pertama dan terbesar di Indonesia yang
terletak di perbatasan Jambi dan Sumatra Selatan. Arealnya merupakan
bekas wilayah hak pengelolaan hutan (HPH), dengan luas sekitar 100.000
Ha. Selain daratan yang terdiri dari hutan sekunder yang memiliki
keanekaragaman hayati tinggi kawasan ini juga memiliki berbagai tipe
ekosistem perairan seperti : sungai besar yang berarus lemah, danau
ataupun rawa banjiran yang tidak kalah kaya dengan daratannya.
Pada penelitian yang dilakukan di 8 badan aliran sungai dalam kawasan
Hutan Harapan selama kurang lebih dari satu tahun ini berhasil
mengidentifikasi 123 jenis ikan air tawar. “Berdasarkan kategori daftar
merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) dari 123
jenis ikan yang kami temukan 74 jenis belum dievaluasi, 4 jenis
informasi kurang, 41 jenis berisiko rendah, 3 jenis hampir terancam dan
1 jenis genting atau terancam” ujar Tedjo Sukmono, peneliti yang
memimpin penelitian ini yang juga berprofesi sebagai Dosen Jurusan
Biologi di Universitas Jambi. Ridiangus (Balantiocheilos melanopterus) atau juga sering disebut “balashark” adalah jenis ikan terancam punah yang berhasil ditemukan di aliran sungai Hutan Harapan.
Ikan berwarna perak dengan pinggiran sirip berwarna hitam dan kuning
yang dapat mencapai panjang 150 cm ini cukup populer dikalangan pecinta
ikan hias air tawar namun sayangnya untuk memenuhi kebutuhan ikan hias
jenis ini masih mengambil dari alam sehingga spesies ini sudah tidak
dapat ditemukan lagi di beberapa sungai yang dulu menjadi habitatnya.
“Selama penelitian ini kami hanya berhasil menemukan 1 ekor ikan
Ridiangus” ujar Sukmono. Sungai-sungai atau danau di kawasan Asia
seperti Thailand, Myanmar dan Malaysia adalah habitat asli Ridiangus. Di
Indonesia ikan jenis ini dapat ditemui di sungai – sungai Sumatera dan
Kalimantan.
Selain Ridiangus Sukmono juga menemukan beberapa jenis ikan langka
yang perlu di lindungi di provinsi Jambi berdasarkan pada endemisitas,
populasi terancam punah, dan kondisi habitat. Beberapa jenis ikan langka
yang ditemukan di Hutan Harapan tersebut diantaranya adalah : ridiangus
(Balantiocheilos melanopterus), gurami coklat (Sphaerichtys osphromenoides), sebarau (Hampala ampalong), sebarau (Hampala microlepidota), gurami (Osphronemus goramy), dan Kepras (Cylocheicltys enoplos).
Menurut Sukmono dari 123 jenis ikan yang berhasil ditemukan di Hutan
Harapan 23 jenis diantaranya merupakan catatan baru bagi Jambi. Salah
satu jenis ikan yang merupakan catatan baru bagi Jambi adalah Seluang
Kuring (Puntius sp”harapan”) bahkan Sukmono menduga bahwa ikan
ini adalah ikan jenis baru karena belum terdapat di dalam beberapa buku
identifikasi ikan yang digunakan sebagai rujukan dalam penelitian ikan
air tawar. Kondisi perairan hutan harapan terdiri dari sungai yang
kering ketika kemarau tiba namun disepanjang sungai banyak ditemukan
rawa-rawa dan putusan sungai yang berfungsi sebagai tempat pengungsian
bagi ikan – ikan ketika sungai mengalami kekeringan.
Dengan habitat yang beragam ini diyakini bahwa potensi keanekaragaman
ikan air tawar di kawasan ini sangat tinggi karena habitatnya yang
berbeda. Jumlah jenis ikan baru yang ditemukan di Hutan Harapan ini
lebih banyak jika dibandingkan dengan daerah aliran sungai Batanghari.
Pada survey yang dilakukan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan pada
tahun 2010 lalu di sungai terpanjang di Sumatra yang mengalir
disepanjang provinsi Jambi ini ditemukan 20 jenis ikan baru.
Dilihat dari keaslian jenis ikan Hutan Harapan menunjukkan tingkat
keaslian yang sangat tinggi yaitu 121 jenis atau 98,4 % dari total
temuan selama penelitian ini dilakukan. Hanya ditemukan 2 jenis ikan
bersifat introduksi yaitu dari jenis ikan sapu-sapu. Menurut Sukmono
keberadaan jenis ikan introduksi ini kemungkinan merupakan introduksi
yang tidak sengaja karena nilai ekonominya yang rendah. Selama
penelitian ini dilakukan jenis ikan sapu – sapu hanya ditemukan Sungai
Kapas yang mana bagian Hulu dan Hilir Sungai Kapas tersebut merupakan
desa yang berpenduduk padat yaitu Desa Butang yang terletak di wilayah
provinsi Jambi dan Desa Sakau Suban yang berada di wilayah provinsi
Sumatra Selatan.
Tingginya tingkat keaslian ikan di Hutan Harapan menunjukkan bahwa
tingkat penurunan populasi dan penyebaran penyakit akibat introduksi
masih kecil dan sebaliknya daya dukung habitat perairan Hutan Harapan
terhadap keanekaragaman jenis ikan masih tinggi. Adanya spesies
introduksi dan spesies asing juga dapat dijadikan sebagai indikator
kesehatan perairan yang buruk. Menurut Sukmono ini juga membuktikan
bahwa ikan dapat berperan sebagai bioindikator pencemaran. Dan dengan
sedikitnya populasi ikan – ikan yang toleran terhadap pencemaran
mengindikasikan bahwa kondisi perairan tersebut masih bagus.
Sukmono juga menemukan fenomena menarik pada salah satu danau di
kawasan Hutan Harapan. “Di danau ini kami menemukan ikan gabus dan ikan
sepat yang insangnya terlihat rusak namun tetap hidup” jelas Sukmono. Ia
menduga terbentuknya insang yang tidak normal ini disebabkan oleh
suplemen oksigen yang terbatas di dalam air danau karena danau ini
sebenarnya adalah kawasan yang telah digali tanahnya dan digenangi air
hujan sehingga airnya tidak mengalir. Pada ikan anakan, Sukmono
mendapati insangnya terbentuk sempurna namun pada ikan dewasa insang
terlihat rusak namun tetap dapat hidup dalam danau tersebut. “Ada campur
tangan manusia sehingga ikan-ikan tersebut berada dalam danau mati”
ungkap Sukmono. Selain suplemen oksigen yang terbatas ia juga menduga
adanya senyawa racun yang terdapat didalam air dalam proses terbentuknya
danau itu.
Jika ditinjau dari segi potensi ikan air tawar yang ditemukan di
Hutan Harapan ini 47% atau 58 jenis berpotensi sebagai ikan konsumsi.
Jenis ikan yang berpotensi menjadi ikan konsumsi dan bernilai ekonomi
tinggi yang terdapat di kawasan ini diantaranya adalah tambakang (Helostoma temmincki), Lais (Kryptopterus palembangensis) dan Toman (Channa micropeltes).
Sementara 29% atau 39 jenis berpotensi sebagai ikan hias, dan 24% atau
30 jenis berpotensi keduanya. Menurut Sukmono dengan tingginya potensi
ikan air tawar di Hutan Harapan dapat dimanfaatkan sebagai alternatif
hasil hutan non kayu yang dapat menjadi sumber ekonomi masyarakat
sekitar hutan.
Domestikasi atau pengadopsian ikan dari kehidupan liar ke dalam
lingkungan kehidupan sehari-hari disertai dengan proses budidaya adalah
salah satu upaya pemanfaatan potensi perikanan di Hutan Harapan. Dan
dengan melepaskan minimal 10% dari populasi ikan yang dihasilkan dari
proses budidaya tersebut kembali ke habitat aslinya akan dapat
mempertahankan kelestarian perairan tersebut sehingga masyarakat sekitar
hutan dapat tetap memanfaatkan ikan sebagai mata pencarian secara
berkesinambungan.
Ancaman Terhadap Kelestarian Hutan Harapan
Meskipun dari penelitian ini menunjukkan kondisi perairan di Hutan
Harapan masih bagus namun tidak berarti perairan di kawasan ini bebas
ancaman. Selama melakukan penelitian ini terutama pada saat musim
kemarau kerap kali Sukmono bertemu dengan perambah dan masyarakat masuk
kedalam kawasan Hutan Harapan untuk menuba atau meracun dan menyetrum
ikan. “Cara menangkap ikan seperti ini sangat tidak ramah lingkungan
yang menyebabkan pencemaran dan terjadinya penangkapan ikan secara
berlebihan” ujar Sukmono. Jika cara ini terus dilakukan makan perairan
yang menjadi habitat ikan akan mengalami kerusakan dan menurunkan
populasi ikan di kawasan tersebut.
Selain cara menangkap ikan yang tidak ramah lingkungan kebakaran
lahan pun dapat mempengaruhi kelestarian ikan. “Asap akan mempengaruhi
penetrasi udara kedalam air dan sehingga kondisi ini akan mempengaruhi
proses biologis dalam air, misalnya akan mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme dan tumbuhan air yang menjadi pakan ikan” jelas Sukmono.
Menurutnya jika hal ini terjadi maka ikan pun akan terancam
kelestariannya.
Namun tidak hanya perairannya saja yang mendapat ancaman daratannya
pun mengalami hal yang sama. Rencana pinjam pakai kawasan untuk
dijadikan jalan angkut batubara juga masih membayangi kelestarian
kawasan Hutan Harapan. Jalan angkut batubara yang diusulkan oleh PT.
Musi Mitra Jaya (MMJ) yang merupakan anak perusahaan Atlas Resources ini
rencananya akan membelah Hutan Harapan sepanjang 18,35 kilometer dengan
lebar 12 meter dan dapat mengakomodir truk berkapasitas 30 ton dengan
volume lalu lintas mencapai 2.900 truk per hari.
Pada tahun 2013 lalu Kementrian Kehutanan telah dua kali mengadakan
pertemuan dengan PT. REKI, pengelola Hutan Harapan untuk membicarakan
soal pinjam pakai kawasan untuk dijadikan jalan angkut batubara ini.
Namun PT. REKI telah menyatakan penolakan atas usulan jalan ini. “Kami
telah telah tiga mengirimkan surat penolakan kami terhadap usulan jalan
tersebut karena sebenarnya tanpa jalan ini PT. MMJ tetap dapat
mengangkut batubara melalui jalan yang sudah ada” kata Surya Kusuma,
Manajer Komunikasi PT. REKI. Ia juga mengatakan jika rencana ini
terealisasi maka akses pergerakan satwa liar penghuni Hutan Harapan akan
tertutup dan juga akan meningkatkan stress pada satwa yang dapat
mengakibatkan punahnya satwa tersebut. Disamping itu dengan adanya jalan
batubara ini akan menyebabkan terbukanya akses ke Hutan Harapan yang
berpotensi mendorong meningkatnya perambah dan pembalak liar baru yang
akan memperburuk dan mengancam keberlangsungan Hutan Harapan.
Source : link
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar