Orangutan Kalimantan. Foto: Rhett A. Butler
Orangutan kini ternyata menghabiskan cukup banyak waktu di tanah selain di atas pohon, namun kebiasaan ini ternyata sebagian diantaranya adalah akibat pengaruh dari manusia. Hal ini terungkap dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Dr. Mark Harrison dari Jurusan Geografi di University of Leicester serta Direktur Operasional Orangutan Tropical Peatland Project (OuTrop) dan telah diterbitkan jurnal ilmiah Scientific Reports.
Studi yang dilakukan oleh Dr. Harrison dengan sejumlah koleganya
selama tujuh tahun ini dilakukan antara bulan Juni 2006 hingga Maret
2013, dan berbasis pada analisis skala besar terhadap kebiasaan
orangutan berjalan di tanah dengan menggunakan data dari kamera jebak di
16 lokasi di Kalimantan. Secara total, dari hasil pemotretan dengan
kamera jebak ini terekam 641 individu orangutan, dengan 1.409 kamera
dengan lebih dari 159,152 hari beroperasi kamera jebak.
Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), dikenal sebagai mamalia arboreal
atau hidup diantara pepohonan yang tinggi. Catatan terhadap kebiasaan
mereka di atas tanah masih jarang dan terkait dengan adanya gangguan
terhadap habitat mereka.
Marc Ancrenaz, dari lembaga HUTAN/Kinabatangan Orangutan Conservation
Programme di Malaysia yang membantu melakukan kajian ini. Dr. Harrison
mengatakan bahwa ketergangguan habitat menjadi pendorong kebiasaan
orangutan berjalan di tanah. “Kita sudah memahami sejak lama bahwa
orangutan menggunakan tanah untuk berjalan dan mencari makan, namun
pengaruh dari ketergangguan antropogenik yang menjadi pendorong
kebiasaan ini, masih belum sepenuhnya jelas. Menjadi penting untuk
memahami hilangnya hutan dan fragmentasi, dimana hal ini menghilangkan
habitat asli orangutan,” ungkap Dr. Harrison. “Kami menemukan bahwa
kendati tingkat kerusakan hutan dan kerimbunan kanopi mempengaruhi
kebiasaan berjalan mereka di tanah, namun dari hasil catatan terlihat
bahwa mereka menggunakan tanah sama seringnya baik di hutan yang
terdegradasi maupun di hutan yang primer yang masih baik.”
“Dalam kajian ini semua kelas usia orangutan tercatat melakukan
aktivitas di atas tanah, namun jantan dewasa yang memiliki pipi lebar
memiliki kebiasaan berjalan di tanah lebih sering. Hasil temuan ini
memperlihatkan bahwa pergerakan darat merupakan bagian dari kebiasaan
alami orangutan Kalimantan dibanding yang kita pahami sebelumnya, dan
hal ini hanya dipengaruhi oleh ketergangguan habitat,” tambah Dr.
Harrison. “Kemampuan orangutan untuk turun dari pohon akan meningkatkan
kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan fragmentas hutan dalam skala
kecil, dan untuk melintasi lahan terbuka di bentang alam yang berbeda,
kendati kemampuan ini masih harus diselidiki lebih jauh.”
Para penulis laporan ini menyatakan bahwa lebih dari 70% orangutan
muncul di hutan-hutan yang dimanfaatkan untuk banyak hal berbeda, dan
sudah diubah oleh manusia yang menyebabkan hilangnya karakter asli
ekologis setempat. Kebiasaan orangutan yang berubah yang semakin banyak
menghabiskan waktu di atas tanah dibanding di atas pohon menimbulkan pro
dan kontra.
“Meningkatnya kemampuan di atas tanah kemungkian meningkatkan resiko
diburu, interaksi dan penangkapan oleh manusia, dan kemungkinan
terjangkit penyakit tertentu. Tidak seperti di Sumatera, dimana ada
kehadiran harimau, perburuan oleh satwa lain tidak banyak terjadi di
Kalimantan, kendati demikian bayi orangutan mungkin akan jadi korban
babi liar dan macan dahan. Namun dalam sejarah terkini, musuh terbesar
mereka adalah manusia, yang seringkali menangkap mereka dari atas pohon:
orangutan membuat suara yang gaduh dan mereka mudah diketahui di atas
pohon, namun mereka bisa sangat hening di daratan dan lebih mudah untuk
melarikan diri di darat.”
Para ahli juga melaporkan bahwa kebiasaan berjalan di atas tanah juga
bisa membuat mereka lebih mudah bergerak di bentang alam yang sudah
rusak sebagai akibat dari perilaku manusia. Hal ini juga meciptakan
kemungkinan baru untuk mendapatkan sumber makanan bagi orangutan.
Singkatnya, pemahaman terhadap kebiasaan orangutan yang semakin sering
berjalan di atas tanah akibat dari adanya degradasi hutan, akan
memerikan masukan penting bagi upaya pelestarian satwa unik Indonesia
ini.
CITATION: Marc Ancrenaz, Rahel Sollmann, Erik
Meijaard, Andrew J. Hearn, Joanna Ross, Hiromitsu Samejima, Brent Loken,
Susan M. Cheyne, Danica J. Stark, Penny C. Gardner, Benoit Goossens,
Azlan Mohamed, Torsten Bohm, Ikki Matsuda, Miyabi Nakabayasi, Shan Khee
Lee, Henry Bernard, Jedediah Brodie, Serge Wich, Gabriella Fredriksson,
Goro Hanya, Mark E. Harrison, Tomoko Kanamori, Petra Kretzschmar, David
W. Macdonald, Peter Riger, Stephanie Spehar, Laurentius N. Ambu, Andreas
Wilting. Coming down from the trees: Is terrestrial activity in Bornean orangutans natural or disturbance driven? Scientific Reports, 2014; 4 DOI: 10.1038/srep04024
source : link
source : link
0 komentar:
Posting Komentar