Multicrop. Pola pertanian yang memadukan lahan persawahan dengan tegakan hutan di belakangnya. Foto: Aji Wihardandi
Apakah hutan tidak boleh ditebang dan harus dipertahankan bentuk alaminya? Bagaimana model ideal pengelolaan hutan kedepan dengan semakin maraknya tantangan konversi lahan dan munculnya isu baru seperti penyedia stok karbon maupun hutan sebagai sumber ekonomi alternatif masyarakat? Kepada siapa pengelolaan hutan sebaiknya diberikan dan dilakukan?
Dalam menjawab tantangan itu, World Agroforestry Center (ICRAF),
sebuah lembaga penelitian internasional dalam bidang kehutanan, memiliki
solusinya yaitu agroforestri (agroforestry, wanatani). Suatu konsep yang memadukan antara pengelolaan hutan dan pertanian kebun di bawah tegakan pohon.
Ekosistem hutan tetap dipertahankan, tetapi mengakomodasi masyarakat
untuk mengelolanya. Dalam kanopi hutan yang masih dipertahankan sebagai
ciri ekosistem hutan, sistem pertanian hutan diperkenalkan. Pembuktian
ini telah berlangsung lewat berbagai penelitian dan hasilnya sistem
agroforestri ternyata dapat berkembang dengan baik.
Dalam peringatan 20 tahun penelitian ICRAF di Indonesia pada awal
Desember ini, para peneliti mengungkap realitas bahwa budaya pertanian
di bawah tegakan (tree cultured) ternyata layak dikembangkan
karena memang praktik ini telah dikenal selama berabad-abad di berbagai
komunitas yang hidup di daerah tropis. Awalnya, hipotesis para peneliti
adalah untuk mencegah praktik tebas bakar (slash and burn) yang banyak dilakukan petani lokal dengan mencari model alternatif praktik pengelolaan hutan yang lebih intensif.Dalam konsep ini, hutan tetap dipertahankan ekosistemnya, tetapi
dengan memberi ruang bagi pengelolaan intensif lewat introduksi
jenis-jenis tanaman yang memberikan manfaat bagi para petani dan
masyarakat pemukim yang hidup di pinggir hutan. Hasilnya introduksi ini
mampu untuk mengurangi laju deforestasi terutama di daerah-daerah
dataran tinggi.
Mengutip istilah yang disampaikan oleh Denis Garrity, peneliti dan Koordinator pertama ICRAF di Asia Tenggara yang menyebutkan “agroforestry is the answer of the climate smart”, saat
ini penelitian tentang agroforestri telah berkembang pesat. Penelitian
lebih jauh mengungkap bahwa agroforestri telah turut dalam mendukung
peran penting dalam menjaga keseimbangan iklim, sumber pangan
alternatif, konservasi keanekaragaman hingga perlindungan wilayah
penting proteksi sumber air.
Hal ini diamini oleh Wahyudi Wardoyo, mantan Kepala Badan Litbang
Kehutanan, ia menyebutkan bahwa penelitian agroforestri telah mampu
untuk ‘turun ke bumi’ bukan saja konsep yang mengawang-ngawang dan tidak
dapat diimplementasikan di lapangan. Di Indonesia, agroforestri telah
menyumbang dalam perubahan kebijakan pengelolaan hutan dalam 20 tahun
terakhir ini.
Di Asia Tenggara program tersebut dikenal dengan Strategi
Pengembangan Rendah Emisi berbasis Perencanaan Penggunaan Lahan (LUWES),
yang memadukan antara pertumbuhan ekonomi dengan pengurangan emisi gas
rumah kaca. Strategi ini bahkan telah menjadi agenda kerja dari Bapenas
untuk diimplementasikan di tingkat strategi yang lebih detil untuk
kabupaten dan propinsi.
“Pendekatan pengelolaan bentang lahan (landscape) akan
berperan sebagai jawaban bagi kehidupan jutaan masyarakat yang hidup
tergantung dari hutan, memadukan antara pohon dengan pertanian. Ini
juga akan bersinergi dengan program pemerintah,” Ujwal Pradhan,
Koordinator Program ICRAF untuk Asia Tenggara menjelaskan.Selanjutnya, ia percaya bahwa pendekatan ini tidak hanya berguna bagi
para petani di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia, termasuk
menjawab tantangan dari Millenium Development Goal (MDG). Pendekatan landscape menjadi
jawaban dan paduan dari dua arus pemikiran yang ada selama ini ada,
yaitu memadukan antara aliran pemikiran pendekatan ekologis dan aliran
pemikiran pendekatan sosial.
Agroforestri dalam Implementasinya
Contoh dari agroforestri adalah pengelolaan kebun karet rakyat.
Berbeda dengan kebun monokultur karet oleh perusahaan, kebun karet
rakyat meskipun didominasi oleh karet, tetapi masih terdapat jenis-jenis
lain yang masih dipadukan dengan berbagai jenis tanaman hutan lain.
Disinilah peran dari para peneliti diperlukan untuk mencari kombinasi
tanaman yang dapat direkomendasikan untuk optimalisasi penggunaan lahan
yang ada. Tidak saja dari sisi jenis, tetapi juga dipadukan dengan
sosial budaya masyarakat hingga menjawab tantangan pemasaran produk.
Potensi agroforestri lainnya adalah dari berbagai jenis tanaman
buah-buahan yang hidup di dalam naungan tajuk, misalnya domestikasi dari
jenis buah-buahan hutan seperti durian, maupun yang diintroduksikan
dari luar seperti tanaman kemiri, kopi ataupun coklat (kakao). Prinsip
dari keberlanjutan agroforestri adalah memadukan berbagai jenis tanaman
jangka pendek, menengah dan panjang.
Tanaman yang dapat hidup sebagai naungan dan tanaman yang dapat hidup
dalam naungan. Termasuk mencari komposisi tanaman yang dapat memenuhi
kebutuhan hidup, baik yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, tanaman
menghasilkan dalam jangka menengah hingga jangka panjang petani.
Karena merupakan perpaduan antara berbagai spesies sebagai komoditas,
agroforestri dapat menjadi jawaban bagi keberlangsungan hidup petani.
Keseimbangan cash income, untuk menghindarkan kolapsnya harga
komoditas tertentu, menjadi keunggulan komoditas agroforestri. Jika
suatu komoditas turun, petani masih bisa mengandalkan kepada komoditas
lain dari kebun wanataninya. Demikian petani dapat memperoleh non cash income
yang ia peroleh untuk dikonsumsi sendiri sebagai strategi ketahanan
pangan. Intinya keragaman akan lebih baik daripada menggantungkan hanya
kepada satu komoditi tertentu.
Hal ini berbanding terbalik, jika suatu bentang lahan hanya ditanami
monokultur suatu jenis komoditas tertentu. Jika suatu ketika terjadi
kolaps untuk harga komoditi tersebut atau terjadi serangan kegagalan
panen akibat hama penyakit atau bencana, maka petani akan kehilangan
mata pencarian secara permanen.
Alih-alih hutan dikonversi menjadi areal perkebunan skala besar
monokultur seperti sawit maupun hutan tanaman industri, agroforestri
menjawab tantangan jaman untuk pengelolaan hutan berwawasan kerakyatan.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang agroforestri dalam hubungannya
dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim baca selengkapnya dalam tautan ini.
source : link
source : link
0 komentar:
Posting Komentar