Pembukaan lahan gambut oleh warga untuk kebun sawit dengan membakar di Aceh Barat. Asapun tebal. Foto: Chik Rini
Tak hanya Riau, kebakaran hutan dan lahan gambut juga melanda belahan daerah lain di Indonesia, seperti Aceh, Sumatera Utara sampai Kalimantan Barat. Ribuan lahan dilalap api, bahkan di Mandailing Natal, belasan rumah warga ikut terbakar.
Di Aceh, sudah seminggu ini, terkepung kabut asap menyusul kebakaran
hutan dan lahan di 10 kabupaten sejak awal Februari 2014. Kebakaran
makin meluas akibat kekeringan yang memicu cuaca panas sejak Desember
2013.
Menurut Husaini Syamaun, Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Rabu (19/2/14)
kebakaran lahan dan hutan terjadi di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat,
Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Singkil, Aceh Tengah, Bener Meriah,
Pidie, Gayo Lues dan Aceh Tenggara.
Kebakaran ini, katanya, sebagian besar, akibat pembukaan lahan untuk
perkebunan oleh masyarakat di luar kawasan hutan. Namun, di Aceh Jaya,
ada kawasan hutan produksi terbakar, dan di Aceh Tenggara, kebakaran di
Taman Nasional Gunung Leuser.
Kebakaran terparah, di lahan gambut di Teunom Kabupaten Aceh Jaya,
Tripa di Kecamatan Babahrot Aceh Barat Daya dan HGU perkebunan sawit PT.
Nafasindo dan lahan warga di Aceh Singkil. Lahan yang dibakar warga
bergambut hingga menjadi tidak terkendali. Asap kebakaran menyebabkan
sebagian wilayah Aceh tertutup kabut asap selama sepekan.
Husaini belum bisa memastikan berapa luas hutan dan lahan terbakar di
Aceh. Namun dipastikan lebih dari 1.000 hektar perkebunan masyarakat
terbakar, seperti kebun sawit, karet dan coklat. “Untuk kawasan hutan
yang terbakar belum ada perhitungan.”
Saat ini, katanya, pemerintah belum melakukan pemadaman menyeluruh.
Ada upaya Dinas Kehutanan dan Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten di
Aceh Jaya, Aceh Tengah dan Aceh Singkil memadamkan api dengan bantuan
mobil pemadam kebakaran. “Kami memerintahkan para petugas pengaman hutan
bersiaga dan mensosialisasikan kepada masyarakat tidak membakar lahan
dan hutan.”
Data Badan Meteorologi dan Geofisika mencatat, terdapat 72 hotspot di Aceh terpantau melalui citra satelit. Ini kasus kebakaran lahan terluas yang pernah di Aceh selama lima tahun terakhir.
Kondisi serupa terjadi di Sumatera Utara (Sumut), ratusan hektar
hutan dan lahan gambut di beberapa kabupaten di Sumatera Utara (Sumut)
mengalami kebakaran hebat. Akibatnya, kabut asap cukup tebal bahkan,
penerbangan di Bandara Internasional Kuala Namu pada pagi hari tertunda.
Data Balai Besar BMKG Wilayah I Medan, hasil pantauan Satelit NOOA-18
pada 16-19 Februari 2014 mulai pukul 01.00, di Sumut ditemukan ada 523
titik api (hotspot). Ketinggian asap kebakaran hutan sampai 10
meter untuk pepohonan, dan satu meter semak belukar. Pada level
ketinggian itu, Trajectory massa udara asap kebakaran hutan, sebagian
besar bergerak ke arah Barat Laut sampai Utara.
Adapun hotspot, terdapat di 10 wilayah di Sumut, yaitu
Kecamatan Babalan, Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Simpangempat
(Kabupaten Karo); Kecamatan Panei Tengah, Kecamatan Kolang, Kecamatan
Sidempuan Barat (Kota Padang Sidempuan); Kecamatan Batang Angkola, dan
Kecamatan Natal (Kabupaten Mandailing Natal).
Kabut asap dari kebakaran hutan di Sumut dan Riau, menyebabkan Kota
Medan, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Serdang Bedagai, tertutup
asap dan jarang pandang terbatas.
Di Bandara Kuala Namu International Airport (KNIA), kabut asap
menyebabkan sejumlah keberangkatan ditunda. Pada Rabu (19/2/14) pagi
sejak pukul 06.00-10.30, bandara tertutup asap tebal akibat kebakaran
hutan cukup luas.
Yono Lubis, aktivis pergerakan Setop Perambahan Hutan di Mandailing
Natal (SPH Madina), Rabu (19/2/14), mengatakan, pembakaran lahan diduga
dilakukan perusahaan yang tengah ekspansi sawit dan karet.
Hasil pengumpulan data mereka, kebakaran hutan itu karena ada
perubahan dari hutan lindung menjadi perkebunan sawit dan karet. Ada
juga eksplorasi tambang tradisional, oleh PT DIS dengan luas kebakaran
mencapai 15 hektar.
Lalu, membakar hutan menjadi perkebunan diduga dilakukan PT MAL
mencapai 800 hektar, dan PT Rendi diduga turut andil dengan areal
terbakar 20 hektar.
Hutan menjadi lahan Transmigrasi SP I dan SP II, juga menimbulkan
kebakaran di Madina, mencapai 100 hektar. Selain perusahaan, katanya,
warga juga membakar kebun dan tak dikontrol hingga api menjalar.
Kejadian ini menyebabkan sekitar 18 rumah di Desa Singkuang, Kecamatan
Muara Batang Gadis, dilalap api.
Keadaan ini muncul karena kelemahan sistematis pemerintah, yang tak
tegas terhadap pengusaha nakal yang nekat merambah hutan. Kebakaran yang
terjadi di Madina, sebagian besar konsesi perusahaan dan hutan lindung
Taman Nasional Batang Gadis.
Menurut dia, penebangan, pembakaran lahan, dan penyalahgunaan izin
pengelolaan hutan, menjadi dasar utama kebakaran hutan di Madina. Saat
ini, ada empat kelompok mahasiswa dan pemuda asli Madina terus berjuang
menolak perusakan hutan.
“Kami kalah, ketika duit sudah bicara menutup mulut mereka yang
memegang kebijakan. Dampaknya, bisa dilihat sendiri, hutan rusak,
kebakaran lahan, dan serapan air bawah tanah hilang akibat ekplorasi
kebun sawit. Belum lagi hutan gambut sudah hancur.”
Ahmad Faisal, Kepala Bidang (Kabid) Bina Hutan, Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Madina, membenarkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan ini.
Dia mengatakan, titik api ini terlihat sejak 1 Februari 2014. Api
makin besar. Pada Kamis (13/2/14), api meluas hingga membakar kebun dan
rumah warga. Guna mengantisipasi api tak menjalar ke areal lain maka
evakuasi warga dan pemadaman terus dilakukan. Namun dia belum bisa
menjabarkan berapa luas lahan yang terbakar, karena fokus utama
pemadaman api.”Saya masih di lapangan. Kita belum dapat menjabarkan
berapa luas yang terbakar.”
Zulkhairi, Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Mandailing Natal, mengatakan, data awal mereka, setidaknya areal
terbakar mencapai 100 hektar lebih.
Saat ini, mereka mengupayakan agar kebakaran lahan ini tak menelan
korban jiwa. Bersama Pemerintah Madina, dan Dinas Kehutanan serta
pemadam kebakaran, BPBD mencoba memadamkan api.
BPBD pun sudah membagi-bagikan masker penutup hidung. “Ini perlu agar
warga tidak terserang infeksi pernafasan akut. Kita sudah bagikan
masker. Warga diminta menjauh dari lokasi kebakaran agar tidak ada
korban jiwa.”
Jamal Amri, Manager Area Service Bandara Kuala Namu, mengatakan,
kabut asap sangat menganggu penerbangan. Ada dua maskapai menunda
bekerangkatan, yakni Garuda Indonesia tujuan Medan-Batam, dan Malaysia
Airlines tujuan Medan-Kuala Lumpur.
Sementara dari Kalbar, kebakaran sempat terjadi di beberapa wilayah. Namun, hujan yang mengguyur membuat hotspot
dan asap berkurang. Arahan Menko Kesra, Kalbar diminta menentukan
status bencana. “Hingga kini, masih melihat situasi. Pasalnya di
sejumlah daerah sudah turun hujan. Kabut asap berkurang. Pada 17
Februari kali pertama penerbangan sesuai jadwal,” kata L Marpaung,
Sekretaris Dinas Kehutanan Kalbar.
Dia mengatakan, titik api jauh lebih rendah, termasuk di
kabupaten-kabupaten yang mempunyai titik api terbanyak, seperti Kota
Pontianak, Kubu Raya dan Kabupaten Ketapang.
Galuh Januarti, dari UPT Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan
Kalbar, menambahkan, 15-16 Februari dari satelit NOAA terdata 32
hotspot. Pada 17 Februari nihil. Kebakaran yang terjadi, katanya,
sebagian besar di luar kawasan hutan.
Data sebaran titik panas pantauan BMKG tak terlalu berbeda dengan
satelit NOAA. Pada 18 Februari, ada 72 titik api. Kabupaten paling
banyak titik api ialah Ketapang, di Kecamatan Pesaguan 32 titik api.
Menyusul Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Sambas, Bengkayang,
Pontianak dan Landak. Laporan dari Aceh, Medan dan Pontianak.
0 komentar:
Posting Komentar